1860

10.4K 1.1K 67
                                    

Mohon dukungannya selalu. Beri voment atau hanya vote tanpa komen saja itu sudah menghargai karya saya.

Salam sayang

Mm

*****

Ada yang bertanya mengapa aku memberi judul tahun itu? Semua berawal dari kegiatan study tour yang akan diadakan oleh kampus mengenai sejarah yang ada di Indonesia.

"Bu, kita ke Candi Borobudur saja."

"Kita ke Monas, Bu."

"Bagaimana kalau ke Makam Para Pahlawan?"

Begitu banyak pilihan dari teman - teman tapi hanya ada satu pilihan yang akan kami tuju. Setelah berdiskusi bersama - sama akhirnya kami memutuskan ke Semarang atau lebih tepatnya ke Lawang Sewu.

Kalian tahu Lawang Sewu, bukan? Perjalanan yang kami tempuh melalui darat yaitu naik bus menuju Semarang. Ya maklum kami ini mahasiswa di mana tidak semua dari kami berduit jadi tidak naik pesawat.

Pertama kali mau naik bus menuju Semarang ada rasa keraguan. Apakah aku harus ikut atau mengundurkan diri saja? Namun rasa keraguan itu aku tepis, karena ini adalah tugas kuliah yang harus dikumpulkan.

"Kamu senang Hana? Aku senang karena aku bisa lihat Lawang Sewu. Apa benar di sana ada 'mereka' yang diceritakan orang - orang?"

Aku tersenyum masam saat salah satu temanku ingin ke sana hanya karena ingin memastilan apakah 'mereka' ada.

Sebenarnya senang saja naik bus ke Semarang meskipun 'mereka' ada di mana saja. Mereka ada di mana saja, di jalan ataupun tempat yang tak terpakai selama perjalanan.

"Aku ikut Hana."

Selama perjalanan Felicia selalu menemaniku. Dia tidak pergi dari sisiku. Ya jadi aku punya 'teman' tambahan selain teman kampus. Tak apa - apalah karena aku jadi tidak sendirian.

Memasuki kota Semarang yang tak pernah aku injak serasa kembali ke masa lalu di mana ada banyak penjajahan Belanda. Ada rasa senang dan ada juga rasa sedih melihat betapa sengsaranya bangsa kita di jaman dulu.

"Akhirnya kita sampai juga di sini. Mari kita siap - siap ke sana."

Suara dari Bu Dosen membuyarkan lamunanku saat tanpa sengaja mataku tertuju pada bangunan di atas.

"Ada apa Hana?"

"Tidak apa -apa."

Aku jawab saja tidak ada apa - apa saat teman sebangku di dalam bus menanyaiku. Bukan tanpa sebab aku melihat ke arah atas hingga kata teman aku ini melamun. Jika kalian pernah berkunjung ke Lawang Sewu dan pertama kalian masuk ke gerbang utama pasti kalian tahu jendela bangunan atas?

Nah aku melihat sesosok gadis kecil melihat ke bawah. Penuh tatapan dingin dan hanya berdiam mematung di jendela sambil melihat kami atau lebih tepatnya aku yang dia lihat.

"Jangan lama - lama di sini, Hana."

Felicia sudah memberitahuku sebelumnya jika tempat ini memang banyak penghuninya. Memang yang aku rasa seperti itu. Pertama kali memasuki gedung ini aku bisa merasakan aura yang membuat aku merinding.

"Di sini akan pemandu yang akan memandu kalian mengenal sejarah Lawang Sewu sampai berdiri hingga saat ini."

"Sebelum kalian masuk dan melihat semua ruangan yang ada di sini ada baiknya jangan berpencar. Tetap seperti ini dan ikuti kemana saya membawa kalian pergi untuk melihat."

Sebelum kami benar - benar memasuki gedung tersebut sang pemandu memberitahu kami agar tidak jahil, bicara kotor dan berpencar karena akan menyulitkan. Untungnya waktu itu masih siang hingga tidak terlalu menakutkan untuk aku.

"Kamu dari mana."

"Kamu bukan orang sini?"

Saat aku dan teman lainnya sudah masuk ke gedungnya. Aku disambut oleh dua gadis kecil berusia 12 tahun ke bawah. Gadis kecil tersebut adalah anak - anak Belanda. Bagaimana rupa mereka? Aku akan mengatakan jika dua anak Belanda itu cantik rupanya. Satu gadis kecil memakai baju tidur khas jaman Belanda dengan rambut panjang. Sang temannya memakai gaun panjang yang dimiliki oleh anak - anak Belanda yang kaya di jamannya. Rambut mereka seperti warna emas dan kulit yang putih bersih. Pertama aku tak menghiraukan perkataan dua gadis kecil ini tapi rasanya aku capek saat mereka mengikuti ke mana arah langkahku berada dengan sebuah pertanyaan yang sama.

"Kami tahu kamu bisa melihat."

"Kami tahu kamu bisa mendengar."

"Iya aku bisa melihat dan mendengar kalian."

Akhirnya aku menjawab pertanyaan mereka meski aku berkata menggunakan suara di dalam hati. Jika aku tidak menjawab pasti mereka akan mengikuti aku terus.

"Untuk apa kalian datang ke sini?"

"Untuk melihat dan mengetahui sejarah yang ada di sini."

Rasanya aku seperti melakukan interview saja waktu itu. Bedanya mereka adalah makhluk astral dan tak bisa dipegang.

"Banyak sejarah kelam di sini."

Aku hanya menggangguk saja saat mereka mengatakan itu. Bukannya aku tidak mau memperhatikan tapi aku harus fokus melihat jalan agar tidak salah mengenali orang.

Oh,ya selama aku dan dua gadis kecil itu bercakap - cakap sebenarnya mereka menggunakan bahasa Belanda. Aku paham apa yang mereka katakan tapi aku tidak bisa menggunakan bahasa tersebut. Begitu juga dengan mereka berdua.

"Kami memahami apa yang di katakan orang - orang sini tapi kami tidak bisa berbicara."

Jadi maksudnya mereka mengerti arti pembicaraan dari orang - orang yang memakai Bahasa ibu tapi di saat mau mengucapkan mereka tidak bisa.

"Berapa lama kalian berdua di sini?"

"Kami di sini sudah ada sejak lama, Hana."

Ketika aku dan teman - teman sampai di sebuah lorong di mana ada suatu tempat kosong yang benar - benar lenggang. Dulunya ruangan ini adalah kantor administrasi pada jaman Belanda.

Memang benar yang dikatakan oleh pemandunya karena rasanya aku ditarik untuk masuk ke dimensi mereka saat masih hidup. Aku bisa melihat kesibukan mereka di ruangan ini. Suara mesin ketik ( mesin ketik kuno ), suara bising dan dokumen- dokumen yang ada di atas meja. Di dinding aku dapat melihat sebuah kalender. Tertulis 1860, aku tahu tahun itulah mereka masih hidup sebelum mereka meninggal.

Tak..tak..tik..tik...

Bunyi mesin ketik terdengar di semua penjuru ruangan. Banyak dari mereka berlalu lalang. Ya seperti kesibukan kantor pada umumnya. Ada yang berlari - lari sambil tanpa sengaja menabrak aku.

Ada yang berjalan sambil memegang dokumen dan melihat ke arahku tapi setelah itu pergi dengan karena kesibukannya. Ada yang duduk di kursi dengan mengetik dokumen. Pokoknya serasa berada di kantor saat bekerja dan sibuk sekali mereka.

"Sudah biasa mbak mereka seperti itu."

Bapak pemandu rasanya mengerti apa yang aku lihat dan aku rasa saat ini.

"Memangnya bapak bisa melihat?"

"Dulunya tidak, Mbak. Karena saya kerja di sini dan sudah sering lihat mereka ya lama - lama bisa merasakan kehadiran dan melihat penampakan di sini."

"Bapak takut?"

"Awalnya iya tapi sekarang tidak, Mbak. Asal niat kita baik selama ini mereka tidak akan pernah mengganggu."

Perbincangan aku dan bapak pemandu terus berlanjut mengenai ruangan itu yang dulunya digunakan sebagai kantor bagian administrasi. Dua gadis kecil itu masih mengikuti ke mana saja aku melangkah sambil sekali - kali bercerita mengenai kehidupan mereka. Jadi selama perjalanan study tour kali ini aku mendengarkan bapak pemandu dan dua gadis kecil Belanda.

Cerita ini akan aku sambung di part selanjutnya ya. Ada hal yang ingin aku ceritakan mengenai Lawang Sewu.

#Flumengganggunih. 😁😁😁

Tbc

Hana's Indigo (True Story) ( Repost Ulang Sampai Tamat )Where stories live. Discover now