Potongan [18]

1.3K 90 0
                                    

When I'm gone
You're gonna miss me when I'm gone
Cups - Anna Kendrick

️🎞️🎞️🎞️🎞️

Jingga memandang nanar segelas jus jambu di depannya. Sesekali ia mengaduk-aduknya karena sari buahnya sudah mengendap di dasar gelas. Sesekali juga ia melihat ke arah ponsel yang senantiasa ada di tangan kirinya, berharap ada satu notifikasi dari sahabatnya yang tercinta.

Walaupun ia sudah menunggu selama 30 menit lamanya, masih tidak ada tanda-tanda kemunculan Lisa. Ya, kali ini ia perlu berbicara dengan Lisa, sangat memerlukannya. Kemana lagi ia akan menumpahkan masalahnya jika tidak kepada sahabatnya sendiri.

Es batu di dalam gelasnya mulI mencair. Cheese cake yang ia pesan juga belum disentuhnya sama sekali. Ia masih sibuk memikirkan kejadian yang menimpanya kemarin. Apalah yang dikatakan Bintang hanya prank semata? Atau itu memang kenyataan?

Jika itu nyata, apa yang Jingga harus perbuat? Apakah rencananya untuk mendekati Aga harus tetap berjalan? Ia memijat pelipisnya pusing, berharap agar sedikit kepeningan kepalan berkurang.

Sebelum kepalanya akan meledak karena pemikirannya sendiri, Lisa akhirnya datang.

"Sorry banget, Jingga. Udah nunggu lama dari tadi? Gue nelat banget, ya?" tanya Lisa dengan santai sambil meletakkan tas jinjingnya.

"Nggak apa, santai aja," ucap Jingga. "Kamu kayaknya harus pesan makan dulu deh, kayaknya ceritaku bakalan panjang, deh."

"Tau aja gue lagi laper." Lisa menyengir tidak berdosa sambil mengelus-elus perutnya yang kelaparan.

"Yehh, kalau masalah makanan aja cepet. Nih, aku nungguin sampe 30 menit." Jingga mendenguskan nafasnya kesal.

"Ya, maaf deh, maaf."

Dan Jingga masih kembali harus menunggu Lisa memesan makanan. Lisa mengantre dengan cepat dan membawa semangkuk kembali semangkuk mie Tom Yum dan milkshake coklat.

"Cepetan mulai ceritanya. Gue dengerin kok, tapi sambil makan yee...." Lisa mempersilahkan Jingga ntuk memulai ceritanya sambil tangannya menyambar sedotan dan meminum mikshake coklat yang telah dipesannya.

"Jadi, kemaren gini. Bintang bilang dia suka aku."

Uhuk-uhukk

Milkshake yang Lisa minum langsung mendekat tenggorokannya dan membuatnya tersedak. Ia menepuk dadanya berkali-kali agar rasa sesak itu hilang.

"Apa!?!? Terus gimana-gimana? Lo terima?"

"Terima apaan? Orang dia nggak minta aku jadi pacarnya, kok," ujar Jingga sambil memutar bola matanya malas.

"Yaampun, gila apa ya dia. Maksudnya dia apa coba tiba-tiba bilang kayak gitu?"

"Nahh, aku juga bingung. Mangkanya aku tanya ke kamu." Jingga saat ini meras kadar kepeningan di kepalanya kembali bertambah. Sepertinya Lisa pun juga begitu.

Siang hari seperti ini membuat kafe semakin ramai pengunjung. Banyak orang berlalu-lalanglalang di sekitar meja mereka. Jingga berharap semoga tidak ada orang mendengar percakapan mereka ini. Semoga saja.

Meja kasir yang sebelumnya kosong, sekarang mulai terbentuk antrian panjang pembeli. Mata Jingga sepeti elang yang selalu mengawasi pintu masuk kafe, takut kalau ada seseorang yang ia kenal dan menguping percakapannya. Bahaya jika orang yang ia kenal, mendengar permasalahan ini. Mau ditaruh ke mana mukanya?

"Terus ini mempengaruhi lo gitu?" Lisa bertanya masih sambil menikmati mie Tom Yum yang dibelinya.

Jingga menelan ludahnya sendiri. "Ya, ya, pastilah. Gimana perasaanmu kalau ada orang yang bilang dia suka sama kamu. Sedangkan kamu sedang ada misi untuk dekat sama orang lain?!" Jingga sedikit menggebrak meja membuat beberapa orang menoleh ke arahnya. Ia langsung menyatukan telapak tangannya di depan dada dan meminta maaf.

"Pasti bingung, sih." Lisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sekarang gue tanya sama lo. Apa lo tetep ngelajutin misi-misi aneh lo itu buat ndektin Aga? Apa lo nggak mau ngasih kesempatan hati lo buat buka hati dan ngasih ruang buat si Bintang?"

Jingga berpikir keras. Ini pertanyaan yang ia nanti-nanti. Kepalanya sangat pusing jika diberi pertanyaan seperti ini. Lebih baik ia diberi 100 pertanyaan fisika daripada soalan seperti ini.

Akhirnya setelah pertimbangan yang cukup keras di otak dan hatinya, Jingga menjawab, "Kalau aku sih, bakalan tetep maju dan deketin si Aga. Karena aku tau pasti dia juga suka sama aku. Kamu nggak lihat kelakuannya ke aku kemarin?"

Lisa mengangguk mengiyakan. "Tapi lo nggak mikirin gimana perasaan Bintang? Lo pasti ngerasa sakit banget kalo lo ada di posisi bintang. Iya, kan?"

Perkataan Lisa benar juga.

Badannya langsung melemas seketika. Tangan kanannya ia gunakan untuk menyangga kepalanya. Ia sibuk memikirkan rencananya agar tetap bisa mendekati Aga, sementara sambil melupakan dan mengabaikan bagaimana perasaan Bintang. Mungkin jika ia ada di posisi Bintang, ia bisa gila. Tiba-tiba Jingga merasa bersalah atas perlakuannya kemaren.

"Lo nggak mau minta maaf?" Jingga mengangguk. "Terus selanjutnya lo mau kayak gimana? Sorry sebelumnya, gue nggak bisa ngasih saran banyak di sini. Soalnya ini masalah diri lo sendiri. Dan gue bukan dalang dan lo bukan wayang."

Jingga menatap Lisa mantap. "Ya, aku tetap harus dekat sama Aga, seperti rencana awal. Ya, tapi aku juga harus minta maaf ke Bintang. Nggak mungkin aku maksain perasaanku ke dia gitu aja."

"Good girl."

****
Jingga melangkah menuju gerbang rumahnya dan membuka kuncinya dengan pelan. Ia sudah lelah dengan hari ini, padahal ini baru tengah hari. Tadi di angkot, terpaksa ia harus berdesakan ditambah dengan cuaca yang sangat panas membuatnya semakin geram dan ingin marah-marah.

Ia sudah memasukkan kunci gerbang rumahnya ke lubangnya tetapi gerbang itu tetap tidak mau terbuka.

Argghh!

Jingga menendang gerbang dengan keras sampai membuat ibu jari kakinya sakit. Suara tendangan di pintu gerbang, sontak membuat kak Fajar yang semula berkutat di dapur langsung keluar rumah masih dengan celemek di badannya.

"Kenapa kok nendang-nendang? Bisa buka pake kucing, kan?" geram kak Fajar sebal.

"Iya-iya, maaf."

"Mana kuncinya?" Jingga menyerahkan kunci di genggamannya. Kak Fajar memasukkan kunci dan memutarnya dengan perlahan.

Gerbang yang semual terkunci langsung saja bisa dibuka. Ia berpikir, apa ia tadi salah memasukkan kunci atau memang karena kak Fajar punya kekuatan misterius untuk membuka semua kunci di dunia ini? Ah, imajinasinya sudah terlalu tinggi.

"Makasih, kak Fajar." Setalah itu, Jingga langsung melengos pergi begitu saja.

Sebelum ia masuk ke dalam ruang tengah, ia melihat sesuatu yang cukup menarik perhatiannya. Secarik kertas berwarna Jingga terselip diantara sepatu-sepatunya.

Jingga menoleh ke kanan dan ke kiri, ternyata kak Fajar sudah masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Setelah itu, ia mengambil kertas itu diam-diam dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya.
Ia menutup pintu dengan keras dan membuka kertas yang telah dilipat dia itu.

—Maaf aku yang selalu lancang. Sekarang aku berhenti. Terimakasih atas kesempatan selama ini.—

-uknowwho

🎞️🎞️🎞️🎞️🎞️
|Maaf baru update :''
Happy reading, guys. And don't forget to leave vote and comment🌫️|

SESAL [COMPLETED]Where stories live. Discover now