Anya menggenggam tanganku, "Kita nggak maksa, cerita bagian manapun yang pengen lo tumpahin! Kita sahabat lo Al!"

Aku tersenyum lembut, "Waktu gue masih kecil, gue punya temen cowok. Dia baik banget, menurut gue dia udah jadi sosok yang sempurna sejak dia kecil. Gue sering panggil dia mermaid man." Aku tertawa kecil membayangkannya, seolah aku masuk kedalam masa kecilku lagi.

"Kita terlalu sering sama-sama, mungkin dia udah bosen sama gue, sampai dia ninggalin gue, nggak kembali sampai sekarang." Anya dan Ica meremas kedua tanganku. Hanya genggaman seorang sahabat yang mampu menentramkan hati. Itu yang kurasakan saat ini.

"Lo tau dia pergi kemana?" Tanya Ica hati-hati. Aku menggeleng, "Sore itu kami masih main, setelah dia dijemput, sejak hari itu gue nggak pernah ketemu dia lagi." Aku menunduk, walau aku sudah menceritakan sebagiannya pada Aldi, masih saja aku merasakan tusukan kecil dihatiku.

Aku terus melanjutkan, "Sampai gue ketemu Aldi, matanya sama. Beberapa ucapannya juga ngingetin gue sama dia, gue kira itu dia, tapi bukan, Mereka nggak sama." Aku tersenyum pahit menyadari bahwa aku masih terus bertahan sampai saat ini. Bahkan, semua  ini hampir membuatku berpikir akan rasa yang tumbuh untuk Aldi.

"Terus lo suka sama Aldi karena merasa ada dia didalam diri Aldi?" Tanya Ica yang menatapku serius. Aku menatap sekitar, tidak ada yang memperhatikan kami.

"Bukan, Cara Aldi ngingetin gue, Semua ucapannya bikin gue sadar, segala penantian nggak akan ada yang sia-sia namun bisa berakhir, dan kalaupun tidak sesuai, Tuhan pasti memberi yang lebih baik." Aku menghela nafas panjang, melihat Anya dan Ica ragu sekaligus malu.
Ica menaikkan sebelah alisnya dan Anya yang melihatku untuk memintaku melanjutkan.

"Gue suka berdebar nggak jelas kalau deket dia, sebentar gue bakal kesel sama dia, tapi dia pengaruhi gue buat buka mulut, sekadar tersenyum. Caranya nggak mampu ditolak hati gue." Aku menyenderkan tubuh kekursi, tersenyum seperti mendongeng.

Sedetik kemudian, aku melihat mereka berdua sendu, "Gue takut kalau gue mulai suka sama Aldi. Gue takut, Aldi ninggalin gue sama persis kayak dia ninggalin gue gitu aja." Aku menunduk lirih,

berjuta kemungkinan selalu membayangiku sejak malam itu, membuatku takut untuk mengaku pada hatiku, bahwa aku menyukai Aldi dan memutuskan untuk berhenti mencari dia. Tidak ada keputusan yang tepat atau jawaban yang melegakan. Semuanya serba mengabur, saat aku merasa harus meraih bahagia yang telah disiapkan Tuhan, aku malah terhenti hanya karena kenangan pahit yang memang tidak akan hilang. Aku masih mencoba mengikhlaskannya.

"Gue tau Aldi, seperti yang gue bilang, lo sama Aldi cocok. Kalau lo bisa percaya dia, gue yakin dia nggak akan ngelepasin lo. Lo hanya perlu membuka pikiran lo, liat sikap Aldi ke lo selama ini!" Ucap Anya lirih sambil menggenggam tanganku.

"Tapi, Aldi pernah bilang. Kalau dia itu sayang gue, yang perlu gue lakuin adalah nunggu dia kembali. Aldi juga bilang, kalau dia juga punya temen kecil yang Aldi sayang. Menurut lo, pantes gue punya perasaan sama Aldi?"

"Lo tau, selama gue sekolah disini, gue nggak pernah tau Aldi deketin satu cewek barang cuma PDKT. Tapi liat, lo baru dateng Aldi udah ngasih perhatian beda ke lo." Sahut Ica bergantian.

Aku menatap mereka berdua dengan serius, "Lo berhak bahagia, dan itu ada sama Aldi." Anya mengucapkannya dengan tulus. Aku balas menggenggam tangannya dengan erat.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now