Gadis menyebalkan

21.6K 1.1K 2
                                    


Suasana bandara sangat sibuk siang ini, sesosok pria tampan menggeret kopernya berjalan dari terminal kedatangan luar negeri. Mata tajamnya yang dilindungi kaca mata hitam bergerak liar mencari penjemputnya dan mendengus ketika tak didapatinya orang yang dicarinya. Pria dengan jaket kulit coklat menutupi kaos putih v-neck dan jeans dongker membalut kaki jenjangnya ini terus mengawasi sekeliling, matanya mencari-cari.

"Edward sayang!!!!"

Edward menoleh ketika sebuah teriakan menggema dari kejauhan, ia menoleh keasal suara dan berdecak sebal. Seorang gadis cantik dengan dress merah maroon selutut berlari kearahnya dan langsung memeluknya erat.

Edward berdecak, "kenapa harus dia yang jemput sih!" gerutunya namun bibirnya menyunggingkan senyum terpaksa.

"Hai Vena, apa kabar? Sedang apa kau disini?"

Vena merengut, jemarinya bergerak mencubit perut liatnya Edward, "kau ini, tante Rahma memintaku untuk menjemputmu."

Edward meringis dan mengusap kulit perutnya yang menjadi korban keganasan gadis itu, "mana mobilnya?"

Vena tersenyum sumringah, ia menggeret lengan Edward menuju mobil BMW hitam yang sudah menunggu. Pak Gandi segera mengambil koper tuan mudanya dan memasukkan kebagasi kemudian melajukan mobilnya keluar kawasan bandara.

"Apa kabar tuan Edward?" tanyanya berbasa basi, menoleh sekilas kespion dalam dan kembali fokus kejalanan.

"Baik Pak Gandi, terima kasih," sahutnya pendek dan kembali fokus keponselnya, ia tak menghiraukan Vena yang duduk blingsatan disebelahnya dan memepetkan tubuh kearahnya.

Edward menyingkirkan tangan Vena yang melilit lengannya, ia jengah gadis itu menempel dengannya. Vena adalah putri tante Vonny sahabat mamanya yang disodor-sodorkan sang mama sebagai calon istrinya. Meski cantik tapi Edward tak menyukai Vena yang menurutnya terlalu agresif dan mengejarnya. Edward type pria yang tak suka diburu tapi memburu.

"Edward sayang, akhirnya kau pulang juga," Rahma menyambut anaknya didepan pintu, disampingnya berdiri pria paruh baya yang terlihat masih gagah diusianya, Sonny Wijaya.

"Apa kabar ma, pa," Edward menciumi tangan kedua orang tuanya dan memeluk mereka bergantian. Ketiganya beriringan masuk kedalam rumah melupakan sosok gadis kecentilan yang merengut manja didepan pintu.

"Tante aku kok nggak diajak masuk sih!!" sungutnya, kakinya menghentak lantai seperti anak kecil merajuk.

Rahma berbalik dan tersenyum, "eh maaf sayang, tante melupakanmu, ayo masuk! Terima kasih telah mau menjemput Edward." Rahma menarik lengan Vena membawanya masuk.

"Tidak usah berterima kasih tante, sudah kewajiban Vena sebagai calon istri Edward menjemputnya kan?" ucap Vena dengan raut bahagia.

"Calon istri gundulmu!!" maki Edward dalam hati

"Ed sebaiknya kau istirahat dulu, kau pasti capek sekali. Nanti malam kita bicara," ucap papanya yang diangguki Edward.

Lelaki itu menaiki anak tangga kelantai dua menuju kamarnya, melucuti seluruh pakaiannya dan meninggalkan bokser pendek menutupi auratnya lalu melompat keranjang meluruskan punggungnya yang terasa pegal.

Edward mendesah, menikmati empuknya kasur dikamarnya yang sudah ditinggalkannya beberapa tahun ini. Suasana kamarnya tak berubah masih sama seperti sebelum ia berangkat. Perlahan ia mulai terseret kealam mimpi dan bersiap bertarung melawan dunia kegelapan.

Baru saja terlelap samar-samar ia merasakan ranjangnya bergerak dan sebuah tangan melingkari perut telanjangnya. Dengan berat ia membuka mata dan berusaha mencari tahu siapa yang berani mengganggu tidurnya. Sontak ia terkejut mendapati Vena disampingnya, tersenyum manis kearahnya.

Edward spontan terduduk, diraihnya selimut menutupi tubuhnya yang nyaris telanjang.

"Vena!!! Apa yang kau lakukan disini? Keluar!!!" sentaknya marah dan mendorong Vena menjauh darinya.

Tapi gadis itu malah merengut dan bergelayut manja dilengan Edward, "Ayolah sayang, kita kan mau menikah jadi nggak apa-apa kita sekamar."

"Astaga Vena, jangan jadi wanita murahan begini, kita baru mau menikah bukan sudah menikah, jadi keluar sekarang!!! Tidak etis kita berduaan dikamarku seperti ini, bisa terjadi hal yang tak diinginkan!!" geram Edward, ia menatap Vena tajam dengan sorot intimidasi.

Vena terkekeh, ia malah beringsut mendekati Edward meski pria itu kini sudah tersudut dikepala ranjang.

"Aku tak khawatir jika itu terjadi, malah lebih baik jika kita menyicilnya dari sekarang, toh kita nanti akan menikah," rengeknya manja, ia mengedipkan matanya menggoda Edward.

Edward memejamkan matanya meredam emosi yang kini bergejolak didadanya, "KE-LU-AR!!!" Edward menunjuk pintu dengan wajah membesi dan suara menggeram.

Vena ciut seketika dan buru-buru kabur dari kamar itu, ia tak menyangka Edward akan semarah itu padanya padahal ia berniat merasakan tubuh perkasa pria itu.

Edward merebahkan tubuhnya setelah mengunci pintu kamar terlebih dulu, ia tak mau istirahatnya terganggu lagi dengan kedatangan Vena meski ia tahu gadis itu takkan berani lagi mendekatinya. Tapi tak ada salahnya berjaga-jaga kan?

***

"Jadi kapan kau mulai masuk kantor?" Soni membuka pembicaraan dimeja makan, saat ini mereka tengah menikmati makan malam dan tak lupa sigenit Vena juga ikut nimbrung. Gadis tak tahu malu itu sepertinya tak mau beranjak dari sisi Edward dan terus menempelinya layaknya permen karet.

"Mungkin minggu depan pa, aku mau menenangkan diri dulu sebelum dijejali tumpukan kerjaan kantor, sekalian mau ketemu teman-teman lama," kilahnya dan meneguk air minumnya.

"Ya sudah kalau itu maumu."

"Nanti biar aku yang temenin ya, kau kan sudah lama diluar negeri jadi kurasa kau tak terlalu ingat jalan-jalan di sini, sekalian kencan," Vena mengelus lengan Edward manja, Edward berdehem dan melepaskan tautan jemari Vena dilengannya.

"Nggak perlu, aku bisa sendiri," Edward mengelap mulutnya dengan tisu dan beranjak dari kursi, menaiki tangga kembali kekamarnya. Lebih baik ia berkurung dalam kamarnya yang nyaman dari pada menghadapi gadis genit seperti Vena. Edward khawatir berlama-lama dengan gadis itu akan menaikkan tensinya.

Vena merengut, ia menghentakkan kakinya kelantai kesal karena Edward mengabaikannya. Pria itu bahkan tak meliriknya sedikitpun.

"Tante..." rajuknya, ia menggunakan tante Rahma sebagai senjata andalannya.

Tante Rahma tersenyum lembut, "Kamu yang sabar ya, Edward itu tak suka dipaksa-paksa, kamu juga jangan terlalu ngotot padanya nanti dia muak. Deketinnya pelan-pelan saja oke?"

Vena mengangguk antusias, diotaknya tersusun ribuan rencana baru untuk mengambil hati Edward. Tante Rahma kembali tersenyum, ia sangat berharap Vena bisa membuka hati putranya dan mau menerima Vena sebagai calon istrinya. Diam-diam ia melirik suaminya yang tak mengeluarkan sepatah katapun, Rahma tahu Soni tak setuju dengan rencananya menjodohkan Edward dengan Vena. Sebagai ayah Soni bisa membaca gerak-gerik putranya yang tak menyukai Vena tapi putranya itu tak mengatakannya karena khawatir akan menyakiti perasaan mamanya.

Hhhhhh, Soni menghela nafas berat. Ia meninggalkan meja makan dalam diam dan tak mempedulikan istrinya yang menegurnya.

Cinta Diujung LukaWhere stories live. Discover now