MEMORY GLASS -19

95 21 4
                                    

Jangan buat aku terbang tinggi, kalau akhirnya kamu juga yang menjatuhkannya.
(Audy Kirana)

Setelah menghabiskan beberapa jam lamanya di gedung pameran glass–yang sangat besar ini, maksudku, siapa yang rela membuat pameran sebesar ini hanya untuk memamerkan sebuah benda yang terbuat dari kaca, dan aku sangat berterimakasih pada orang itu. Sekarang pukul 8 malam, aku merasa bodoh ketika aku menyadari bahwa hanya aku dan Zee yang memakai seragam sekolah. Aku masih memerhatikan miniatur-miniatur yang sebelumnya sudah ku amati, dalam benakku masih ada keinginan untuk membawa salah satu dari mereka ke rumah.

Tapi semua hilang begitu saja dari pandangan ketika sebuah tangan menggenggam ku erat dan menarik untuk menjauhi gedung itu.

"Zee, aku masih mau didalam banyak miniatur yang belum aku lihat"

"Sudah malam Ran, lain kali kita kesini lagi"

Baiklah sepertinya aku harus menuruti perkataan Zee, sudah malam pasti mama dan abang cemas memikirkan aku. Aku mengeluarkan ponsel berniat mengabari mama.

"Gak usah ditelpon" Zee mengambil alih handpone ku dan memencet tombol riset disana.

"Loh kenapa, aku takut Mama khawatir"

"Aku udah telpon bang Galih dan bicara sama Mama kamu untuk meminjam anaknya sebentar"

Lagi? Semesta kenapa ucapan nya selau saja bisa menciptakan ukiran bulan sabit dibibir ku.

"Kita ke rumah cermin dulu ya Ran, gak papa kan?"

"Mau ngapain?"

Ini yang aku benci dari Zee dia selalu saja tidak mau menjawab pertanyaannya ku! Menyebalkan.

"Kamu memang seperti ini ya Zee?"

"Kenapa?"

"Selalu gak jawab ketika orang bertanya"

"Tergantung"

"Tergantung apa?"

"Kadang ada pertanyaan yang gak perlu kamu jawab dan bisa kamu temukan sendiri jawabannya diakhir cerita nanti,  contohnya pertanyaan kamu" dia mengacak rambutku sekali, "pertanyaan kamu gak perlu dijawab karena kalau aku jawab bukan kejutan lagi namanya"

"Hmm. Aku boleh tanya? tapi yang ini harus kamu jawab ya" aku memberanikan diri untuk menanyakan sesuatu yang sudah mengganjal dibenak ku sedari pagi tadi. Walau aku sudah tahu jawabannya aku hanya memastikan sekali lagi.

"Apa?"

"Kamu kenal dengan Reiza?"

Hening.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Empat de--

"Enggak" Ucapnya tegas.

Aduh Rana kamu salah bicara!

"Terus kenapa kamu berkelahi dengannya pagi tadi?"

"Karena dia berusaha buat deketin kamu"
Zee menghentikan laju mobilnya dipinggir jalan, aku tahu ini belum sampai dirumah cermin. Apa Zee sedang marah?

"Ran aku gak suka lihat cowok itu deketin kamu" tanganya memegang kedua bahu ku, jarak kami terpaut dekat sekarang, mungkin hanya beberapa centi.
"Cara dia deketin kamu itu ada maksud tertentu Ran, dan aku takut kalau dia bakal nyakitin kamu" ucap Zee lirih, dia menatapku dalam dengan sorot matanya yang teduh, bisa kurasakan hembusan nafasnya yang hangat memburu di wajahku. Kemudian sesuatu yang hangat dan lembut menempel di keningku.

Memory GlassWhere stories live. Discover now