Belum sempat aku menjawab, aku mendengar suara pintu yang terbuka. Aku menarik Anya sedikit agar tidak terlihat. Wajah Aldi masih pucat dan terlihat lemas.

Aldi berjalan pelan sambil menyentuh perutnya, kurasa sakitnya belum reda. Disaat seperti ini aku ingin mengobati sekaligus memarahinya. Dia tidak perlu terlalu baik. Nanti hatiku terus dicuri.

Hal selanjutnya, membuatku dan Anya terkesiap. Aku membelalakkan mata melihat Aldi yang berlari kearah wastafel  didekatnya dan muntah sangat banyak.
Bel jam istirahat ke dua telah berakhir dua puluh menit lalu, sehingga tidak banyak orang yang memperhatikan Aldi, kecuali aku dan Anya tentu nya.

Disaat aku berpikir, untuk segera menghampiri Aldi, aku malah memlilih membeku ditempat. Sedangkan, aku mendengar langkah seseorang berlari. Aku menoleh dan melihat Anya berlari kebelakang, selanjutnya Anya memalak seorang culun, yang entah siapa namanya.

Anya kembali berlari kearahku sambil membawa sebotol air mineral. Anya menyerahkannya padaku cepat-cepat. "Nih, kasih Aldi! Mumpung belum sekarat."

Aku malah menjadi dungu di tempat, hanya memandang Anya dan botol itu bergantian.

"Astaga, geblek nya nanti aja. Kasih ini dulu, cepetan!" Anya menyerahkannya ke tanganku.

Aku tersenyum, "Thanks." Aku tidak tahu, dalam hal seperti ini. Anya lah yang lebih tanggap.

Aku segera berlari mendekat kearah Aldi. Aldi tengah berkumur dan sesekali terbatuk. Aku ingin sekali menangis dan menonjok wajah tampannya.

Aku menyentuh bahu Aldi dan membuat si empunya berbalik. Seketika, mataku berkaca-berkaca melihat wajah pucat Aldi yang nampak terlihat walau sudah dibasuh dengan air.

Aku mengulurkan botol yang kubawa. Aldi menatapnya sekilas, lalu kembali memandangku dengan teduh seakan mengatakan kalau dia tidak membutuhkannya.

Aku sedikit mendekat kearahnya, mengusap air yang menetes dipelipisnya. Aku melipat bibir kedalam dan menekan gigiku agar tidak menangis, walau sudah ketahuan dari mataku yang berkaca-kaca.

"Maaf ya." Ucapku lirih, Aldi tersenyum lemah. Menggetarkan hatiku, menuntun agar lebih sakit lagi. Benar saja, air mataku langsung menetes satu persatu. Tidak tega.

"Hey, nggak papa. Alda. Udah mendingan kok!" Jawabnya menenangkan, ikut cemas melihatku menangis. Dengan perlahan dia mengusap air mataku yang malahan terus keluar.

Aldi tertawa kecil, "Pinter banget pipinya kalau ngode minta diusap gini." Dia mengusap pipiku pelan.

"Ayo ke UKS!" Senggukku lirih persis anak kecil lalu menghapus air mata sendiri.

"Abis ini aku ulangan Fisika. Nggak-"

"Dasar batu nancep dikepala!"

Sebelum Aldi sempat menjawab, aku sudah berlari pergi ketempat aku dan Anya berdiri. Aku menarik Anya untuk segera pergi.

Jika aku mendengar jawaban Aldi, maka bendungannya akan jebol seketika itu. Tidak peduli sekali dengan kesehatan sendiri.

********

Perasaan, aku masih melamunkan Aldi. Tetapi, kenapa langsung buyar dan tergantikan dengan ketukan kecil di dahiku.

"Aduh." Aku semakin meringis karena ketukan yang terakhir lumayan keras.

Aku menoleh. Ah, aku lupa kalau aku masih didalam mobil dengan papa yang menyetir. Namun, mobil tidak terlihat jalan. Aku kembali menoleh kearah sebelumnya, dan aku tertawa kecil. Ternyata sudah sampai di sekolah.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now