38 | ALBERIC2

50.5K 2.2K 256
                                    

Kamu hanya imaji yang aku gapai dalam mimpi
Kamu tidak nyata yang selalu ku perjuangkan dalam doa
Aku sakit saat kamu pergi meninggalkan luka teramat dalam
Aku takut suatu hari jika dirimu pergi seperti debu yang tidak tahu diri
-May


TRAK!!

Suara bantingan ponsel Alpha ke dinding dengan sekuat tenaga membuat Lena menjengit kaget, wajah Alpha terlihat marah, kecewa tentu dirasa olehnya. Ponsel itu hanjur dengan pecahan kaca yang tergeletak di sana. Lena hanya diam, jujur saja jika ia takut dengan sifat suaminya yang seperti ini.

"Alpha," lirih Lena, Alpha menatap Lena kecewa lalu ia melangkahkan kakinya naik ke atas kamar. Lena terdiam di tempat tidak bergerak sedikitpun, matanya tiba-tiba mengeluarkan cairan bening.

Laki-laki itu kini kembali turun dengan jaket cokelatnya. Pakaiannya terlihat rapi, rambutnya masih basah karena baru saja ia selesai mandi. Terlihat di tangannya sebuah kunci mobil.

"Alpha," panggil Lena sadar dari katerdiamannya, cepat-cepat ia menghapus air matanya kasar. "Kamu mau kemana?" tanya Lena menatap Alpha yang hanya terdiam dengan wajah datarnya.

Alpha kini berjalan begitu saja melewati Lena tanpa berkata-kata lagi sedikitpun. Ia butuh sesuatu agar emosinya mereda, ia takut jika ia tetap berada di rumah ia kelepasan dan pada akhirnya ia akan menyakiti Lena, sungguh ia tidak mau. Walaupun ia tengah kecewa dengan Lena, ia tidak mau menyakiti Lena dengan tangannya sendiri.

Alpha membanting pintu depan keras, lagi-lagi Lena terkejut. Lena menutup matanya perlahan lalu membukanya lagi, menghembuskan nafas pelan. Lalu kakinya berjalan membawa tubuhnya untuk mendekati pecahan ponsel tersebut. Lena berjongkok untuk memunguti pecahan kaca dan ponsel yang sudah hancur tersebut. Alpha tidak membentaknya setidaknya itu tidak membuat hatinya sakit.

Lena sadar jika ia salah, seharusnya ia tidak boleh dekat dan diam-diam bertemu Eric, harusnya dari awal ia sadar jika Alpha adalah suaminya dan ia tidak boleh mendekati laki-laki manapun karena ada satu perasaan yang juga harus ia jaga.

"Maafin Lena," guman Lena lirih.

×××××

Malam ini di sebuah club ternama di ibukota, Alpha duduk di salah satu bar tersebut. Masalah entah kenapa akhir-akhir ini datang kepadanya secara bertubi-tubi. Ingin protes pun percuma, karena ini hanya takdir yang memberinya.

Pagi tadi setelah kepergiannya dari rumah, senghaja Alpha pergi ke perusahaannya. Masalah di sana sudah hampir meredam karena Lucas menemukan siapa dalang dibalik semua ini. Alpha pun disana mengecek berkas-berkas dan melaksanakan meeting di perusahaannya. Tak hanya itu pengkhianatan di perusahaannya pun ternyata telah memakan dana yang besar, hingga kini ia mengalami kerugian. Untung saja beberapa perusahaan lainnya dengan senang hati membantunya sehingga ia tidak jadi bangkrut.

Sudah dua jam ia di bar dan kini waktu telah menunjukan pukul sembilan malam, sedari tadi sudah banyak sekali jalang yang menghampirinya. Alpha pun hanya terdiam dan hanya meminum wine. Sudah satu botol ia menghabiskannya, tidak peduli jika ia hanya mengeluarkan uang di tempat laknat ini, yang terpenting ia bisa melupakan masalahnya hanya sejenak.

Alpha terlihat sudah mabuk sekali, bartender pun terlihat khawatir pada pelanggannya tersebut. Bahkan kini Alpha sudah menjatuhkan kepalanya di meja bar yang artinya kini hanya pusing di kepalanya yang tengah melandanya.

"Lena sudah kecewain gue," racau Alpha dengan mata yang tertutup.

"Gue cinta sama dia jadi gue nggak bisa benci!" teriakan Alpha teredam oleh suara bisingnya musik di club tersebut.

LENRIC [ALBERIC2]Where stories live. Discover now