21. Meet.

124 8 0
                                    

"Jika kamu suka, maka bicara. Bukan diam saja."

Santi berusaha membuka matanya, ketika pintu kamarnya diketuk beruntun oleh seseorang diluar sana. Dia melirik jam kecil di mejanya, baru pukul 9 pagi. Masih ada waktu untuknya bermalas-malasan dihari minggu.

Dia terpaksa bangkit dan membuka pintu. Mendesah ketika wangi parfum menyeruak indera penciumanannya saat mendapati Egi didepan kamarnya. Cowok itu terlihat rapi, dan mempesona hanya dengan dibalut kaus serta celana pendek hitam.

"Baru tau gue kalo perawan boleh bangun siang. Gimana kalo udah dapet suami, bisa-bisa dimadu lo gegara gak siapin sarapan." cowok itu terkekeh. "Tapi untungnya gue bukan cowok yang suka poligami, lo masih selamat."

Ini masih terlalu pagi untuk marah-marah, jadi Santi pending dulu, dan mencoba mengabaikan.

"Ayo, bikinin gue nasi goreng. Udah lama gue gak makan nasi goreng telor mata sapi,"

Santi mengucek matanya. "Kamu bisa minta sama mama saya,"

"Lah, bonyok lo udah pergi tadi pagi. Si bibi juga gak masakin apa-apa, malahan pergi ijin pulang dulu katanya."

Emosinya sudah kembali muncul, dia menatap jengah kepada Egi. "Terus kamu mau saya ngapain?" Egi tersenyum. "Bikinin nasi goreng telor mata sapi dong, laper nih, males beli keluar. Lagian anggap aja lo lagi latihan nyiapin sarapan buat suami lo," dia terkekeh ketika Santi menatapnya datar, seolah kata-katanya tidak lucu sama sekali.

"Yeu, biasa aja kali matanya,"

Santi meraih kenop hendak menutup pintu, tapi Egi menahannya. "Ngapain, mau ajak gue bobo, ya? Wah ntar aja deh, gue lagi laper soalnya." kekehnya. Santi mendengus. "Katanya minta saya bikinin sarapan,"

"Iya, tapi kenapa pake balik ke kamar lagi? Sejak kapan ada dapur dikamar lo?"

"Saya. Mau. Mandi." kata Santi penuh penekanan, lalu menutup pintunya dengan keras.

Santi tipikal cewek yang tidak banyak menghabiskan waktu dikamar mandi. Sebab itu, setelah siap-siap, memakai kaus berwarna merah serta celana legging biru, dia keluar kamar berjalan menuju dapur. Dia mengabaikan Egi yang sedang menatapnya dengan senyuman. Tangannya sedang memainkan sendok serta garpu. Terlihat seperti anak kecil yang kelaparan. Tapi, lucu.

"Dibuatin nasi goreng juga akhirnya. Penantian gue nunggu lo mandi selama satu abad terbayarkan juga dengan kekenyangan,"

Santi lagi-lagi mengacuhkan. Dia memilih menyiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng yang barusan dia ambil dari dalam kulkas.

Egi melirik Santi ketika tangan cewek itu bergerak hendak mengambil bumbu. "Jangan pakek bawang, gue gak suka bawang goreng."

Santi menarik kembali lengannya. Dia memotong-motong sosis menjadi ukuran yang kecil-kecil. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia memasak, tapi kali ini dia merasa gugup ketika mendapati Egi sedang bertopang dagu memperhatikannya.

Santi mencoba fokus, lalu menggoreng telur sesuai permintaan Egi setelahnya baru menggoreng nasi. Egi diam saja tidak cerewet seperti biasa ketika Santi mulai memasak, dan itu bagus. Dan, nasi goreng siap dengan dua porsi.

Dua piring itu, Santi bawa kemeja makan, dia memberikan satu piring kepada Egi dan mengambil duduk disamping cowok itu. Dia juga mulai melahap nasi goreng miliknya.

ELSAWhere stories live. Discover now