Awal Masuk SMA

18.8K 1.5K 71
                                    

"Kalian ada di manapun. Mengikuti arah aku pergi."

******

Pada tahun 2007 aku mau mencari sekolah SMA di Probolinggo dengan jarak rumah tante dan sekolah tidak terlalu jauh. Maklum untuk menghemat uang tentunya. Hal pertama yang aku lakukan adalah mencari beberapa sekolah dengan biaya yang tidak terlalu tinggi.

Pagi - pagi aku dan mama naik kendaraan umum ke kota. Kami lebih suka naik angkot daripada naik mobil karena mobilnya itu ada di desa. Memang enak naik angkot tapi ada juga tidak enaknya loh. Di mana - mana aku harus melihat penampakan mereka. Ada yang berdiri di jalan, di pohon atau di sebuah rumah kosong.

Kebetulan saat itu angkot yang kami tumpangi lagi berhenti menunggu penumpang. Angkot ini berhenti di sebuah rumah kosong yang lumayan besar dengan rerimbunan banyak pohon. Meskipun dari luar rumah itu tampak asri dan bersih tidak ada daun - daun yang berserakan tetap saja bagi aku lain ceritanya.

Bagi aku menunggu sepuluh menit itu sama seperti satu jam lamanya. Dari dalam angkot aku melihat rumah yang bercat putih gading itu ada anak - anak yang bermain petak umpet. Mereka berpakaian layaknya pakaian yang aku kenakan. Ada empat anak yang bermain. Dua anak lelaki dan dua anak perempuan. Kisaran umur mereka antara umur 8 - 9 tahun. Mereka tertawa gembira.

Selain melihat anak - anak itu aku juga melihat sepasang suami istri ( mungkin ) sedang duduk di teras. Bagi yang tidak bisa melihat rumah itu tampak kosong tidak berpenghuni. Lain denganku yang bisa melihat mereka. Dari jauh aku melihat kehidupan di rumah itu. Suara anak - anak, suara orang yang berbicara dan suara yang melakukan aktifitas layaknya orang pada umumnya.

"Lihat apa, Hana?"

Pundakku ditepuk oleh mama karena mataku tak lepas dari pandangan lurus menuju rumah kosong tersebut. Saat penumpang sudah penuh si angkot ini mulai berjalan. Tepat saat menoleh ke rumah itu. Lagi, aku melihat anak-anak itu berjajar berdiri menatapku sambil tersenyum dan melambai.

Rumah itu terletak di pinggir jalan menuju pantai Bentar. Rumah itu sampai sekarang masih ada. Sebelum aku pindah ke Surabaya aku melihat rumah itu sudah dihuni oleh orang-orang dan juga mereka.

******

Kembali mengenai cerita sekolah, aku dan mama naik becak berkeliling sekolah. Ada dua sekolah yang menjadi incaran kami. Sekolah yang pertama yang kita datangi berada di dekat supermaket. Bangunannya sudah tua tapi bukan berarti jelek. Pertama masuk halaman sekolah ini aku sudah merasakan hawa yang tidak enak. Bulu kudukku merinding.

Ada sebuah taman di mana banyak ditumbuhi oleh pepohonan cemara dan pohon beringin. Aku tidak masuk hanya menunggu kabar mama.

Ketika duduk di bangku taman aku didatangi oleh seorang bapak. Bapak itu memakai kaos lengan panjang dan celana panjang. Aku kira bapak tersebut tukang kebun tapi salah.

"Dulu ini tempat kami, Nduk."

Aku dipanggil "nduk" bukan namaku seperti biasanya.

"Tempat apa ini, Pak?"

Karena aku sendirian dan butuh teman ngobrol akhirnya aku berbicara dengan bapak tersebut.
Untungnya bapak itu wajahnya tidak seram.

"Ini pemukiman kami, Nduk."

"Tempat tinggal bapak?"

"Iya sebelum diambil alih oleh tangan yang tak bertanggungjawab."

"Apa bapak tidak marah?"

"Kami orang tak punya mana bisa kami marah, Nduk."

Aku menggangguk saja tanpa mau mengomentari.

"Bapak sudah lama di sini?"

Hana's Indigo (True Story) ( Repost Ulang Sampai Tamat )Where stories live. Discover now