MEMORY GLASS -33

80 14 1
                                    

Bukkk.

"Belajar menghargai seorang perempuan kalo lo gak mau hidup kesepian lagi! Brengsek!"

Bukkkk.

dan setelah pukulan terakhir itu ia berbalik badan dan menuju kearahku. Ya Tuhan sesempurna inikah ciptaan mu? Bahkan ia terlihat lebih tampan dari 2 tahun lalu.

"Zee..." bibirku gemetar, tiba tiba lidahku kaku seketika setelah mengucapkan namanya.

"Sudah aman, ada aku disini." Setelah itu, Zee  membawaku dalam pelukannya, pelukan yang sangat aku favorit kan dari manusia ajaib ini. Aku hanya diam, menikmati setiap detik dari bagian dirinya.

Sampai di mobil belum ada yang bicara, aku diam dia pun begitu. Sesekali aku mencuri pandang kearahnya, habisnya dia sangat tampan.

Aku tahu jalan ini mengarah kemana. Sebuah gang kecil yang sebulan lalu baru kudatangi bersama Rei, dan sekarang aku datang dengan pemilik sesungguhnya. Pemilik yang telah lama aku tunggu, kalian bisa bayangkan sendiri betapa bahagianya aku sekarang.

"Lihat Zee lampunya masih menyala hingga sekarang, jadi tidak perlu lilin." Kataku ketika kami telah sampai dirumah cermin. Lampunya memang masih menyala, berbeda saat dulu aku kesini sendirian, gelap.

"Sudah aku ganti dengan yang baru, aku gak mau waktu kita kesini malah gelap. Kamu 'kan takut gelap, Ran."

Kenapa bisa? Setiap nada suara yang keluar dari bibirnya adalah instrumen penenang tersendiri untuk ku. Seperti candu yang membuat aku selalu ingin mendengarnya lebih lama.

Aku tersenyum. Lalu mengeratkan gandengan ketangannya. Duduk berhadapan sambil melihat bintang dari sini.

"Ran? Kamu gak papa kan. Apa kita laporkan persoalan tadi ke pengadilan?"

"Aku gak papa. Kalau kamu tidak datang mungkin sekarang sudah tidak ada lagi aku disini."

"Rei kemana? Dia gak jagain kamu?"

"Dia juga punya kesibukan sendiri, Zee. Tidak melulu harus menjagaku terus."

"Aku hanya takut kamu terluka, mungkin kalau itu sampai terjadi– maka bumi tidak mau lagi berpihak padaku."

"Aku bisa jaga diri sendiri kok. Jadi kamu gak perlu suruh Rei untuk selalu ada buat aku."

"Seperti tadi bisa dibilang jaga diri?"

"Zee... Ayolah ini bukan saatnya membahas soal itu."

"Aku minta maaf,"

"Soal?"

"Tidak bisa menjaga kamu."

"Tidak apa."

Untuk beberapa menit kami saling diam dalam bisu. Sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk bicara duluan.

"Bintangnya indah ya Zee, ramai. gak kayak dulu waktu aku kesini sendirian, bintangnya sedikit, awannya juga mendung."

"Pasti waktu itu kamu sedang sedih."

"Darimana kamu tahu?"

"Ran, jangan menunggu sesuatu yang tidak pasti, kamu akan menyesal." Ia berbicara sambil memegang pipi kiri ku.

"Aku hanya menunggu kamu. Salah?"

"Aku bukan siapa siapa, Ran. Tidak perlu kamu tunggu."

"Kamu Zee, yang menciptakan rumah pertama di hatiku lalu pergi, sampai membuat aku menunggu pemiliknya datang. Begitu lama, dan sekarang aku mau dia ambil keputusan untuk menetap kembali kerumah itu atau tidak. Karena mungkin rumah itu akan diisi oleh orang lain."

Memory GlassWhere stories live. Discover now