[32] Scare!

25 5 6
                                    

"Ya Allah nak,"

Mama memelukku segera dengan erat. Tangisanku makin menyeruak, hingga aku mengepal tanganku sendiri. Kesal. Aku marah pada diri sendiri. Aku pun, mengingat dimasa-masa aku pingsan kemudian mimisan, membuat kepalaku sakit, nggak ketulungan. Hal, yang paling aku tak sukai. Yang tak ku ingini. Yang menyatu dengan jati diriku sendii. Dan semakin lama, aku jadi, menyalahi diri sendiri, ditambah penyakit ini. Yang aku rasa membuat seluruh harapan, menjadi terbebani. Termasuk, hari ini, aku tidak diizinkan oleh Mama ikut study tour kejepang. Apakah aku harus berhenti?

"Nadila jangan gitu ya sayang. Mama nggak suka,"

"Maafin Nadila ya, Ma," lirihku, dengan suara yang terdengar serak dan tangisanku yang membanjiri wajahku.

***

"Helaw, Nad!" Riri melambaikan telapak tangannya kedepan wajahku, membuyarkan pikiranku, seketika.

"A-apa?"

"Ngelamun mulu ih.. Aku ngomong suka nggak didengerin. Kamu kayak gak semangat gitu? Sakit lagi?" tanyanya sambil mengernyit, heran melihatku. Aku hampir saja, salah tingkah. Takut, dia bisa membaca pikiranku.

"Mmm.. Anu, bingung nih, nanti.. Disana gimana ya?" tanyaku balik, malah random.

"Dijepang?"

Aku mengangguk.

"Pasti seru-seruan lah! Ketempat rekreasi, tidur dipenginapan, ngerasain salju, liat sakura, dll..," jawabnya yang terlalu tak sabar. "Belum lagi, mau ketokyo! Aduh, seneng deh!"

"Emang, ada apa ditokyo?" tak tahu kenapa, saat Riri bilang Tokyo. Anehnya, mengingatkanku juga, saat kemarin sedang runding..

"Kak, nanti ada waktu free time gak ditokyo?" tanya Riri saat ditengah-tengah membicarakan soal study tour ketokyo.

"Ada. Tenang aja..," jawab Kak. Ve.

"Sehari ada?"

"Ya mungkin, sih hehe. Tapi gak seharian banget. Kan kita ada kegiatan lain juga,"

Aku rasa dia begitu semangat seperti..

"Mmm.. Ya.. Tahu sendiri kan? Ya.. Itu.. Kotanya bagus buanget!" jawabnya. Yang hampir salah tingkah, "Eh, jadwal kegiatan study tour tuh, dikasih kapan sih?"

"Nanti lah, pas Selasa, Jum'at malamnya kan udah berangkat.. Sama kelompok lain,"

Perjalanan kami terhambat oleh macetnya kota Jakarta menuju Monas hari ini. Untung, kami banyak mengobrol, meski mood-ku kurang mendukung. Tetapi, tak terasa sudah mau memasuki area Monas saat itu. Yuni meminta bertemu ditaman dekat sebuah patung.

"Aku coba telepon kok, gak diangkat ya? Huft..," dengus Yuni yang bolak-balik khawatir cemas.

"Dimatiin kali," jawab Hanna dengan santainya.

***

Kami sudah sampai dititik lokasi, patung Raden Ajeng Kartini, tempat janjian Yuni dan Hanna. Tapi kami tak melihat sedikit pun, keberadaan mereka, sudah begitu, ini sangatlah panas. Tenaga kami mulai terkuras karena sudah berjalan kaki dari pintu masuk yang jauh. Kami memutuskan untuk duduk sejenak dekat patung, mengistirahatkan diri.

"Kita telat.. Huft..," kataku.

"Iya. Sekarang sudah masuk siang pula," tambah Riri sambil melihat arlojinya.

Terik matahari siang ini begitu membara. Saat aku cek suhu lewat ponsel, aku kaget, dan pasrah dengan suhu saat ini.

"33 derajat..," celutukku.

Reach (The Story Of Lefty Hand)Where stories live. Discover now