"Sumpah gue merinding!" Ujarku sambil menatap bodoh pada Anya yang kini kembali memunguti daunan kering sambil sesekali melirik lantai dua barisan kelas IPA.

Karena penasaran, aku mengikuti arah lirikan Anya. Seketika wajahku memanas melihat dia yang memberikan jaket padaku yang bahkan saat ini masih kukenakan berdiri bersebelahan dengan Joshua. Astaga, bahkan dia melihat kearahku?

Secepat dia melihat secepat itu pula dia mengalihkan pandangannya dengan berbincang akrab pada seorang cewek, mungkin teman sekelasnya atau?
Ah, aku selalu memikirkan hal yang tidak perlu untuk dipikirkan.

Panas diwajahku seketika berubah suram karena melihat Joshua yang memang tidak jauh dari sana. Apa mereka sekelas? Daripada menatap setan tengil itu aku memilih melanjutkan hukumanku.

Apa Anya menyukai Joshua? Kayaknya, yang dipandang diam-diam si setan itu deh.

Aku menghela nafas melihat Anya yang masih tersenyum malu-malu pada dedaunan kering yang dipungutinya atau pada pangeran bertabiat setan?
Lagian, kenapa aku harus repot-repot memikirkannya?

"Sstt, itu orangnya ada dilantai dua kelas IPA." Aku menyikut Ica pelan. Ica pun segera melihat kearah mana yang kutunjuk.

"Ada tiga, yang mana?"

"Yang-"

"OIYYY ALDA-UKAR" Aku meringis pelan mendengar teriakan itu. Merutuki seseorang yang belakangan ini selalu memanggilku seperti itu. Alda-ukar atau kata yang seharusnya adalah Dokar diganti menjadi kata yang sangat menyebalkan untuk didengar.

"Aldaukar dihukum nih? Ck, kasian banget." Affan mendecak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Menatapku seolah aku ini murid yang tidak pantas menjadi suri tauladan.

Aku memutar bola mata malas masih memunguti daun. Berharap orang yang mengoceh ria, segera pergi karena kuabaikan. Tapi nyatanya tidak, karena orang itu malah mendekat dan menginjak daun yang akan kupungut.

Aku menghela nafas kasar, berdiri dan menatap tajam pada Affan yang sekarang tersenyum bodoh dihadapanku.

"Nakal juga lo." Ujarnya mengejekku.

"Urusan gue!."

"Lumayan lah, biasanya cuman UDD."

"Lo mending pergi. Nggak guna disini!" Ujarku sinis kearah Affan.

Walaupun kami sudah duduk sebangku, selama ini kami juga belum bisa menjadi teman baik. Sekalinya aku mencoba mengalah, Affan akan terus membuatku kesal. Seperti saat aku memberinya minum saat dia tersedak atau saat aku memberinya contekan, bukannya berterimakasih akan tetapi yang dilakukannya adalah mencoret-coret bukuku dengan tulisan yang sangat tidak senonoh atau sengaja menyemprotkan air minum ke tasku.

Tidak tahu diuntung!

Aku mengalihkan pandanganku darinya lalu meminta bantuan pada Anya yang menatap kesal pada Affan dan Ica yang memandang santai sambil tersenyum bodoh kearahku.

"Eh Jemblem busuk! Mending pergi dari sini deh, ganggu aja!!" Anya berujar ketus pada Affan tak lupa pelototan ganasnya.

"Alah bacot! Gue kan ngomong sama Aldaukar, kenapa lo yang nyaut?" Balas Affan tak kalah ketusnya.

Kalau terus begini, aku yang semakin sial, belum lagi kalau tiba-tiba Bu Hanti kembali dan semakin menambah hukumannya.

"Btw, namanya Alda bukan Aldaukar, dan Alda itu mesti dijauhin dari kotoran kayak lo!" Anya bersidekap menaikkan dagu dan menatap sengit Affan.

"Kalau gue kotoran lo apa? Jambannya?"

Astaga, kalau mereka tidak berhenti mungkin akan terjadi bencana misalnya. Perdebatan mereka berdua menjadi sorotan beberapa siswa, mungkin kejadian seperti ini lebih menarik daripada pelajaran sekalipun.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now