13. Bayangan.

119 9 0
                                    

"Gue nyata. Perasaan gue ke lo nyata," -Rendi Saputra.

"Kamu penting di kehidupan saya, Rendi." - Santi Reliansyah Putri.



"San, lo kenapa?" tutur Dewa sambil menyodorkan segelas eskrim coklat yang baru saja dia beli kepada Santi. Kemudian dia duduk didepan gadis itu.

"Saya nggak apa-apa," kata Santi. Gadis itu mengangkat sendok dan mulai memakan eskrimnya.

Dewa melipat tangannya di atas meja. "Tapi muka lo keliatan gelisah banget, kenapa? Nggak suka ya jalan sama gue?"

"Nggak, saya seneng kok. Tapi, Dewa saya takut hati sesorang rusak karena saya jalan sama kamu."

"Lo lagi ngomongin soal Rendi?" Dewa tersenyum miring. "San, Rendi itu cowok berengsek dia itu nggak pantes dapetin cewek kayak lo. Lagian kenapa bisa sih lo pacaran sama dia, heran gue?"

Santi menatap Dewa tajam. "Kenapa kamu bisa berbicara begitu tentang Rendi? Apa kamu sudah kenal dia lama sebelum saya?"

Dewa diam. Dia lebih memilih memakan es krim nya yang sudah mulai mencair.

Santi kembali berbicara. "Saya ingat, dia akun pribadi Rendi ada foto kalian, kamu, Rendi, Rizky, Flora, dan Satu orang lain. Kalian terlihat bersahabat, lalu apa yang bisa membuat kalian bermusuhan seperti ini?"

Dewa mendengus. "Intinya yang lo harus tahu adalah, Rendi itu cowok berengsek San." Dewa beranjak dari duduknya. "Gue nunggu diluar, lo abisin dulu aja es krim nya."

Setelah itu, Dewa berlalu keluar caffe dan meninggalkan Santi sendirian.

***

"Lo sering kesini juga?"

Rendi membuka helmnya. Dia turun dari motor dan mencoba mengabaikan pertanyaan Dewa yang ditujukan padanya.

Rendi melangkah hendak mencapai pintu restoran, tepat pada saat itu Xewa berkata.

"Gue saranin sih, jangan masuk,"

Rendi menghentikan pergerakannya. Dia menghampiri Dewa yang saat itu sedang duduk bersidekap dada di atas kap mobil. "Gue nggak ngeh kalo ada lo disini,"

"Gue tahu sebenarnya lo ngeh," Dewa tertawa. "Yah, tapi mau gimana lagi sih, kalo lo nggak anggap gue ini bayangan kasat mata."

Rendi diam. Niatnya datang kesini untuk makan, bukan cari ribut dengan Dewa.

"Gue emang nggak selalu terlihat dimata lo, tapi gue rasa gue cukup membekas di hati lo," Dewa tertawa renyah.

"To the point. Gue nggak suka bertele-tele,"

"Oke," Dewa berdiri tegak. Mendekat kehadapan Rendi. "Gue nggak akan banyak omong, gue cuma mau lo rasain apa yang gue rasain dulu sampe sekarang,"

Rendi mengerutkan kening. "Maksud lo,"

"Dewa,"

Baik Dewa maupun Rendi menoleh secara bersamaan kearah suara. Dimana didepan pintu restoran ada Santi disana.

"Iya San,"

Rendi menatap Dewa saat itu juga. Tatapannya kentara sekali bahwa dia sedang emosi saat itu juga.

Dewa terkekeh kecil. "See, gue tahu perasaan lo sekarang," Dewa mengalihkan pandangannya ke arah Santi, melambai ke arah gadis itu. "Sini, San."

Santi mendekat, dengan kening yang berkerut melihat kehadiran Rendi dia berdiri disamping Rendi.

"Rendi kamu disini juga,"

Rendi terus menatap Dewa, tangannya mencekal lengan Santi, lalu menariknya. "Ikut gue,"

ELSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang