Shock Terapi Dito

40.9K 1.9K 262
                                    

Hai!!! Sorry banget lama updatenya, beberapa hari ini aku lagi sibuk banget dan gak sempet nulis lanjutan Edward, pas ada kesempatan nulis dan mau diupdate ceritanya hilang, kesel nggak tuh!! Jadi aku minta maaf buat kalian yang udah nungguin Edward-Mona,

Happy reading.


"Papa!!!!" Lengkingan suara milik Alif menerpa gendang telinga Edward begitu pria itu membuka pintu ruang rawat, dengan wajah penuh senyum pria itu melangkah ringan mendekati ranjang Alif, membawa tubuh mungil itu kedalam pelukannya.Senyum Edward kian berkembang saat sepasang tangan mungil itu balas memeluknya.

"Papa senang anak papa udah sehat," ciuman bertubi-tubi dilancarkan Edward dipuncak kepala anaknya. Alif sudah membaik, perban yang melilit kepalanya sudah dilepas begitu juga lengan mungilnya telah terbebas dari tusukan jarum infus. Wajah Alif tak lagi sepucat sebelumnya, sinar matanya kembali berbinar menatap setiap orang yang datang menjenguknya, 

Tangan mungil Alif yang sedari tadi membelit pinggang Edward perlahan terlepas, beralih menekan dada Edward mendorongnya menjauh, "Papa jauh-jauh, jangan dekat-dekat Alif." Kepala Alif tertunduk, jemari kecilnya saling bertaut.

Alis Edward bertaut, heran dengan prilaku anaknya yang tiba-tiba berubah, "Kenapa? Alif nggak mau papa peluk? Alif marah sama Papa?" ada nada kecewa terselip disuara Edward. Beragam kemungkinan buruk berkelebat diotak Edward, Alif marah dan membencinya dan yang lebih parah anak itu tak mau lagi bertemu dengannya. Edward tak sanggup seandainya hal itu sampai terjadi, baru saja kekerasan hati Mona mencair dan menerima dirinya, jangan sampai kebencian Mona beralih pada putra mereka.

Alif menggeleng, "Alif nggak marah."

"Trus kenapa papa nggak boleh dekat-dekat Alif."

Alif mendongak, bertantang mata dengan manik dirinya versi dewasa, "Alif bau, udah lama nggak mandi, kalau papa deket-deket nanti papa kebauan." ringisnya.

Edward menghela nafas lega, ternyata...

"Alif kan sakit, jadi orang sakit nggak apa-apa kalau nggak mandi. Nanti kalau Alif sudah sembuh papa yang mandiin Alif, oke?" Alif mengangguk antusias, "walau nggak mandi Alif tetap wangi kok," lanjut Edward seraya mengelus lembut rambut Alif.

"Mama bersihin Alif pakai lap-lap."

"Washlap sayang," koreksi Edward.

"Iya, itu."

"Oh ya Alif kok sendirian, mama mana?" Edward baru menyadari putranya sendirian tanpa ada yang menunggui, tak terlihat batang hidung satu orang dewasapun selain dirinya yang baru masuk. Tak biasa-biasanya Alif ditinggal sendirian seperti ini.

"Alif pengen makan bubur kacang ijo, mama lagi beliin," terang Alif, Edward manggut-manggut, "Oma sama Opa tadi juga disini sama Om Dito, sekarang udah pulang dan om Ditonya kerja."

Keduanya sibuk bercerita, suara tawa mereka memenuhi ruang rawat dan untung saja Alif menghuni kamar VVIP sehingga canda tawa mereka tak menganggu pasien lain.

Krieet!!!

Pintu terbuka dan sesosok pria berjas putih muncul dari balik pintu, Alif dan Edward sontak menoleh dengan ekspresi wajah berbeda. Alif tertawa sumringah sementara Edward tersenyum kecut.

"Om Dito!!!" seru Alif girang, "Om sudah selesai kerjanya? Udah selesai suntik-suntiknya?"

Dito tertawa mendengar pertanyaan keponakannya, mungkin dibenak Alif setiap Dokter itu kerjanya cuma suntik menyuntik doang, "Sudah, tinggal Alif yang belum disuntik." Sontak Alif cemberut membuat tawa Dito kian menggema, "Nggak, Om becanda, Alif kan sudah sembuh jadi nggak perlu disuntik lagi."  Dito mengelus pelan kepala keponakannya sebelum matanya beralih menatap Edward dan memasang tampang serius, "Gimana, sudah ketahuan pelakunya?" tanyanya dingin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 13, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cinta Diujung LukaWhere stories live. Discover now