Potongan [7]

1.9K 112 2
                                    

You see me standing
But I'm dyin' on the floor
Stone cold - Demi Lovato
🎞️🎞️🎞️🎞️🎞️

Pagi ini matahari mencuat keluar dengan keras-keras. Membuat awan-awan putih di sekitarnya lari berhamburan. Sekarang tinggal ia seorang diri.

Jingga merasakan perih di matanya. Lebih tepatnya, matanya yang terasa sakit saat terkena sinar matahari langsung. Tanpa awan sebagai peneduh, sinar matahari langsung masuk begitu saja ke iris Jingga dan membuatnya terpaksa memalingkan wajah.

Tetapi, ia tetap saja nekat menghadap ke jendela mobil karena sedang ada pertandingan seru. Pertandingan lari antara pohon dan manusia. Semuanya berlari sangat cepat. Tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah.

Jingga jadi teringat pesan singkat yang Lisa kirimkan kemarin. Pesan itu yang membuatnya duduk di kursi mobil ini.

Sementara itu, Lisa diam saja di sebelahnya. Ia lebih memilih mengetikkan sesuatu di ponselnya daripada melihat jalan.

Brakkk

Suara bantingan pintu taksi membuatnya tersadar bahwa ia sudah sampai tujuan. Lisa langsung turun dan mengambil uang dari dompetnya. Lisa memberikan pada pak sopir sambil mengucapkan terima kasih. Sementara Jingga masih sibuk memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu ia segera menyusul Lisa yang lebih dulu keluar dari taksi.

Kenapa si sopir menurunkan mereka di depan mall bukan di lobby? Padahal mereka bisa saja masuk. Tapi percuma, nanti ia yang harus membayar parkir dan menambah biaya pengeluaran. Jadi, sebaiknya tidak.

Angin panas menerpa Jingga saat ia keluar dari taksi, membuat kemeja hitamnya banjir keringat. Sepertinya hari ini ia salah memakai baju. Kemeja hitam, celana hitam, dan sepatu hitam.

Sebenernya ia mau ke mall atau mau menghadiri pemakaman?

Warna hitam itu sangat mudah menyerap panas dan membuat banyak keringat bercucuran di dahinya. Ia menyeka keringatnya, lalu berkata dalam hati, Sebentar lagi sampai mall, dan kamu merdeka!

"Ahh, dinginnya," ucap mereka bersamaan saat memasuki mall. Mereka sudah kegerahan setelah berjalan dari depan mall menuju lobby. Walaupun tidak terlalu jauh, itu sudah cukup untuk membuat banyak keringatnya keluar.

Disambut dengan bau masakan fastfood dan roti membuat mereka menghirup udara sebanyak-banyaknya. Akan tetapi, mereka tetap melanjutkan perjalanan karena mereka sadar, bukan itu tujuan mereka kemari.

"Gila apa ya, ini mall rame banget!" Perkataan Lisa membuat orang-orang yang sedang menaiki eskalator melirik dengan tatapan aneh. "Kayak pasar." Kali ini Lisa memelankan volume suaranya. Jika tidak, mungkin petugas yang berjaga diujung eskalator itu sudah menarik mereka berdua keluar karena mereka telah menggangu kenyamanan pengunjung.

"Ya, ini kan hari libur, Lis," jawab Jingga sambil memutar kedua bola matanya. "Langsung nonton apa mau ke foodcourt dulu?" Jingga bertanya ke Lisa sambil matanya melihat ke arah sepatunya, takut jika tali sepatunya terjerat mesin eskalator.

"Nonton dulu aja, nanti habis nonton baru makan deh." Jingga mengangguk tanda setuju.

Perjalanan ke bioskop terasa seperti berabad-abad lamanya. Padahal ia hanya perlu naik eskalator tiga kali lalu sampai.
Ini semua karena Lisa yang menarik-narik dirinya dan menyuruhnya masuk ke berbagai toko. Mulai dari toko aksesoris, tas, bahkan topi. Ia hanya berdoa semoga mereka tidak kehabisan tiket nonton.

Sesampainya di depan bioskop, sudah banyak ular di sana.

Tenang jangan panik! Maksudnya barisan mengular para pembeli tiket dan Jingga harus menjadi salah satunya. Ia harus rela mengantre karena ia malas beradu cek-cok dengan Lisa. Daripada nanti mereka berteriak keras-keras seperti orang gila, ia sadar harus mengalah.

SESAL [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora