Ayam Kremes

21.8K 1.2K 12
                                    


Adit melayangkan pandangan keseantero cafe dan tersenyum lebar begitu matanya terantuk sosok yang dicarinya.

"Bro, disana!" ia menepuk pundak Dito sekilas sebelum telunjuknya terarah ke meja pojok.

Dito yang masih celingukan melihat kearah yang ditunjuk Adit, "yuk samperin," keduanya beriringan masuk kedalam cafe menuju meja yang ditempati Edward bersama bocah lelaki.

Pria itu berdiri dan tersenyum lebar menyambut kedatangan kedua sahabatnya, "ayo duduk," ia mempersilahkan Adit dan Dito menempati kursi kosong dihadapannya.

Kedua sahabatnya menghempaskan bokong dengan mata tak lepas dari bocah lelaki yang asyik dengan makanannya. Bocah itu tak mempedulikan sorot mata tiga pria dewasa yang tengah menatapnya.

"Jadi dia Alif? Kalian memang mirip ya seperti pinang dibelah dua, yang satunya imut-imut yang satu lagi amit-amit." Adit tergelak begitu lengannya disambar tinju Edward.

Alif mendongak dan manik kecilnya bergantian menjelajahi wajah baru yang duduk dihadapannya, "om temannya om ganteng?" tanyanya polos dengan wajah lugu bocahnya, Adit gemas dan mencubit pelan pipi gembilnya.

"iya, mereka temannya om, ini om Adit dan yang itu om Dito," Edward memperkenalkan Adit dan Dito pada anaknya dan sang anak manggut-manggut sok mengerti dengan mulut membulat membentuk huruf 'o' sebelum kembali asyik dengan makanannya.

"Kok dia manggil lo om ganteng sih Ed, nggak lo ajari dia manggil 'papa'?" tanya Adit dan matanya kembali fokus pada Alif.

"Nanti, begitu gue resmi sama mamanya. kalian mau makan apa?" Edward melambai memanggil pelayan dan memesan makanan untuk Adit dan Dito.

Mereka makan siang diselingi canda tawa bersama Alif, bocah itu cepat akrab dengan Adit dan Dito membuat kedua sahabat Edward itu betah berlama-lama bersama Alif. Celotehan lugu Alif membuat suasana kian ceria, para pengunjung yang lain terheran-heran melihat tiga pria dewasa terpingkal-pingkal bersama bocah tiga tahun. Kaum hawa sampai gigit jari gemas dengan tiga pria tampan yang jadi pengasuh siang itu. Sesekali Edward membersihkan pipi Alif yang belepotan makanan membuat kaum hawa takjub, bener-bener ayam kremes deh! Ayah muda keren dan bikin gemes.

Entah kenapa, ketika menatap Alif Dito merasa dekat dan familiar dengan bocah itu, ada rasa sayang yang tiba-tiba menyeruak dari dalam hatinya. Pikirannya tiba-tiba melayang pada seseorang yang menghilang beberapa tahun yang lalu. Bagaimana keadaannya sekarang? Jika sudah melahirkan mungkin anaknya sebesar Alif. Sebersit rasa bersalah menghantam dada Dito, andai ia dan orang tuanya tak mengabaikan sibungsu mungkin ia bisa bermain bersama keponakannya.

Ah, terlalu banyak kata 'andai' bermain dibenak Dito. Andai waktu bisa diputar ulang...

***

Mona meringis menatap kearah langit yang mendadak gelap dan mulai menitikkan tetesan hujan, ia kian mengeratkan pelukannya ditubuh Alif begitu percikan kilat dan guntur membahana. Mona bukannya tak tahu anaknya takut mendengar suara guntur, tapi mereka terpaksa bernaung dibawah atap halte menanti tumpangan yang lewat, ia bisa saja memesan taksi online atau ojek online namun sayang ponselnya lowbat dan sudah k o semenjak siang tadi.

Sepulang kerja dan mengambil Alif di day care Mona bergegas keapartement Rossie, menjenguk sahabat tercinta yang sedang terbaring tak berdaya. Sudah dua hari gadis slengean itu terserang demam dan seperti kebiasaannya jika kesehatannya menurun Rossie yang garang dan tegar akan berubah menjadi cewek melow dan cengeng serta tak mau ditinggal sendirian. Mona dan Alif menemaninya sampai sang pujaan Rossie si Valdo datang, barulah keduanya beringsut dari apartemen dan terjebak dihalte.

Cinta Diujung LukaWhere stories live. Discover now