22. Setelah Dia Pergi

2K 77 0
                                    

"Oke! Si Alex curhat ke gue, katanya dia punya sahabat, cewek, dan tuh cewek ngilang sekarang." Jelas Kris dengan nada santai, seolah itu memang bukan sesuatu yang menarik, namun diam-diam dia meneliti dengan jelas ekspresi wajah Rachel.

Rachel membeku ditempat. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya meremas ujung roknya dengan mata yang bergerak ke sembarang arah.

Ada hening yang mengemuka. Semua saling terdiam mendengar penjelasan Kris tersebut. Singkat memang, namun jelas.

William yang memang tidak bisa diam dan juga mengaku memiliki alergi terhadap situasi serius dan keadaan yang tiba-tiba menjadi menegangkan seperti ini lantas berujar.
"Miris amat!!!"

Mendengar itu tak perlu perintah Jesica memukul lengan William dengan keras.
"Kalau ngomong itu disaring dulu! Jangan asal ngomong! Yang keluar dari mulut lo ngaco semua tahu nggak!" Hardik Jesica yang malah di balas dengan cengiran tak bersalah oleh William.

Rachel tidak memperdulikan mereka. Ia terdiam di tempatnya. Jantungnya berdegup kencang. Sesak itu muncul lagi.

Teng Teng

Berterima kasihlah kepada bel masuk yang berbunyi, Rachel berucap syukur karena bunyi itu menyelamatkannya dari situasi tak mengenakan.

"Udah... Berhenti berdebat. Sekarang sudah masuk. Ayo ke tempat kalian." Ujar Rachel pelan, namun mampu di dengar oleh teman-teman.

Kris menatap Rachel dalam. Mungkin yang lain tidak menyadarinya, tapi Kris dapat menangkap ada getar yang terselip dalam nada suaranya.

Kris menutup mata pelan. Menghela napas sesaat. Kini semua sudah mulai tampak. Hanya tinggal menunggu saat agar hubungan Rachel dan Alex membaik. Dan ia akan membantu sahabatnya itu untuk memperbaikinya.

Namun, Kris ingat. Ada yang sempat ia lewatkan. Apa sebenarnya titik permasalahan mereka?

Dan itu menjadi PR untuk Kris saat ini.

●●●

Bella menggerutu pelan. Ia sunggu kesal dengan sikap Alex saat ini. Alex seakan menjauhinya. Dan Bella tidak menyukai itu.

Semenjak Rachel pindah, sikap Alex padanya mulai berubah. Memang tidak terlalu kentara, namun Bella bukan makhluk yang tidak peka, dia bahkan sangat peka dan sikap Alex itu dapat ia rasakan.

"Emang dia pikir gue bodoh apa?" Ujar Bella. Ada rasa dongkol dalam hatinya.

Sial

Rachel itu benar-benar menyebalkan sekali, dia pindah dan itu berhasil membuat Alex uring-uringan tak karuan dan membuat pria itu menjauhinya. Kalau jadi seperti ini lebih baik si Rachel nggak usah pindah.

"Dia pindah kok malah tambah nyusahin gue sih."

Bella terdiam sejenak, memikirkan hal-hal yang bisa menyelamatkannya dari situasi menyebalkan ini, lantas ide brilian muncul dalam benaknya.

"Gue harus berbuat sesuatu." Seringai jahat muncul dari sudut bibirnya.

●●●

Rafael pikir ia akan baik-baik saja walau ia tahu Rachel memiliki perasaan khusus untuk Alex. Ia pikir semua akan tetap baik-baik saja walau ia tahu Rachel tidak memiliki rasa yang spesial untuknya.

Iya, dia pikir semua akan baik-baik saja.

Namun, ternyata tidak.

Kini, Rachel malah pindah dan itu membuat kesempatannya untuk bisa merebut hati Rachel lebih kecil. Kesempatan itu malah semakin menipis.

Helaan napas kasar keluar dari mulutnya, ada sesak yang ia rasakan. Dirinya merasa frustasi sekarang.

"Hey!!!" Panggil seseorang dari belakangnya.

Itu Erik. Orang yang entah sejak kapan menjadi sangat akrab dengan si Alex.

"Sedih setelah Rachel pindah?" Tanya Erik dengan tidak berdosanya.

"Lo ngomong apa sih?" Elak Rafael, sungguh dia kesal pada kecebong satu ini.

Oke, abaikan panggilan Rafael pada Erik. Anggap saja itu sebagai panggilan sayangnya untuk pemuda itu.

"Bilang aja. Gue tahu kok hubungan antara lo, Rachel Anderson, Alexandre William, dan juga Bella Smith." Ujar Erik dengan penuh percaya diri dan dibarengi dengan kekehan yang benar menjengkelkan bagi Rafael.

"Sok tahu lo!" Kata Rafael sambil mengalihkan pandangan ke arah lain

Alex terkekeh mendengar itu.
"Gue emang tahu!"

"Diam aja deh, nggak usah bikin gue makin kesal dengan kelakuan lo, atau lo mau rasain di kepalan tangan gue?" Ujar Rafael dengan kesal dibarengi dengan ancaman.

"Sialan" Umpat Erik. "Gue hanya ingin lo tahu, cinta itu nggak harus lo pegang, cukup lo lihat dia bahagia itu udah bisa buat lo bahagia. Walau bahagianya bukan karena elo" Jelas Erik seraya bangkit dari duduknya.

"Maksud lo apa?" Tanya Rafael menghentikan langkah Erik.

Erik berbalik, tertawa.
"Raf, semua orang memang berhak jatuh cinta. Lo nggak salah jatuh cinta sama Rachel, Bella juga nggak salah jatuh cinta sama Alex. Semua bebas untuk jatuh cinta ke siapapun, perasaan itu milik dia sendiri." Jelasnya membuat Rafael terdiam.
"Tapi, dude, nggak semua cinta bakal terbalaskan. Jika dengan lo nggak buat dia bahagia, apa lantas karena lo cinta sama dia dan itu bisa buat lo bahagia walau lo tahu dia nggak nyaman bareng lo? Nggak, Raf. Itu malah bikin lo nggak tenang sama sekali, seakan lo nyadar, lo malah buat dia nggak nyaman. Mau lo jadi orang egois kayak gitu?" Tembak Erik membuat Rafael terdiam.
"Buka mata lo lebar-lebar, Raf."

Rafael membeku ditempatnya. Ucapan Erik terngiang dalam benaknya, membuat ia tak bisa berkutik sama sekali.

Emang gue bisa?

Dan haruskah?

■■■

Hallo...
Ini Naya kasih lanjutannya.
Jangan lupa vote dan commentnya yaa?

Follow instagram Naya dong, usernamenya @nailaattaya

Maaf✓Where stories live. Discover now