9. Papparashit!

6.7K 795 121
                                    

Hai yang tengah menunggu apdetan. Makasih ya udh vomment di chap kemarin hehe..

Ini dia nih kupersembahkan chapter ke sembilan. Selamat membaca ^^
Budayakan vote sblm membaca yak...

***

"Selamat pagi.. apa aku melewatkan sesuatu?" suara nyonya Oh membuat ketiganya menoleh bersamaan. Soojung langsung saja berdiri dan membungkuk kecil pada nyonya Oh.

"Tidak perlu sungkan, nak. Kita tidak sedang berada di kantor.." ujar wanita itu dengan ramah. Tanpa di suruh, ia bergabung bersama putra dan cucunya di meja makan. Terbiasa bekerja cekatan, Soojung langsung saja mengambil sepiring nasi lagi dari dapur dan membawanya untuk nyonya Oh.

"Maaf kalau sarapannya tidak begitu memuaskan, Nyonya Oh..."

"Tidak perlu minta maaf, nak. Aku sangat tahu bagaimana keadaan lemari es putraku. Dan lagi panggil saja aku bibi jika kita tidak berada di kantor..." perintah Nyonya Oh yang merasa risih dengan panggilan Soojung.

Wanita tua itu termasuk wanita yang ramah. Dia mudah akrab dengan anak muda, apalagi yang dewasa dan sopan seperti Soojung. Obrolan mereka selalu mengalir dan tidak ada kecanggungan di dalamnya.

Sudah lama Nyonya Oh tidak merasa senyaman ini. Hanya memiliki putra tunggal dan kemudian kehilangan menantu sama sekali tidak membantunya mengobati kesepian. Bagaimana pun juga kata orang memang anak perempuan selalu lebih baik dalam urusan merawat dan menemani orang tua.

"Noona, bau badanmu sungguh busuk..." komentar Hunso setelah menghabiskan nasi gorengnya.

"Humm begitu ya? Salahkan saja orang yang membuatku tertahan di sini setelah mena-"

"Ahhh Appa! Kalau begitu berikan saja noona yang cerewet ini pakaian. Dia mau pakai kamar mandiku juga boleh. Sungguh!" pekik Hunso panik sebelum Soojung menyelesaikan kata terlarang itu. Enak saja... Halmoni nya tidak boleh sampai tahu dia menangis. Jagoan tidak boleh menangis dan dia akan malu jika sampai neneknya itu tahu dia habis menangis dan merengek seperti bayi kemarin.

Kontan saja hal itu membuat Soojung memasang senyum kemenangannya. Bermain-main dengan ego pria memang menyenangkan. Sudah tidak jaman lagi merengek dan sok lemah di depan pria untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Mencari kelemahan dan celah dari ego mereka lebih menyenangkan. Bukan berarti Soojung akan menginjak-injak ego pria. Baginya, pria tetap adalah makhluk yang perlu di hormati. Tapi tetap, dia tidak akan sudi jika di rendahkan oleh pria. Pria ada untuk melindungi wanita. Dan wanita ada untuk melengkapi dan menuntun mereka. Jadi sudah seharusnya mereka berada di tempat yang sederajat.

Itulah prinsip yang di pegang Soojung sejak remaja. Hal itu juga yang membuatnya tidak mudah di perbudak cinta. Tidak dia perdulikan segala drama masa remaja yang seharusnya dia nikmati. Dia hanya akan jatuh hati sekali seumur hidupnya.

Bukan saat menemukan pria yang tampan. Yang mapan, menarik, atau apa pun itu.

Dia akan menyerah saat menemukan pria yang bisa mencuri kewarasannya. Yang membuatnya rela menyerahkan apapun. Dan yang paling penting, bisa menggetarkan hatinya yang selama ini sudah seperti batu.

"Kau tidak keberatan memakai pakaian mendiang istriku kan?" tanya Sehun dengan nada datar pada Soojung.

"Tentu saja. Aku bukan orang tidak tahu diri yang sudah di pinjami barang malah keberatan sana sini. Tapi sajang-nim, seharusnya aku yang bertanya. Kau tidak keberatan aku memakai barang mendiang istrimu?" tanya Soojung balik pada pria itu.

"Aku orang yang realistis. Aku sadar sepenuhnya kalau dia sudah tiada. Delusi seperti dia akan kembali suatu hari nanti tidak akan pernah masuk ke benakku. Jadi, ya. Kupikir jika dia masih hidup pun dia tidak keberatan meminjamkannya padamu."

[END] Daddy's Little PrinceWhere stories live. Discover now