20. Mystery love.

120 9 0
                                    

"Dan kini aku berusaha menatanya kembali, berharap semua lebih indah dari sebelumnya." --Santi Reliansyah P.



"Maaf ya kemalaman,"

Rendi membuka helm yang dikenakannya, cowok itu tersenyum manis menatap Santi yang berdiri di sampingnya. Mereka terlalu asyik dan hanyut menghabiskan waktu berdua hingga tak terasa jika waktu sudah semakin sore.

Tepat pukul 17.34 Rendi mengantarkan Santi tepat di depan rumah gadis itu.

"Gak apa-apa yang penting saya seneng bisa sama kamu terus," perkataan itu lolos begitu saja dari bibir Santi, karena sejujurnya ia sangat merindukan Rendi dan keputusan untuk menerima Rendi kembali pun sudah menjadi keputusannya. Mereka sama-sama saling mencintai.

Rendi tidak pernah mengecewakannya,  lalu untuk apa dia menyakiti perasaannya sendiri dengan kata perpisahan itu? 

Flora dan Destia tidak berhak mencampuri hubungannya dengan Rendi, dan lagipula Rendi sudah mengetahui semuanya, cowok itu berjanji untuk melindunginya.

"Ciee udah mulai berani ngomong kayak gitu," tangan kanan Rendi terulur mengacak-acak rambut panjang Santi, membuat gadis itu tersenyum dengan rona merah dipipinya.

Kenapa dia jadi sering merona? 

Entah lah, perlakuan Rendi sangat membuat Santi merasa di perlakukan seistimewa mungkin.

"Ya udah saya masuk ya,"

Rendi mengangguk dengan seulas senyum manis yang masih merekah di bibirnya. Tentu dia bahagia karena apa yang ingin di perjuangankannya kini telah kembali. Dia tidak ingin Santi pergi lagi, dia tidak siap menghadapi kosongnya hari tanpa sosok cewek dingin yang selalu terlihat manis itu.

Rendi kembali memakai helmnya ketika melihat Santi sudah melangkah masuk ke dalam rumahnya. Dering ponsel yang bergetar di saku celana mengurungkan niatnya untuk menyalakan mesin motor.

"Hallo," Rendi menempelkan ponsel di daun telinga kanannya.

"Apa?Flora sakit, hmm iya tan Rendi kesana sekarang," Rendi memutuskan panggilan secara sepihak, cowok itu menyalakan mesin motor, kemudian melajukannya membelah jalanan.

Tujuannya saat ini adalah ke rumah Flora, setidaknya Rendi masih peduli kepada orang yang pernah berarti dalam hidupnya. Flora sahabatnya, sampai kapanpun akan tetap begitu.

***

"Ya ampun,"

Santi terjengkit kaget, baru saja dia hendak membuka pintu kamar Egi sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Bukan kah saya sudah bilang, kamu gak boleh masuk kamar saya sembarangan!" peringat Santi.

Cewek itu menghela nafas kesal ketika melihat kamarnya yang kini sudah seperti kapal pecah. Sampah snack bertaburan dimana-mana, selimut yang tergeletak di lantai serta novel-novel koleksinya yang sudah tidak tertata dengan rapi lagi.

Egi memang pengacau, sepertinya besok-besok Santi harus mengunci kamarnya selama dia tidak ada di rumah.

"Kamu apakan kamar saya Egi!" Santi melirik Egi, bisa-bisa nya masih bersikap santai setelah mengacaukan isi kamarnya.

"Cuma nonton tv sambil baca-baca novel, novel koleksi lo gak seru ah ceritanya menye-menye semua," Egi berkata santai seolah-olah ia tidak pernah melakukan kesalahan apapun.

"Nonton tv bisa di ruang tengah kenapa musti di kamar saya" Santi berusaha meredam emosi nya. Ia kesal kesal kesal kesal, terhadap cowok yang baru satu hari ini bertamu di rumah nya.

ELSAWhere stories live. Discover now