3. Game.

244 15 0
                                    

"Tanpa sadar, lo sudah masuk kedalam permainan gue. Dimana didalam sana gue pastikan lo nggak akan bisa keluar tanpa bantuan gue," - Rendi Saputra

***

Entahlah rasanya pagi ini Rendi ingin sekali memamerkan senyumnya ke setiap siswa yang ia lewati disepajang koridor sekolah. Jika kalian ingin tahu alasannya kenapa, Rendi sendiri juga tidak tahu kenapa pagi ini bibirnya tak henti-henti melengkung membentuk sebuah senyuman manis diwajahnya.

"Rendi," Rendi berhenti melangkah. Cowok itu lantas menoleh ke belakang di mana ada seorang siswi tengah berjalan ke arahnya. Kemudian dia berdecak setelah tahu bahwa Flora yang memanggil nya. Tanpa menunggu apa-apa lagi Rendi langsung melanjutkan langkahnya menuju kelas, menghiraukan Flora yanh masih memanggil namanya di belakang sana.

Bukan tanpa alasan kenapa Rendi menghindari Flora. Perempuan itu memiliki hubungan dengan Dewa, dan karena itu sebisa mungkin Rendi menjauhi apa saja yang ada sangkut pautnya dengan Dewa. Sudah cukup rasanya, masalah yang Rendi sendiri tidak tahu membuat hubungan dirinya dengan Dewa hancur. Ah, mengingatnya membuat Rendi ingin sekali berbicara empat mata dengan Dewa, namun sulit untuk di lakukan.

Sesampainya didalam kelas, hal yang pertama menjadi pusat perhatian Rendi adalah perempuan yang duduk di bangku paling depan. Dimana Santi sedang menulis atau mengerjakan sesuatu di buku catatannya, dengan earphone yang terpasang di telinga. Rendi terkekeh, bagaimana bisa Santi mengerjakan sesuatu dengan mendengarkan musik jika rata-rata semua orang memilih suasana yang hening ketika mengerjakan sesuatu.

"Cewek aneh," cibir Rendi. Dia melangkah ke arah mejanya. Saat langkahnya dekat dengan meja Santi, Rendi berhenti. Cowok itu sedikit menggebrak meja membuat perempuan yang kala itu rambutnya dikuncir kuda itu melepaskan earphone dan mendongak.

Rendi tersenyum sambil membenarkan letak ranselnya. "Pulang sekolah jangan lupa ya, kita punya janji?"

Mendapat kata aneh yang berada di akhir kalimat Rendi, Santi mengernyit bingung. Tentu saja Rendi tahu, untuk itu ia berdecak lantas berkata. "Maksud gue, belajar bareng itu."

Santi mengangguk, kemudian mulai fokus kembali kepada catatan kimia nya yang sedang ia lengkapi. Rendi mendengus sebal melihat itu, lalu mengambil langkah ke arah bangkunya yang sudah ada Rizky disana. Sedang mengigiti pulpen serta mengacak rambutnya frustasi.

Rendi duduk menghiraukan apa yang sedang Rizky kerjakan di dalam buku catatan. Cowok itu menopang dagunya dengan siku diatas meja, matanya lurus menatap punggung Santi.

Apakah dia bisa mencairkan es seperti Santi?

"UAS kapan?" tanya Rendi tanpa mengalihkan perhatiannya dari Santi.

Rizky yang saat itu baru saja akan menulis jawaban bagi soal yang sedang ia kerjakan berhenti sejenak lalu menatap Rendi dari samping. "Hm, dua bulanan lagi. Kayaknya."

Rendi mengangguk pelan. Berarti waktu yang akan terkuras untuk dirinya menjadi murid Santi hanya selama dua bulan saja. Apa dia bisa menaklukkan Santi sesuai ucapan Rizky kemarin, hanya dalam waktu kurang lebih dua bulan? Rasanya tidak bisa.

"Anjir, susah banget nih soal. Bajeng,"

Rendi menoleh ke samping dimana Rizky kini sedang menekuk wajahnya. "Kenapa sih taik. Belom minum obat sih jadi kambuh tuh penyakit stres lo,"

Rizky menghela nafas gusar. Ia menggeser buku catatannya sedikit kearah Rendi. "Lo adem-adem aja. Hari ini tuh kita ada pelajaran fisika, nah gue belom kerjain pr yang minggu lalu. Gue stres dari tadi berusaha nyari jawaban, nggak dapet-dapet. Capek gue Ren," keluhnya.

ELSAWhere stories live. Discover now