Ada Sesuatu Di Sana

Start from the beginning
                                    

"Aku di sini, Hana."

Aku menoleh ke belakang dan aku mendapati seorang wanita yang menunduk dengan rambut hampir selengan tangan. Kalau kalian tahu pesulap yang namanya Riana ya seperti itu dia menundukkan kepalanya. Berdiri tepat di depanku tanpa mau melihat ke arahku. Karena aku sudah terbiasa melihat mereka jadi aku hanya mengganggap bahwa mereka sekedar menyapaku.
"Untuk apa mengikutiku?"

"Aku hanya ingin mereka tahu jika kami ada di sini."

"Lalu untuk apa kamu menampakkan dirimu kepadaku?"

"Karena hanya kamu yang bisa melihatku, Hana."

Cukup lama aku dan dia berbincang di depan kamar mandi untungnya waktu itu tidak ada orang yang lewat. Dari ceritanya dulu tempat yang di jadikan sekolah ini adalah gedung milik pemerintahan. Tidak tahu apakah bangunan milik Indonesia atau milik Belanda. Dia tidak mau cerita. Ya memang ada kalanya mereka tak mau cerita.

Penampakan dan penunggu di sini memang banyak. Bukan hanya wanita yang tadi aku temui itu. Ada juga wanita yang selalu duduk di depan pintu perpustakaan dengan menggedor pintu dan menangis. Ada suara naik turun tangga tanpa wujud hanya suara langkah kakinya saja.

Jadi kami di sini seakan - akan berbaur dengan mereka. Di manapun kami berada pasti ada mereka. Jika orang normal akan beranggapan biasa saja tetapi untuk aku itu masalah karena aku merasa sesak jika ada mereka.

*****

Kejadian ini aku alami bersama temanku yang duduk di samping di kelas. Waktu itu semua anak - anak sedang ada Ujian Tengah Semester. Lupa pelajaran apa waktu itu tapi yang aku ingat aku duduk di depan menghadap pintu keluar. Jadi aku bisa melihat suasana di luar.

Ketika guru Bahasa Indonesia kami menerangkan di depan kelas teman satu bangku aku si Ajeng berbisik kepadaku.

"Hana, aku merasa ada sesuatu di luar sana."

Ajeng menunjuk ke arah kelas 2 yang berada di lorong. Dia merasa ada seseorang yang melihat kami tapi ia tak tahu siapa itu.

Aku menjelaskan kepada Ajeng jika di sana ada seorang pria tua yang selalu jalan melewati kelas kami juga. Pria tua itu memakai pakaian serba hitam dengan membawa kunci yang banyak dan suara kunci yang bergesekan dengan suara rantai membuat aku merinding sendiri.

Aku tidak tahu siapa beliau. Beliau hanya sering berjalan melewati kelasku dan akan menghilang di lorong kelas dua. Beliau berjalan dengan tegak dan menatap lurus kedepan. Sekali - kali beliau akan berhenti di depan kelas. Melihatku sejenak dan tersenyum sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya. Aku tidak mengenal siapa beliau. Mungkin penjaga di bangunan ini dulunya. Beliau bukan orang Belanda tapi orang Indonesia.

Selain beliau yang selalu lewat di depan kelasku. Hal yang tak kalah seram menurutku ada di ruangan perpustakaan. Di ruang perpustakaan yang berada di ujung sendiri dengan pencahayaan matahari yang kurang menjadikan ruangan ini terkesan suram.

Bruk....

Ada kalanya tiap melewati pintu masuk ruang perpustakaan ada yang terjatuh karena di senggol sesuatu tapi tidak ada hal apapun sih jika mereka melihat atau teman yang jahil. Sebenarnya teman - temanku jatuh bukan tanpa sebab karena wanita itu duduk pas di depan pintu masuk dengan rambutnya yang panjang dan selalu mengetuk daun pintu ini jika ruangan perpusatakaan ini sudah sepi.

"Hana,..."

Ini yang tidak aku suka ketika berada dalam ruangan perpustakaan. Ada kecil perempuan dan lelaki yang duduk di atas lemari buku dengan celana pendeknya yang menunjukkan senyum dan tawa mereka saat aku berada di sana. Kan rasanya tidak aneh jika kita di lihat oleh mereka saat kita mencari buku.

Saat hendak mencari buku di atas lemari ada mereka duduk dengan mengayunkan kaki. Untunglah rambut mereka tidak panjang.

"Main yuk Hana."

Aku menggeleng tanda tak mau karena aku tak bisa main bersama mereka. Ya namanya anak kecil meskipun mereka sudah meninggal tetap saja tingkah lakunya seperti anak kecil yang masih hidup.

Aku melewati masa SMAku selama tiga tahun di sekolah ini dengan suka dan dukanya. Sukanya karena banyak teman - teman walau mereka tak tahu kemampuanku. Dukanya adalah melihat mereka yang selalu datang dengan seenaknya. Aku sudah mengganggap hal itu biasa karena aku tahu sebenarnya mereka ingin tetap berada di sekolah ini.

Ohya sampai sekarang aku belum mengetahui siapa yang naik turun tangga di sebelah kamar mandi tersebut. Penasaran tentu saja tapi dia tak mau menunjukkan wujudnya. Ya sudah aku bisa apa? Aku tidak bisa memaksa, bukan?

Tbc

Kenapa ya anak tangga/loteng itu selalu terasa menakutkan jika malam hari? Kesannya seperti ada yang mengawasi. Itu menurutku sih.


Hana's Indigo (True Story) ( Repost Ulang Sampai Tamat )Where stories live. Discover now