25

804 67 1
                                    

Jika aku diminta memilih antara kamu dan dia, aku akan memilih yang pasti.
Namun, kalian bukanlah kepastian.

♡♡♡

Aku menggeliat pelan masih merasakan kantuk yang sangat walaupun aku sudah mandi. Ini karena semalam mimpi yang sialan sungguh buruk. Membuatku terjaga ditengah malam dan memutuskan untuk melihat film sampai aku kembali tidur pukul 4 pagi dan bangun pukul 6.

Alhasil, aku mendapat semprotan baygon oleh Mama dipagi hari. Lihatlah, sampai saat ini mama masih menggerutu kesal waktu menyiapkan bekal.

Aku melihat mama menghampiriku, aku menguap lebar tak menutupinya sambil memejamkan mata. Aku melotot saat mama menyumpal mulutku dengan apel.

"Mamaaa." Rengekku kesal setelah mengambil apel itu, tapi mulut ini malah gatal ingin menggigit apel menggiurkan ini.

"Kamu itu udah besar Alda, udah SMA, kelas XII. Malu sama ayam. Bangun itu harus pagi, nanti kalau kamu punya suami gimana?" Terus saja mama mengucapkan kalimat itu sampai aku berpikir apa mama tidak bosan?

"Ya, aku cari suami yang terima apa adanya." Ucapku santai tetap menggigit apel.

Mama menjitak kepalaku pelan membuatku cemberut.   "Ampuni hamba Gusti, tapi kan, ya kasian nanti suami kamu nggak terurus, terbengkalai karena punya istri malas kayak kamu." Ucap mama pedas masih dengan omelan panjang ala ibu-ibu, sesekali mulutnya berkomat kamit menahan gerutuan.

Melihatnya aku tertawa, "Mama aja perfect gini ditinggal papa terus."

Aku bermaksud bercanda, tetapi melihat mama terdiam, seketika membuatku merasa bersalah. Aku segera menghampiri mama dan memeluknya, lenganku melingkar erat pada pinggangnya. Menyandarkan kepalaku didadanya.

"Maaf ma, Alda nggak bermaksud buat mama-"

"Sstt, nggak papa sayang. Kamu nggak boleh bilang gitu, papa itu kerja buat kamu, buat kita." Ucap mama membelai rambutku penuh sayang, aku memejamkan mata menikmati belaian seorang ibu.

"Tapi, kenapa selalu susah buat ngeluangin waktu sebentar aja buat ketemu kita atau hubungin kita?" Aku mengucapkannya dengan lirih tetap bersandar, ingin memancing agar mama terbuka padaku.

Aku ingin merasa berguna sebagai seorang anak, mampu membahagiakan bukan menyusahkan.

"Siapa bilang, tadi pagi papa telfon, bilang papa ada proyek di Jakarta selama satu minggu." Mama melepaskan pelukan kami. Menatapku sambil tersenyum lembut.

"Alda takut kalau papa-" Aku menghentikan ucapanku lalu mengalihkan pandangan dari mama. "Main perempuan." Ucapku akhirnya.

Aku merasakan mama menegang sesaat sebelum mama menampar mulutku kecil membuatku meringis lalu mengusapnya.

"Ucapan itu doa Alda. Kamu harus percaya sama papa. Papa sayang kita, keluarga kecil kita. Cuma papa punya cara tersendiri." Mama berujar lirih.

Aku curiga pada mama, sampai aku berpikir kalau dugaanku ternyata benar. Tapi, aku tidak mengatakan apapun lagi selain mengangguk. Aku juga teringat ucapan papa saat bersamaku. Sungguh, itu membuatku bingung harus mengartikan seperti apa.

"Alda sayang mama." Aku mencium sayang pipi mama. Memejamkan mata menahan rasa sakit atas ketidaktahuan ini.

Mama tersenyum kembali membelai rambutku. "Mama juga sayang Alda."

Mama memasukkan bekal kedalam tasku dan aku mengikuti mama menuju mobil. Hari yang panjang dengan resah dan kantuk.

*******

Semu [Completed]Where stories live. Discover now