Curhatan Di Alam Lain

16.6K 1.3K 70
                                    

Mohon dukungannya selalu. Beri voment atau vote itu sudah menghargai karya saya.

Salam sayang

Mm

"Ketika kesedihan mereka adalah kesedihanku juga."

******

Kita sebagai manusia tidak akan pernah mengetahui di usia berapa Tuhan memanggil kita. Kita sebagai manusia hanya bisa menunggu dan selalu berbaik kepada semua orang. Kisah yang aku ceritakan sebenarnya ada di karyanya kakakku tapi di sini aku mau berbagi kisah ini secara penuh. Maklum kakakku membuat cerita sebagian besar adalah kisah yang aku alami bersama mereka.

Kisah ini di mulai saat aku dan kakakku pergi ke rumah sakit untuk mendaftarkan nomer antrian untuk mama. Kebetulan rumah sakit itu ada di depan sekolahku dan aku pulangnya tidak terlalu siang. Setiap Jumat pasti sekolah di manapun (kecuali Internasional ya) pulangnya jam 11 agar ada yang bisa Shalat Jumat.

Sepulang sekolah kakakku sudah menunggu di kos dan kami akhirnya berjalan kaki menuju ke rumah sakit. Sebelum aku melangkahkan kaki masuk ke ruangan pendaftaran aku sudah merasakan banyak yang mengawasiku. Auranya kebanyakan aura kesedihan, kemarahan dan penolakan. Rupa mereka jika dalam kesedihan akan tampak dengan menunjukkan wajah yang menunduk dan menangis sedangkan jika mereka dalam keadaan marah atau penolakan karena belum siap meninggal biasanya mereka menunjukkan wajah yang menakutkan dan seram.

"Kamu tunggu di sini biar antriannya tidak panjang."

Kakak menyuruhku duduk di bangku kayu yang panjang dan putih warnanya di depan ruangan antrian.

"Aku mau cerita."

Tiba - tiba saja ada seorang perempuan muda duduk di sebelahku dengan baju panjang warna biru muda dan berdarah di perutnya yang mengalir terus ke lantai.

"Kenapa kamu tahu aku bisa melihat?"

"Aku bisa tahu hanya dengan melihatmu saja dari depan."

"Apa yang mau kamu ceritakan?"

"Aku hanya ingin bercerita saja. Aku belum siap untuk pergi."

"Memangnya kenapa?"

"Aku ingin menjaga anakku."

Akhirnya mengalirlah cerita dari wanita muda ini. Dia baru saja meninggal karena melahirkan. Anaknya selamat dan di rawat oleh ayahnya saat itu. Dia akan pergi jika anaknya dalam perawatan yang baik. Dia tidak menyebutkan siapa namanya. Jadi panggil saja dia Sari. Sari waktu meninggal usianya sekitar 20-an. Sari tidak mau menyebutkan usia sebenarnya.

Mungkin bagi orang lain konyol ya karena kok bisanya di curhatin oleh mereka yang sudah tiada. Jangan salah mereka juga butuh tempat / orang yang bisa mendengarkan kisah hidup mereka tapi terkadang masalahnya setiap orang bertemu dan berpapasan dengan mereka pasti orang - orang pada lari duluan atau pingsan. Itu yang mereka katakan kepadaku.

"Kami hanya ingin di dengar bukan di takuti meskipun rupa kami menakutkan bagi mereka. Sebagian dari kami tidaklah jahat."

Kembali ke cerita Sari. Sari menikah di usia muda dan dia sangat bahagia bersama suaminya. Sejak hamil Sari sering merasa sakit - sakitan tapi dia bertahan untuk anak yang akan dia lahirkan. Aku bisa merasakan kesedihan yang di rasakan Sari meskipun aku belum menjadi ibu. Kesedihan tidak bisa melindungi anaknya, tidak bertemu anaknya dan melihatnya tumbuh besar hingga anaknya menikah.

"Aku tidak akan pernah bisa memegang anakku dan melihatnya tumbuh besar."

"Aku ingin sekali menyentuhnya tapi aku tidak mau ia takut denganku."

Hana's Indigo (True Story) ( Repost Ulang Sampai Tamat )जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें