13 - another bonding time ft. grocery shopping

Mulai dari awal
                                    

Deduksi orang bangun tidur mestinya tak boleh setepat itu, pikir Alpha, tetapi inilah Andromeda yang sedang dibicarakan.

Sembari menunggu Andromeda membilas diri, Alpha menanggalkan pakaian kemudian mengganti air bathub—berwarna ungu bekas campuran bathbomb plus air liur—dengan yang baru. Hak penuh atas kamar mandi dinikmati Alpha seorang diri mengingat dua anggota regu ketiga lain masih belum menuntaskan urusan masing-masing

oOo

Urusan yang dimaksud di sini adalah urusan sebagai juru masak bagi Atlas dan cleaning service bagi Valor. Singkatnya, bapak-bapak rumah tangga khusus Venom (peringatan keras: jangan singgung sebutan itu kalau tidak mau yang bersangkutan memutuskan mogok kerja selama berbulan-bulan. Mansion tak pernah sekotor itu sebelumnya).

Pukul 11.53 malam waktu setempat, Valor baru selesai meletakkan peralatan makan di meja ketika menyadari ada yang tidak beres. Kompor tidak menyala. "Oi, jelek," panggilnya setengah mendengus. "Kenapa berhenti?"

Atlas menghela napas. Dilepasnya celemek memasak yang ia kenakan sebelum berjalan melewati sekat yang membatasi dapur dengan ruang makan. "Aku kehabisan bumbu."

"Are you fucking kidding me?" Valor mengerang. Perutnya merongrong kelaparan setelah hanya makan sepiring pai apel sepanjang malam.

"Aku ke supermarket sekarang."

Dahi Valor mengernyit. "Tidak ada supermarket di Vioren," katanya, menghantamkan piring ke atas meja.

Langkah Atlas terhenti di ambang pintu. "Yeah, terus?" Nada suaranya bingung. Ia memandang Valor, balas mengernyit. "Aku tahu." Ia menghindar tepat waktu ketika sebuah kain lap melayang ke arahnya. "Oke. Kusimpulkan kau jadi bego karena lapar"—lemparan lagi, mengelak lagi—"apa, sih? Kau mau ikut ke Distrik Petrova?"

Valor kontan menurunkan tangannya yang tengah memegang garpu. Oh, maksudnya belanja di supermarket Distrik Petrova. Terkutuklah Distrik Vioren dan segala kemiskinannya "Tidak. Sana."

Kedua alis Atlas terangkat. Jika ada sesuatu yang memang ingin dikatakannya, ia memilih tutup mulut dan melenggang pergi meninggalkan Valor.

Sesaat, Valor yakin dia akan meminta Max mengantarnya naik motor demi alasan cepat, murah, dan terjangkau. Namun, keyakinannya mengendur begitu mendengar sorak sorai mencurigakan di ruang tengah. Ia baru saja bangkit guna memastikan apa yang sampah itu rencanakan karena Atlas adalah manusia sialan dan dia tidak bisa dipercaya barang sedetik ketika Ray mendadak muncul. Cengirannya terpampang lebar dan membutakan seperti biasa.

"Apa?" Valor menegang, serta-merta curiga terhadap binar berlebihan yang menyebabkan iris rubi Ray seolah bertambah merah.

"Ayo ikut berbelanja!"

"Tidak?" Kecurigaan Valor terbukti. "Pergilah, aku jaga mansion saja."

Enggan menerima penolakan, Ray berjalan menghampiri lalu menarik lengan Valor. "Ayolah, semua orang ikut!" serunya antusias. "Tanpa kau jago bela diri sekalipun, orang-orang Vioren mustahil sanggup merampok rumah seseorang."

Valor menggerutu selagi membiarkan Ray menyeretnya pergi, tak memberi kejelasan apa pun melalui kata-kata tentang apakah ia menolak atau setuju. Syukurlah Ray sudah terlatih buat mengetahui jawabannya.

Mereka berangkat menggunakan mobil minivan, dengan Max sebagai supir tentunya. Aroma bermacam-macam sampo menguar begitu ac dinyalakan, bahkan ada sisa-sisa bau lulur. Yang satu itu tak perlu ditanya milik siapa: pasti Lucille yang habis memanjakan diri.

"Woo-hoo, akhirnya kita punya alasan buat belanja tengah malam!" seru Alpha riang, sebelah tangannya melambai-lambaikan secarik kertas penuh tulisan cakar ayam. "Aku punya daftar snack. Pasokan kita mulai menipis."

heart of terrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang