15 - death dresscode

Start from the beginning
                                    

"Hei, dua menit lagi peragaannya dimulai." Max berujar lembut di alat komunikasi Bellezza, nyaris berbisik (itulah suara seseorang yang terbiasa berteriak-teriak di dalam mobil kedap suara, bukan di luar ruangan). "Kau sudah siap?"

"Alpha belum kembali?" Bellezza menggoyang-goyangkan ekor gaun agar semakin menutupi betis. Duh, kayak angsa.

"Alpha akan menemuiku di pintu masuk panggung peragaan."

Bellezza menegakkan tubuh kemudian berjalan menjauhi cermin. "Baiklah."

Pintu ruang ganti terbuka dan Max mendapati dirinya terpukau sekaligus ngeri. Bellezza tampak cantik, tentu saja, bahkan tanpa mode penyamaran Stevani Addine sekalipun. Namun, ketimbang riasan wajah, gaun, tatanan rambut, serta fakta bahwa ada dinamit terikat di betis Bellezza, Max lebih dibuat takut oleh heels pembunuh setinggi sepuluh senti yang dikenakan si mata-mata. Lancip sekali. Max menelan ludah membayangkan ada berapa banyak daging yang dapat disobek Bellezza menggunakan heels tersebut.

Sudut bibir Bellezza terangkat. "Ujung heels tambahan yang dibuat dari logam. Bagaimana menurutmu?"

"Kalau kau sanggup berlari dengan heels itu, kunyatakan dirimu sebagai anggota Venom terkuat," ucap Max serius. "Maksudku, oke, kau menendang bokong Atlas dan Valor sekaligus mengobati mereka berkali-kali. Namun, berlari pakai heels berada di level yang lebih tinggi. Kau paham, 'kan?"

"Mari lihat nanti," komentar Bellezza, menutup pintu di belakang lalu bergegas mendahului Max. Koridor berisi kamar khusus bintang tamu yang ditempati Bellezza dan Max sepi. Ketiadaan para bodyguard mengindikasikan bahwa para desainer telah mengosongkan ruangan mereka.

Max membungkuk hormat selagi melewati Bellezza. "Lewat sini, Nona."

oOo

Setengah jam memasuki acara peragaan busana, dua belas granat cahaya dilempar dan meletus tepat di wajah para keamaan di luar ruang peragaan. Mereka berjengit kaget dan kesakitan, senjata dijatuhkan dan alarm darurat luput dinyalakan karena tangan-tangan digunakan untuk menutup mata yang terserang buta temporer. Pelakunya tak lain adalah Alpha, yang sekarang bersembunyi di ujung lorong dengan saku penuh berisi puluhan senjata mematikan lain.

Max merutuk usai menerima pesan Alpha. Ia ingin menggunduli highlight biru elektrik kesayangan sang kawan, tak tanggung-tanggung seluruh rambut hitamnya sekalian, sebab baru mengabari ketika kejadian berlangsung.

Max buru-buru berlari ke luar ruang peragaan, mendahului para bodyguard lain yang niscaya baru bertindak saat mendengar alarm atau perintah atasan. Deretan tatapan nan menghujat menusuk punggung Bellezza ketika gadis itu ikut bergerak mengikuti Max.

Pintu ruangan terbuka. Keduanya disambut bunyi alarm serta pasukan keamanan baru berwajah panik. "Serangan teroris, Anda diharapkan tetap berada di dalam." Salah satunya mencoba mendorong Bellezza.

"Aku bersama penjagaku." Bellezza bersikeras, membanting pintu ruang peragaan di belakangnya sampai menutup. "Biarkan aku pergi."

"Nyonya, ini demi keselamatan—" Granat cahaya lagi-lagi dilempar. Bellezza memanfaatkan keterkejutan si anggota pasukan keamanan untuk menghantamkan perutnya sekuat tenaga menggunakan lutut sedangkan Max lekas mengunci ruang peragaan, memerangkap para tamu di dalam bersama dinamit kendali jarak jauh yang telah berpindah dari betis Bellezza ke kaki kursi yang tadi didudukinya. Tombol peledak tinggal ditekan, dan itu dipastikan bakal terjadi secepat setelah mereka menjauhi bangunan.

Tembakan menggema dari ujung lorong. Alpha berhasil menumbangkan tiga keamanan, Bellezza membantu memukul pingsan lima di antaranya dalam sekali serang tepat ke titik-titik lemah manusia—leher, dagu, telinga—tentu saja Bellezza mengetahuinya, ia bukan hanya seorang mata-mata spesialis bela diri, melainkan juga paramedis. Kombinasi mematikan tersebut memudahkannya menghabisi musuh semudah mematahkan tusuk gigi.

heart of terrorWhere stories live. Discover now