Empat Puluh Satu

6.9K 851 267
                                    

Gak jadi, jangan sambil dengerin lagu. Lagu itu buat part selanjutnya aja😜

Kini, tinggal gue dan juga Chanyeol. Celine dan Cello dibawa Taeyeon untuk ke rumahnya, dengan alasan Tiffany anaknya ingin ketemu mereka. Sedangkan bayi yang tadi dibawa Chanyeol, dibawa Irene dan juga Sehun.

Gue dan Chanyeol sama-sama terdiam mematung. Hanya suara denting jam yang terdengar di telinga gue dan juga Chanyeol. Gue berdehem membuat Chanyeol menoleh ke arah gue.

"Maaf..." kata gue dengan berusaha menahan airmata. Disituasi seperti ini, gue sama sekali nggak akan bisa berbicara tanpa airmata.

Chanyeol mengerutkan dahinya, menolehkan kepalanya ke arah gue yang duduk disampingnya. "E-enggak, harusnya aku yang minta m-maaf (yn)" kata Chanyeol.

"Maaf, kalau ternyata aku nggak bikin kamu bahagia sampai kamu memilih mencari kebahagiaan dibelakang aku" kata gue dengan rasa sesak yang amat di dada.

Memang menurut kalian aneh untuk gue meminta maaf pada Chanyeol. Seharusnya adalah Chanyeol yang meminta maaf. Tapi menurut gue, semuanya juga berawal dari gue. Kalau aja gue bisa bahagiain Chanyeol lahir dan batin, pasti dia nggak akan berpaling ke yang lain.

Gue bisa lihat, tubuh Chanyeol bergetar, bibirnya pun sama. Gue tahu Chanyeol nggak bisa ngomong apa-apa. Tapi gue butuh kejelasan lebih rinci yang langsung dari bibirnya.

"(yn), a-aku-"

"Oke aku akan dengerin semua penjelasan kamu. Sekarang!" ucap gue setelah menghela nafas.

Chanyeol menundukkan kepalanya. "(yn), a-aku tau aku emang bejat, aku bego, aku tolol, atau apalah. Hiks.. K-kamu boleh tampar aku, kamu boleh siksa aku apapun, (yn). Asal kamu maafin aku, hiks.. A-aku-"

"Aku nggak butuh ucapan itu

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

"Aku nggak butuh ucapan itu. Aku butuh penjelasan" kata gue memotong ucapannya. Chanyeol menunduk dengan kedua telapak tangan menutupi wajahnya.

Chanyeol masih sesegukan dan tak bisa menatap gue. Gue pun sama, nggak akan bisa menatap Chanyeol. "A-aku harus mulai d-darimana? Aku nggak tau (yn). Hiks.."

Gue rasanya bener-bener mau tendang Chanyeol. Mulai darimana? Berarti banyak kebohongan selama ini? Dan gue terlalu bodoh dianggapnya.

"Sejak kapan?" tanya gue dingin tanpa menatapnya. Chanyeol mendongakkan kepalanya menatap mata gue lekat.

"W-waktu itu, w-waktu aku pulang malem dan k-kamu nungguin aku" jawab Chanyeol yang membuat gue tertegun.

Gue baru sadar, betapa bodohnya gue. Itu sudah 7 bulan yang lalu. Dan gue sebodoh itu, nggak tahu apa-apa? Tuhan...

Tangisan gue semakin menjadi-jadi. Hati gue bener-bener remuk dibuatnya. Chanyeol menggenggam tangan gue, tapi dengan cepat gue menepisnya walaupun lembut. "K-kenapa, Yeol. Hiks.. Kenapa?" tanya gue.

"M-maaf (yn), maafin a-aku. Hiks.. Hiks.."

Tak menjawab gue makin menangis dan sesegukan hebat. Kenapa Chanyeol sejahat ini sama gue. Kalau emang dia nggak mencintai gue, seharusnya dari awal dia nggak usah nikahin gue.

Chanyeol as My HusbandUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum