12. Posisi dan Kebohongan

2.2K 98 6
                                    

Apakah mencintai harus sakit dulu?

•••••

Memang ada satu pertanyaan terkadang lebih sulit untuk dijawab dibandingkan seribu pertanyaan. Pertanyaan yang selalu terbayang dibenak siapapun yang merasakan sakit karena cinta.

Apakah mencintai harus sakit dulu?

Sudah gue bilang. Jangan jatuh cinta jika tak ingin merasakan sakit. Karena jatuh itu pasti sakit.

Tapi, adakah yang bisa mengendalikan rasa yang telah mekar?

●●●

"Chel."

Panggilan itu membuat sang pemilik nama mendongkak dari buku yang sedang dia baca, melihat siapa yang memanggilnya. Sedikit kaget dengan siapa yang saat ini berada di depannya.

Itu Bella.

Sesaat Rachel terbawa oleh pemikiran bodohnya sendiri, namun ia mencoba untuk tetap bisa mengendalikan perasaannya.

"Ada apa?"

Ya! Rachel tak ingin berlama-lama  berbincang dengan Bella. Tidak bahkan jika itu adalah sepupunya sendiri. Ia tak ingin memperkeruh keadaan.

Please. Tidak untuk saat ini, Bell.

"Kayaknya lo nggak mau basa-basi dengan gue dulu." Ujar Bella, nada sinis dari mulutnya tak bisa ia sembunyikan. Atau memang dia tak ingin menyembunyikannya? Entahlah.

Tak ada jawabannya dari Rachel.

Jangan mancing emosi gue, please!

"Oke, gue langsung saja. Karena sepertinya lo nggak mau lama-lama ama gue." Ada kekehan kecil di akhir dari kalimatnya.

Hening sesaat. Suasana mendadak kaku, atmosfernya benar-benar tidak nyaman.

"Gue cinta ama Alex." Ujar Bella dan itu terdengar seperti perintah, bukan pernyataan biasa.

Jantung Rachel berdegub kencang. Hatinya memanas. Yang bisa Rachel lakukan hanyalah mencengkram erat rok sekolah yang ia kenakan. Satu kalimat sakral keluar dari mulut wanita itu. Walau memang sudah Rachel duga, tapi mendengarnya langsung membuat hati Rachel lebih sakit.

Ada seringai kecil yang muncul dari sudut bibir Bella.
"Gue cinta ama Alex. Dan gue harap lo sebagai sepupu gue, sadar akan perasaan gue ke Alex juga posisi lo saat ini"

Rachel masih dengan mode diamnya.

Please... Kenapa gue kayak gini? Rachel bukan orang yang lemah kayak gini.

"Gue harap lo bukan orang yang bakal ngancurin perasaan saudaranya sendiri."

Deg!!!!

Rachel tertegun dengan kalimat Bella barusan. Ada sakit teramat sangat yang ia rasakan. Kalimat itu menamparnya, menyadarkan Rachel akan apa yang ia pikirkan selama ini.

"Rachel?? Lo denger apa yang gue omong barusan'kan?"

Rachel tersadar dari pikiran liarnya. Segera mengatur ekspresinya sebaik mungkin, ia berdehem sesaat.
"Denger kok. Gue denger semuanya. Tenang aja. Gue nggak punya perasaan apa-apa ke Alex. Dia hanya teman gue doang. Nggak lebih. Lagian, Alex bukan tipe gue. Tipe gue itu kayak Rafael. Alex? Nggak!"

Bohong! Itu semua bohong! Sadarkah kalian bahwa saat ini hati Rachel menangis?

Seringai di bibir Bella melebar.
"Baguslah. Jadi Alex boleh jadi milik gue?"

"Kenapa lo nanya ke gue? Dia bukan siapa-siapa gue." Jawab Rachel dengan nada yang teramat datar.

'Bodoh!' Ujar Bella dalam hati.

Karena Bella sadar ada Alex yang mendengar percakapan mereka dengan wajah merah padam menahan amarah. Dan Bella senang dengan semua ini.

Lo masuk ke dalam perangkap gue, Chel. Udah gue katakan, gue nggak keberatan untuk melakukan hal yang jahat. Agar, Alex bisa jadi milik gue!

●●●

Alex melangkahkan kakinya menuju kelas. Dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Rachel. Dan yang utama, Rachel harus tahu bagaimana perasaannya kepada sahabatnya itu.

"Tenang aja."

Itu suara Rachel, lantas ia menghentikan langkahnya. Berdiri tepat di beberapa langkah sebelum menggapai pintu dan terus menatap kedua perempuan yang kini berbicara dengan suasana yang mengeruh.

"Gue nggak punya perasaan apa-apa ke Alex. Dia hanya teman gue doang. Nggak lebih. Lagian, Alex bukan tipe gue. Tipe gue itu kayak Rafael. Alex? Nggak!"

Blash!!!

Bagai disambar petir Alex mendengar kalimat Rachel barusan. Tangannya terkepal erat.

Teman?

Hanya teman?

Sekarang, Alex tahu posisinya. Senyum kecut terlihat dibibir Alex

"Baguslah. Jadi Alex boleh jadi milik gue?"

Alex tahu, itu suara Bella. Tapi dia hanya memfokuskan pendengarannya pada jawaban Rachel, walau ia tahu akan seperti apa jawaban Rachel.

"Kenapa lo nanya ke gue? Dia bukan siapa-siapa gue."

Dia bukan siapa-siapa gue.

Cukup!

Satu kalimat itu sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana posisinya selama ini. Sebagai Sahabat? Tapi sepertinya, Rachel tidak menganggapnya. Terbukti dengan kalimat Rachel barusan. Bagi Rachel, Alex bukanlah siapa-siapa.

Dan itu sudah cukup untuk Alex.

Sepertinya gue yang berlebihan! Nganggap lo lebih dari sekedar special. Tapi bagi lo, gue nggak lebih sebagai orang lain yang tak ada artinya buat lo.
Maaf, gue udah naruh harapan lebih ke elo.

■■■

Maafinn Naya....
Hereudang hereudanggg!!!
Ditunggu vote dan commentnya untuk kelanjutan cerita ini..

Follow instagram Naya dong, usernamenya @nailaattaya

Maaf✓Where stories live. Discover now