32. Last Minute Tension

5.2K 672 236
                                    

Happy CNY semua ^^

Yang Potterhead mana nih? Dramione? Mampir ya ke lapak 'Magic' niatnya sih lawak dsna. Semoga lucu 😂😆

Makasi ya ud vomment di chap kemarin. Aku mau balesin satu2 kyk biasa. Tp pd nny Soojung kenapa... Yakali di spoilerin gtu yak? Org Indonesia kan suka sebel kalo di ksh spoiler. Ud ni langsung aja, enjoy :*

***

Hunso melempar tasnya dan berlari mendekati Soojung. Hatinya mencelos begitu sadar bahwa Soojung ingin membuatkannya es krim ketika melihat buah-buahan yang berserakan di lantai. Dia langsung menyesal karena sudah bersikap buruk dua hari ini. Tidak pernah dia menangis lebih hebat dari saat ini.

Dengan masih menangis, dia menarik tubuh Soojung hingga terlentang dengan tangan kecilnya. Dia memanggil Soojung namun Soojung tidak menjawabnya. Wajah Eommanya pucat sekali. Dia bingung harus melakukan apa karena Sehun sendiri tidak berada di rumah. Dia ingin menelepon bantuan tapi tidak ada telepon.

Dia jadi menyesal tidak mengajak Ahjussi mampir tadi.

“Eomma... Ireona... bangunlah!!” Hunso menangis meraung sambil berusaha keras mencari ponsel Soojung yang tiba-tiba raib, tidak ada di manapun. Tidak ingin membuang waktu, Hunso berlari keluar rumah dengan hanya menggunakan kaus kaki, mengabaikan rasa sakit begitu kakinya menginjak batuan kecil, turun ke lantai bawah dan menggedor setiap pintu yang bisa ia jangkau. Dari belasan pintu yang ia ketuk, hanya satu yang membukakan pintunya bagi Hunso.

“Ada apa? Kenapa kau menangis?” tanya seorang remaja, mungkin anak SMA jika dilihat dari seragamnya.

“Hyung!! Eomma! Eommaku pingsan di rumah! Aku ingin menelepon Appa tapi ponsel... ponsel tidak ada... Eommaku... Hyung tolong...” jawab Hunso tersedak-sedak karena isakannya. Si remaja lelaki tadi sempat mematung sesaat sebelum akhirnya menutup pintu unitnya cepat dan menggandeng Hunso.

“Ayo naik ke tempatmu! Ambulans tidak bisa masuk, jadi kurasa kita harus membawanya ke rumah sakit.” Wajah kakak itu langsung serius, terlihat sedikit kepanikan di matanya, tapi beruntunglah dia bisa mengendalikan ketenangan dirinya.

Hunso mendesah lega setelah tahu kakak yang baru ditemuinya ini bersedia membantu. Mereka berdua berlarian ke rumah atap. Tanpa menunggu lama lagi, remaja itu menggendong Soojung keluar rumah atap dan turun diikuti Hunso yang sudah memakai sepatu.

Mereka menyetop taksi dan menyuruh sang supir membawa mereka menuju ke rumah sakit terdekat.

“Kau ingat nomor ponsel Appamu?” tanya Hyung itu sambil mengeluarkan ponselnya.

“Ingat Hyung.” Hunso menyebut nomor Sehun dengan lancar sambil mengusap ingusnya yang berlomba-lomba meninggalkan lubang hidungnya dengan lengan seragamnya.

“Ya, Halo. Maaf saya tetangga anda dari unit 211. Anak anda tadi meminta tolong pada saya. Istri anda pingsan dan kami sedang menuju ke rumah sakit.”

Hyung itu menyerahkan ponselnya pada Hunso. Bisa Hunso dengar Sehun yang panik dan kalut.

“Appa...” suara rengekan terdengar dari mulut Hunso. Sehun langsung menenangkan diri. Pasti Hunso jauh lebih takut daripada dirinya. Dia harus tenang untuk Hunso.

“Hunso-ya, bisa dengan Appa?”

“Ya.. bisa, Appa...” jawab Hunso masih terisak kecil.

“Jaga Eomma baik-baik. Appa sedang menuju ke rumah sakit juga, dan jangan beranjak dari sisi Eomma oke?”

“Oke, Appa. Cepat ya...”

“Pasti.”

Taksi berhenti di depan pintu rumah sakit. Perawat yang melihat tubuh lemas Soojung dalam gendongan si Hyung baik hati tergesa-gesa menarik brangkar kosong. Mereka mendorong brangkar yang sudah tergeletak Soojung diatasnya ke ruang gawat darurat.

[END] Daddy's Little PrinceWhere stories live. Discover now