Empat Puluh Delapan

7.6K 858 248
                                    

Sejak kejadian di rumah Mama Park hari itu, gue nggak pulang lagi ke Bandung. Mama Park, Chanyeol, dan juga Kak Yoora nggak izinin gue dengan alasan udah hamil besar, biar lahiran disini.

Dan sekarang gue kembali ke rumah ini, rumah yang selama ini gue tempatin bareng Chanyeol, Celine, dan juga Cello.

Saat pulang dari rumah Mama Park, gue sampe disini, rumah bener-bener berantakan banget. Banyak sampah berserakan, putung rokok, bantal, bahkan baju Chanyeol dimana-mana. Gue mau marah sama Chanyeol, tapi baru inget kalau gue masih dalam tidak bicara apapun ke dia.

Sudah 5 hari gue disini, tinggal di rumah ini. Kalo kalian mikir gue tidur satu kamar sama Chanyeol, iya. Tapi Chanyeol tidur di sofa dekat kasur yang mengarah pada TV. Sesekali dia pindah ke atas kasur, kalau gue minta di kelonin sekedar menepuk-nepuk paha gue ataupun mengelus punggung gue supaya bisa tidur.

"Papa, katanya Ryon adek nya Celine kok nggak dibawa kesini, Pa? Kan Celine mau main, abis Ryon lucu tau Pa" kata Celine yang duduk di sofa depan tv dengan Chanyeol juga Cello.

Gue yang berada di meja makan yang tak cukup jauh dari mereka hanya bisa mendengarkan dari sini, tak mau ikut campur.

"Sementara sama eyang uti dulu" jawab Chanyeol. Dari suaranya, cukup pelan dan gue tau kalau dia lagi jaga perasaan gue.

Gue, it's okay. Untuk sementara gue liat anak itu ataupun tinggal dengan anak itu. Toh gue bakalan cerai nanti.

"Papa, emang bunda lahil nya dua kali?" kali ini suara imut Cello yang bertanya pada Chanyeol.

Chanyeol menggelengkan kepalanya, "Enggak dong, sekali" jawab Chanyeol.

"Kata eyang uti, Bunda mau lahiran, Pa?"

"Nanti kalau Celine sama Cello udah besar juga tau. Sekarang belum ngerti, belum cukup umur" jawab Chanyeol.

Celine dan Cello hanya menganggukkan kepalanya mengerti atas ucapan Chanyeol. Dari situ tidak adalagi percakapan antara mereka.

Gue beranjak berdiri dan jalan ke arah kamar karena gue merasa perut gue sakit sejak tadi dan ingin istirahat.

Sampai di kamar, rasanya perut gue kram lebih hebat dari saat menstruasi, rasanya otot punggung gue meregang, rasa kembung, mulas, dan sebagainya.

Untuk, wanita yang mengalami kehamilan pertama seperti gue rasanya udah panik banget. Bahkan gue sudah mengeluarkan keringat dan nafas yang tersengal-sengal.

"C-chanyeol!"

"Chanyeol!"

"Aaahhh"

Gue memekik nama Chanyeol, persetan gue sekarang tidak mempedulikan masalah apa yang sedang terjadi dengan gue dan dirinya.

Chanyeol masuk kamar dengan panik, menghampiri gue yang bersandar pada kepala kasur. "(yn)! Kamu kontraksi?" tanya nya.

"Eng-enggak tau. Ahh s-sakit Yeol" pekik gue sembari meremas pundak Chanyeol yang berposisi di samping gue.

Chanyeol mengambil tangan gue. Memijatnya untuk menetralisirkan rasa sakit. "Tapi kan katanya semingguan lagi, yang?" tanyanya.

"Eng-ggak tau.." kata gue menggelengkkan kepala.

Tapi bukannya ternetlasirkan, rasanya perut gue malah semakin menjadi-jadi. Tangan gue pun semakin meremas kencang pundak Chanyeol.

"Yaudah yuk, kerumah sakit aja!" pekiknya. Gue tidak menggubris ucapannya, Chanyeol langsung membawa gue ke mobil.

"Chanyeol, sakit banget!" kata gue meraung-raung. Jadi ini, rasanya kontraksi ingin melahirkan? Kalau gini gue jadi inget Ibu.

Chanyeol menyetir dengan sedikit cepat, satu tangannya dia arahkan untuk menggenggam tangan gue erat. "I-iya sabar yaa..." jawabnya.

Chanyeol as My HusbandWhere stories live. Discover now