[3] Yuni

108 14 2
                                    

"Buat apa, aku ikut ekskul lain? Kalau nantinya, aku dikeluarin juga.. Karena tangan kiriku ini..," jawabnya sambil mengangkat tangan kirinya.

"Sebenarnya.. Aku masih gak tahu, kenapa, kamu ngelakuin sesuatu, pakai tangan kiri?" tanyaku yang masih bingung.

"Aku kidal..,"

Aku terhenyak. Sempat kaget. Dan sepertinya memang Yuni kidal.

"Udah dari kecil, bukan karena kelainan atau apa pun, aku dari kecil, nggak tahu kenapa, suka nulis pakai tangan kiri. Tapi, kalau untuk memegang barang yang bukan, nulis, mainin apa pun, masih bisa pakai tangan kanan. Makanya, aku suka dibully, karena pakai tangan kiri, bukan tangan kanan, sejak itu, aku mulai putus asa untuk ngelakuin hal yang aku sukai," jelasnya. Hatiku merasa iba mendengar cerita sedihnya itu. "Dan aku suka coret-coret saja jika bosan ditembok, biasanya ada yang iseng nyoret-nyoret dengan kata-kata yang gak benar,"

"Sabar ya."

Aku jadi tahu. Seorang Yuni yang tertutup, menyendiri dipojokkan itu. Ternyata, mempunyai tangan kidal. Sampai, ia merasa putus asa, bahwa tangan kidal menjadi halangan dalam melakukan segala hal yang diinginkan. Dia sepertinya sudah mengalami ini lama sekali. Akibatnya dia menghidar juga.

"Dari dulu hingga sekarang. Gak ada yang mau dekat sama sekali. Padahal aku gak pernah bikin masalah," ucapnya lagi.

Kedua tanganku terangkat untuk memperlihatkan wajah Yuni, yang sejak tadi, aku masih susah menebak wajahnya, aku menghelai rambut-rambutnya yang menghalangi wajahnya. Yuni tertegun lagi. Apalagi aku, saat tahu wajah Yuni.

"Wo-woah, kamu cantik loh? Gak usah ditutup-tutupin.. Gak akan kelihatan wajahmu, dan susah tahu wajahmu..,"

"Mm.. Eng-gak kok," Yuni sedikit menutup dengan poninya karena malu.

"Jangan putus asa, harus semangat dan bisa!" ujarku sambil tersenyum. "Dan.. Kamu harus senyum. Mau dikondisi apa pun itu," aku menarik pipinya agar membentuk senyum diwajahnya. Aku tak ingin, melihat dia sedih, karena, putus asa.

Dia menarik senyumnya tipis. Senyumannya manis, pipinya agak chubby, kulitnya berwarna putih, dan matanya berwarna coklat. Yuni cantik. Tak seperti yang ku duga. Kenapa, dia mau menutupi wajahnya, dengan rambut panjang sepundaknya? Hmm..

Yuni sudah menjelaskan ruangan disekolah. Mulai dari kelas, 7-9, ruang lab, ruang guru, toilet, hingga berujung dikantin. It's time to eat!

Sepanjang perjalanan, kami mulai mengobrol. Yuni jadi bisa membicarakan banyak hal jika diajak berbicara.

Aku melihat Oddy dan Zaki, yang duduk dikursi depan etalase nasi goreng.

"Tuh, Oddy sama Zaki. Kita, duduk disana yuk!" ajakku kepada Yuni.

Yuni menganggukkan kepalanya sambil menunduk, beberapa murid yang melihat wajah Yuni pun kaget. Bahwa, seorang Yuni, yang suka menyendiri didalam kelas. Mau keluar untuk kekantin. Tapi aku tak mempedulikan hal tersebut. Aku fokus dengan kelaparanku saja.

"Oddy, Zaki!" sapaku kepada mereka yang sedang mengobrol.

"Eh, Nadila.. Lama banget?" tanya Zaki yang kelihatannya, sudah bete duluan. Mereka bahkan terpaksa menunggu agar tidak makan, karena aku dan Yuni belum datang.

"Maaf maaf, hehe.. Tadi, habis diajak muter-muter sekolah, sama Yuni," jawabku.

"Diajak?" aku menutup mulut Yuni.

Oddy & Zaki tertuju kepada Yuni yang mau menunjukkan wajahnya. Mereka agak terkejut.

"Tumben Yun, mau keluar kelas?" tanya Oddy bingung.

Reach (The Story Of Lefty Hand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang