Party

26.5K 1.2K 5
                                    


"Ayolah Mon, temenin gue please, please, masak lo tega sih ngebiarin teman lo yang unyu-unyu ini kesana sendirian," Rosie memasang tampang memelasnya, berharap cewek yang berdiri depan pintu kamar mandi apartemennya itu tersentuh dan menuruti keinginannya.

Ramona menoleh, "lo kan sering masuk ketempat itu, masak sekarang minta ditemani," ejek Mona lalu masuk kekamar mandi dan menutup pintunya.

"Iya sih, tapi biasanya kan gue bareng Toni, dan sekarang Toni lagi keluar kota ada urusan bisnis!" teriak Rosie, ia sengaja mengeraskan suaranya supaya Mona bisa mendengarnya.

"Tunggu aja sampai Toni kembali, dan ajak dia kesana!" Mona balas berteriak, pintu terbuka dan ia melangkah keluar dan menghempaskan tubuhnya disebelah Rosie.

"Perayaan ulang tahunnya malam ini Mona sayang, masak gue hadirnya minggu depan. Nanti gue dibilang nggak setia kawan, ya..ya mau ya," Rosie menggunakan jurus andalannya, menangkup telapak tangan didepan dada dan memasang puppy eyes-nya.

Mona menghela nafas berat, ia tak bisa menolak jika Rosie sudah bertingkah seperti itu,"oke, tapi gue nggak mau pake pakaian kayak lo, gue kayak gini aja," Mona mengedikkan dagu kepakaian yang melekat ditubuhnya.

Rosie mengedikkan bahu, meneliti kaos putih dan Jeans biru tua yang dipakai Mona, "Nggak masalah, gue pastikan lo bisa masuk kesana dengan pakaian ini, yuk berangkat."

Dengan lunglai Mona mengekor dibelakang Rosie, mengikuti gadis berdres merah maroon pas body itu kemobilnya, duduk dikursi penumpang dan membiarkan sahabatnya itu membawanya ketempat tujuan.

Ramona Valeria dan Rosie Amora sudah menjalin persahabatan semenjak bangku SMU. Meski keduanya punya sifat yang bertolak belakang namun persahabatan mereka terjalin erat. Ramona cendrung tenang dan tak banyak tingkah, ia kurang suka berada ditempat ramai dan lebih memilih menyendiri dengan novel dan majalah meski ia bukan gadis pendiam.

Mona juga tak suka mencampuri urusan orang lain apalagi menggurui orang dan bersikap sok pintar. Itu jugalah yang membuat Rosie suka berteman dengan Mona. Rosie periang, centil dan sedikit liar. Ia juga dikenal sebagai player karena suka gonta ganti pacar. Masuk keclub malam hal biasa bagi gadis itu dan kesanalah mereka sekarang. Dengan sedikit paksaan dan jurus rayuan, Rosie berhasil memboyong Mona ketempat itu untuk pertama kalinya.

Dentuman musik dan aroma alkohol bercampur asap rokok yang menyengat menyambut Mona begitu kakinya menginjak lantai club. Ia meringis melihat pemandangan yang terhampar didepan matanya, lautan manusia berjingkrak-jingkrak dilantai dansa dan ada yang berpelukan dengan lawan jenis. Disofa beberapa pasang sedang asyik bercumbu dan tak memperdulikan keadaan sekitarnya.

"Ayo, teman gue yang ulang tahun disana," teriak Rosie mengalahkan hingar bingar musik dengan telunjuk terarah kesekumpulan orang yang sibuk bertos gelas minuman.

Rosie menyeret Mona membelah lautan manusia yang bergoyang mengikuti alunan musik dan menghampiri sofa disudut. Dua cewek dan dua cowok yang menghuni tempat itu menoleh.

"Hai Yuni, happy birthday ya," ia menyapa cewek memakai dres mini berwarna gold diatas lutut dengan tali spageti, keduanya cipika cipiki dan berpelukan.

"Thanks Ros, eh ini siapa?" tanya Yuni kearah Mona yang berdiri mematung, mata gadis itu membola melihat banyaknya botol-botol pipih bergelimpangan diatas meja.

"Oh iya hampir lupa, kenalin ini Ramona sahabat terbaik gue. Mon kenalin ini Yuni, Anis, Veri dan Yoga," Rosie menarik lengan Mona dan diperkenalkan pada temannya, bergantian Mona menjabat tangan mereka seraya menyebutkan namanya.

Yoga dan Veri menatap Mona dari ujung rambut sampai ujung kaki seolah ingin menerkamnya membuat gadis itu risih, terlebih Yoga menggeser tubuhnya kearah Mona dan aroma alkohol menguar dari mulutnya. Tampaknya pria ini sudah mulai mabuk.

"Ayo Mon, kita tos," Yuni menyodorkan sebuah gelas kecil berisi cairan kuning keemasan kearah Mona tapi Mona menolaknya secara halus.

"Sorry Yun, gue nggak minum," ia menggeleng dan meletakkan gelas itu diatas meja.

"Yaaa, elo nggak solider sama teman, minum dikit deh nggak bakalan kenapa-napa gue jamin," desak Veri yang diangguki yang lain.

Mona menoleh kearah Rosie dan sialnya sohibnya itu lagi sibuk menghabiskan cairan dalam gelasnya, "Ros," rengeknya.

"Dikit aja Mon nggak bakalan mabuk," bujuknya, Mona merengut ia tak menyangka Rosie malah memintanya meneguk cairan memabukkan itu.

"Ayolah Mon, sebagai penghargaan ulang tahun gue, masak lo nggak menuhi permintaan gue sih," desak Yuni lagi dan kembali menyodorkan gelas itu kearahnya.

Mona menerimanya dengan ragu dan menatap isi gelas itu ngeri, ditatapnya mereka satu persatu dan mereka mengangguk memberi semangat.

"Ini untuk Yuni yang berulang tahun, ceers!!!" semuanya termasuk Mona mengangkat gelas masing-masing dan mengadunya diudara, lalu menenggak isinya, setelah berpikir sejenak Mona mengikuti langkah mereka memindahkan isi gelas ketenggorokannya dan menelannya dengan sekali teguk.

"Yeeeey Mona hebat!!!!" sorak mereka dan serentak bertepuk tangan, tak peduli gadis itu mengernyit ketika cairan kelat itu mengaliri tenggorokannya dan meninggalkan rasa panas seperti terbakar dilidahnya.

"Nggak enak," keluh Mona yang disambut kekehan kecil teman-temannya.

"Mon, lo nggak apa-apakan?" Rosie cemas ketika dilihatnya wajah Mona memerah.

Payah! Satu gelas saja gadis itu sudah mabuk.

Mona menggeleng, "nggak apa-apa, gue ketoilet dulu ya," Rosie mengangguk dan menatap nanar punggung Mona yang kian menjauh ditelan kerumunan yang orang-orang asyik berjoget.

Mona berjalan limbung, berkali-kali tangannya menggapai mencari pegangan menjaga tubuhnya jangan sampai ambruk. Kepalanya terasa berat dan matanya berkunang-kunang, perutnya bergejolak dan dia berusaha secepatnya mencapai toliet.

Mona terduduk didekat westafel toilet wanita dan lega setelah isi perutnya terkuras habis. Sumpah! Ini pertama dan terakhir ia menyentuh minuman laknat itu. Jika tahu efek minuman itu sedahsyat ini pada dirinya nggak bakalan mau dia meminumnya.

Rosie sialan! Ia malah ikut menjerumuskan temannya sendiri.

Tak henti-hentinya Mona mengutuki sahabatnya itu. Ia bangkit dan terhuyung-huyung keluar dari toilet. Meski perutnya tak lagi bergejolak namun pusing dikepalanya kian menjadi, pandangannya kabur dan ia ambruk kelantai dan kepalanya nyaris membentur kerasnya marmer jika sepasang lengan kekar tak sigap menyambutnya.Bersamaan dengan kesadarannya yang melayang tubuh gadis itu juga melayang dibopong penolongnya dan segera beranjak dari sana.

Cinta Diujung LukaWhere stories live. Discover now