Empat Puluh Lima

7K 944 261
                                    

Gue masih di Bandung, hari ini tepat 3 minggu setelah gue minta pisah ranjang dengan Chanyeol. Tujuannya, untuk menenangkan gue lebih dulu.

Irene bilang, kalau Chanyeol di Jakarta bener-bener kacau. Dia bilang, Chanyeol selama nggak ada gue, udah 3 kali sakit. Gue jadi merasa bersalah, padahal gue istrinya harusnya gue tahu keadaan Chanyeol. Bahkan seharusnya gue yang rawat Chanyeol saat dia sakit.

"Teh, ini uang kiriman Chanyeol" kata Ibu sembari memberi gue uang didalam amplop cokelat.

Gue berdecak sebal melihatnya. Memang, setiap minggu Chanyeol selalu kirim uang lewat kantor pos untuk gue dan anak kita. "Ini ambil atuh Teh, Ibu mau ke warung takut ada yang beli" kata Ibu sambil menyodorkan amplop secara paksa.

Gue tanpa menjawab langsung mengambilnya dan berjalan ke arah kamar. Udah ada 3 amplop cokelat yang gue terima dari Chanyeol, bahkan sampai sekarang belum gue buka sama sekali.

Gue tuh maunya Chanyeol nggak usah kirim gue uang atau nafkah. Biar selama 4 bulan kedepan gue resmi bercerai secara agama tanpa ada yang menjatuhkan talak. Itu karena gue nggak dapet nafkah. Tapi, yang ada sekarang malah terbalik, dia mengirim uang terus-menerus.

Gue duduk di ujung kasur sembari menatap luar jendela kamar yang langsung mengarah ke kebun samping rumah. "Apa gue terlalu jahat sama Chanyeol?" fikir gue.

"Tapi, kalau diliat Chanyeol bahkan lebih jahat dari gue"

"Gue bener-bener mau pisah rasanya. Tapi, gue nggak mau anak gue yang baru aja liat dunia harus hidup tanpa Ayahnya disetiap harinya"

Gue memejam mata dan menundukkan kepala sembari menghembuskan nafas gusar, "Kalau aja waktu itu Chanyeol pulang, pasti nggak akan ada keadaan kayak gini.." kata gue secara tiba-tiba yang membuat airmata gue menetes.

"Huh, yaudah lah gue harus yakin sama keputusan gue. Gue yakin itu yang terbaik"

Gue menyeka airmata dan langsung beranjak berdiri untuk kembali melanjutkan aktivitas sebelumnya, yaitu beberes rumah.

Tapi, langkah gue terhenti saat melihat kalendar berwarna putih di dinding kamar. Lingkaran warna merah tepat ada ditanggal besok. Itu berarti besok gue harus check up ke dokter. Dan tandanya, gue harus ke Jakarta? Ahh

Gue mengusap wajah gue gusar dan menyibakkan rambut ke belakang. Rasanya kepala gue pening banget sampe keliyengan kayak gini.

Gue bahkan lupa kalau besok itu gue memasuki bulan ke-9. Mungkin gue terlalu egois memikirkan diri gue dan masalah yang ada pada gue saat ini dan gue malah mengabaikan anak gue.

Sehabis maghrib, gue hanya duduk di ruang tv tepatnya di samping Ayah. Gue emang semanja itu sama Ayah, karena anak perempuan.

"Yah, kalo teteh nanti pisah sama Chan-"

"Teh, ayah pengen banget anak ayah bisa punya pasangan sehidup semati. Kalau bisa, teteh harus jadi orang kayak Bi Isah, istri yang sabarnya lebih" kata Ayah sembari menoleh ke arah gue.

Fyi, Bi Isah itu adik nya Ayah yang pernikahannya juga pernah terombang-ambing seperti gue saat ini. Bahkan sekarang dia harus tinggal satu rumah dengan istri kedua suaminya. Demi Tuhan, gue nggak bisa membayangkan jika itu adalah gue, Chanyeol, dan Ryana.

Gue menelan ludah kasar, rasanya tenggorokkan gue tercekat. "Yah, teteh kayaknya nggak bisa. Teteh-"

"Ibu tau teh, pasti susah kan? Sulit terima semuanya?" tanya Ibu yang kini ikut duduk dihadapan gue dan juga Ayah.

"Bu..."

Ayah mengelus punggung gue lembut, "Kalau Chanyeol mau berubah dan janji, keputusan Teteh masih sama?" tanya Ayah.

"Yah!"

"Teh, jadi istri itu emang nggak mudah, nggak gampang. Ibu tahu. Tapi, teteh kan udah memutuskan buat jadi istri Chanyeol. Berarti teteh harus terima apapu konsekuensinya" kata Ibu sembari menatap gue lekat.

Gue semakin nggak mengerti, kenapa Ayah dan Ibu gue seakan nggak mendukung dengan keputusan gue ini.

Gue berdecak pelan, "Bu, tapi Chanyeol udah keterlaluan" ucap gue menegas.

"Iya Ibu tau, tapi kamu tau nggak kalau setiap pendosa pasti punya kesempatan untuk menebus kesalahannya" jawab Ibu seakan membela Chanyeol.

Gue memejam mata pusing, kenapa sih. Anak Ibu dan Ayah itu gue bukan Chanyeol! Tapi kenapa sih seakan Ibu dan Ayah memberi belaan pada Chanyeol?

Gue menggeleng cepat dan tertawa miris. "Enggak bu, enggak. Teteh nggak mau hidup lagi sama Chanyeol dan anak itu. Enggak" kata gue.

"Ibu, teteh ini anak Ibu. Tapi kenapa Ibu kayak ngebela Chanyeol?!" tanya gue seakan tak mengerti.

"Teh.."

"Ayah juga kenapa sih? Kemarin Ayah belain teteh. Tapi sekarang malah ngomong gini"

"Yah, teteh punya hati. Chanyeol udah kecewain teteh selama ini. Apa lagi Yah yang harus teteh pertahanin dari hubungan ini?" tanya gue lagi yang kali ini dengan mata berkaca-kaca.

Ayah menarik gue, "Ayah tau Teh. Ayah ngerti, Ibu juga ngerti" kata Ayah.

"Tapi, teteh kan tau bercerai itu hal yang dibenci Allah. Apapun keadaannya lebih baik tidak bercerai" lanjut Ayah.

Gue bukannya menjawab malah menangis di pelukan Ayah. "Teteh emang nggak mau sehidup semati sama Chanyeol?" tanya Ibu.

Gue dengan bibir bergetar sedikit mengangguk tanpa menatap Ibu. Tunggu, bukan gue munafik, tapi siapa yang nggak mau punya pasangan untuk sehidup semati.

"Itu juga yang Ayah sama Ibu mau, pernikahan kan bukan hal yang main-main teh. Pernikahan itu hal sakral" lanjut Ibu.

Gue menganggukkan kepala tanpa mengeluarkan suar apapun. Gue nggak bisa bicara apa-apa lagi.

Ayah menatap gue dan mengelus perut gue yang sudah sangat besar. "Emang teteh tega, liat anak teteh harus pisah sama Ayahnya? Hm?" tanya Ayah.

"Teteh, tega liat anak teteh nggak bisa habisin waktu sama Ayahnya setiap hari?"

"Teh, teteh udah dewasa. Ayah sama Ibu yakin, teteh bisa ambil keputusan yang paling baik"

Gue mengangguk dan semakin menangis kejer. Gue nggak tahu lagi, rasanya otak gue kalut. Seketika ingatan Chanyeol membawa anak itu ada di kepala gue.

Gue terlonjak kaget saat melihat pemandangan di depan mata gue. "C-chanyeol?" tanya gue memekik.

Chanyeol tersenyum, gue melihat dia saat ini rasanya mau nangis. Kenapa Chanyeol jadi awut-awutan gini, kayak nggak keurus. Badannya juga sedikit kurus, lusuh, wajahnya keliatan lelah.

"K-kamu ngapain?"

"Hari ini kamu check up dedek bayi kan?"

"I-iya"

"Aku jemput kamu"





Selamat malam, selamat bermimpi indah teman-teman.
Kalian tim apanih btw, cerai apa rujuk? Wkwk

Chanyeol as My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang