"Papa nanti kerja lagi?" Tanyaku hati-hati, takut-takut membuat suasana hati papa berubah.

"Iya, nanti ada meeting sore. Besok pagi pulang. Kenapa?" Papa menatapku lembut.

Aku menutupi perasaan bahagiaku karena besok papa akan pulang, perasaan ini terlalu membuncah takut diriku sendiri aku akan meledak.

"Asiik papa pulang. Kasian mama tuh pa kesepian dikamar." Aku tergelak sendiri, namun tawaku segera mereda karena papa merubah wajahnya menjadi datar. Aku menatap papa cemas.

Papa terdiam cukup lama, aku juga tidak tahu lagi ingin bilang apa. Aku menunduk menyesali ucapanku.

"Papa rasa kamu udah cukup besar untuk tahu masalah papa dan mama." Aku mendongak menatap papa yang kini mengalihkan pandangannya kearah jalanan.

Papa menghela nafas, dari wajahnya aku menyadari ada gurat lelah dan keriput di sekitar pipi dan dahi juga terlihat walaupun itu tidak mengurangi karismanya. Aku menatap sedih pada papa. Apa yang terjadi pada keluarga kami sebenarnya?

"Kamu tau kan perubahan pada hubungan papa dan mama?" Papa kembali bertanya namun tidak mengalihkan pandangannya.

"Alda cukup tau pa, Alda juga tau percakapan papa dan mama dipasar malam itu. Yang Alda nggak tau, apa masalahnya pa?" Papa menatapku. jangan menangis jangan menangis ramalku ketika melihat raut sendu dan sorot lelah pada wajah papa.

"Papa juga nggak tau dalam masalah ini yang salah siapa? Papa atau mereka? Tapi, papa merasa berdosa sama kamu, sampai papa juga mengabaikan kamu

dan meninggalkan kamu dengan beban akibat kesalahan papa dan mama." Papa menggenggam tanganku. Aku mengernyit berusaha memahami masalah apa yang terjadi. Nihil, aku tidak menemukan apapun.

"Papa sama mama kenapa?"

"Sebenarnya-" ucapan papa terpotong karena pelayan tadi datang membawakan pesanan kami. Aku mengumpat dalam hati, baru saja aku akan tahu dan semua pertanyaanku akan terjawab.

Aku menghela nafas sembari mengalihkan pandangan ke jalanan.
"Silahkan menikmati." Aku tidak menoleh, pandanganku terpaku pada dua insan lawan jenis yang tengah bergandengan sambil menyebrang.

Aku tidak tahu bagaimana rupanya karena mereka memunggungiku. Tetapi aku merasa familiar dengan wanita itu. Cara berjalan dan punggungnya aku juga merasa familiar.

Terlihat seperti mama?

Tetapi kalau memang mama siapa lelaki itu? Ah tidak mungkin, aku mengenyahkan pikiranku dari hal berprasangka.

Aku kembali menatap papa. "Kamu makan dulu. Habis ini papa mau ke kantor."

Sialan.

Aku merutuki pelayan tadi, eh apa salahnya? Huh, andai pelayan tadi tidak datang, pasti papa sudah bercerita. Dan sekarang papa mengalihkan perhatiannya pada kopi pahitnya. Aku memakan makananku dengan cepat, siapa tahu ada waktu buat papa cerita sebelum kembali bekerja kembali.

"Makannya pelan-pelan Alda, belum mau kiamat." Aku tersedak mendengar ucapan papa lalu minum dengan cepat.

"Papa dapet kata-kata itu dari mana? Ya ampun." Aku menggeleng gelengkan kepala.

"Kenapa? Kelihatan gaul ya?" Papa terkekeh sendiri. Kekehan papa menjalar kepadaku. Waktu di cafe kami habiskan dengan bicara masalah sekolah, perkembangan proyek papa dan papa yang menggodaku.

********

Papa menghentikan mesin ketika sudah sampai di depan rumah. Aku tersenyum lebar ketika melihat kantong kresek penuh dengan coklat dan cemilan.

Semu [Completed]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ