16. Options.

105 9 0
                                    


"Aku tahu keputusan ini sangat bertentangan dengan hatiku, sejujurnya meninggalkan mu adalah sesuatu yang menyakitkan." Santi.


Yang Santi lakukan malam ini hanya berdiam diri dikamar tanpa kegiatan apa-apa selain menangis, menangis dan menangis. Beruntung, kedua orangtua nya sedang berada di luar kota karena ada urusan bisnis jadi ia tidak perlu repot-repot menjelaskan apa-apa kepada kedua orang tuanya tentang yang terjadi kepadanya.

"Ini belum terlalu lama, ini bahkan masih terlalu singkat tapi kenapa rasanya sakit," cewek itu bergumam pelan seraya menatap foto Rendi yang dijadikan wallpaper di handphonenya, bahkan Rendi sendiri yang memasangkannya karena memang cowok itu sering mengotak-ngatik handphone miliknya.

"Maafkan saya," Santi berujar lirih.

Rendi yang dulu dia anggap cowok menyebalkan, cowok yang suka mencari gara-gara, tidak pernah terbayang, bahkan kini Santi nyaris terbilang sering membuang-buang air matanya karena cowok itu.

Rendi tidak bersalah. Keadaan lah yang memaksa Santi mengakhiri semuanya.

Dia tidak ingin kejadian itu terulang lagi,  dia tidak ingin Flora dan Destia semakin nekat dan menjadi-jadi. Lebih baik Santi mengalah dari pada kedua gadis itu semakin kejam.

Santi melirik laptop yang sudah beberapa hari ini tidak dia sentuh, cewek itu menghela nafas berat. Dia terlalu sibuk dengan Rendi, sampai dia melupakan sesuatu yang dia gemari,  yaitu menulis naskah cerita untuk di kirimkan kepada salah satu penerbit buku.

Bahkan sudah lama naskah cerita itu terbengkalai di laptopnya. Dia memang terlalu sibuk dengan dunia percintaan hingga lupa bahwa ada sesuatu yang harus dia kerjakan, dan sesuatu itu adalah bagian dari impian dan cita-citanya.

Memang ada baiknya semua ini kembali seperti semula, dia akan kembali menjadi Santi yang selalu sibuk dengan naskah-naskah ceritanya, Santi yang selalu menutup diri kepada siapapun,  Santi yang tidak pernah mengenal apa itu pacaran.

Santi yang hanya terfokus dengan buku-buku pelajaran, Santi yang hanya memiliki tujuan lulus sekolah dengan nilai yang memuaskan.

Santi mengangguk yakin, dia pasti bisa merelakan semuanya, merelakan waktu singkatnya ketika bersama Rendi, perlu di tegaskan, bahwa semuanya akan kembali seperti semula, semuanya akan baik-baik saja. Seperti saat dia dan Rendi tidak saling bertegur sapa.

Tangannya tergerak menekan aplikasi galeri kemudian menghapus foto-foto Rendi dan juga foto mereka saat berdua.

Semuanya harus kembali seperti semula.

***

"Santi kamu yakin?"

Santi hanya mengangguk. Saat ini ia sedang berada di ruang guru menghadap pak Iwan selaku wali kelas. Keputusannya sudah bulat, dia harus mengundurkan diri sebagai guru lesnya Rendi.

Karena melalui les itu lah yang membuat dia terjebak di dunia Rendi,  maka sekarang Santi harus benar-benar mengakhiri semuanya.

"Kenapa Santi? Saya lihat perkembangan nilai matematika Rendi sudah mulai membaik semenjak kamu menjadi guru lesnya," pak Iwan nampak sedikit kurang setuju dengan keputusan Santi.

"Apa Rendi bertindak nakal? Kalo begitu biar saya tegur dia."

Santi menggeleng. "Bukan karena itu pak." sahut Santi cepat.

"Lalu?"

"Saya sendiri juga sibuk belajar pak, di tambah lagi saya sedang sibuk dengan naskah-naskah cerita yang saya buat,  mungkin bapak bisa cari siswa atau siswi yang bisa menggantikan saya untuk mengajari Rendi." tutur Santi.

ELSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang