07. Please, Jangan!

3K 116 4
                                    

Seperti yang dijanjikan oleh Alex, malam ini ia dan Rachel 'jalan'.

Iya, Jalan.

Terserah, Rachel juga tidak begitu peduli tentang rencana 'jalan' ini. Yang penting dia senang, itu udah cukup.

"Lo mau kemana?" Tanya Alex membuka percakapan.

Kini mereka berada di dalam mobil Alex.
Oke, bukan mobilnya beneran, tapi milik mamanya. Perlu dicatat, Alex hanya punya motor doang, dan terus tiba-tiba dia muncul di pagar depan rumahnya dengan mobil membuat Rachel tak bisa menahan diri untuk bertanya yang dijawab dengan asal oleh Alex "Kalau jalan kayak gini pake motor, udah nggak zaman".

Oke, Rachel pikir anak ini sudah agak gila, jadi dia hanya mengabaikan alasan 'aneh'nya itu.

"Terserah. Lagian lo yang ngajak jalan, masa lo nggak tahu mau kemana" Jawab Rachel.

"Gini ya Chel, bukannya gue nggak tahu, tapi gue pengen buat suasana yang romantis. Agar nanti saat ada cewek yang cocok dengan selera gue, gue nggak malu-maluin, karena gue udah tahu step-stepnya kayak gimana. Lo nggak ngedukung banget sih, nggak ada manis-manisnya sama sekali"

Rachel terdiam sejenak setelah mendengar rentetan panjang dari Alex. Entah mengapa, tiba-tiba ada yang mengganjal dalam hatinya.

"Terserah" Ujar Rachel berpura-pura cuek. Padahal sejujurnya dia sadar, ada yang tidak beres dengan perasaannya saat ini.

"Huh! Oke deh. Kita makan dulu aja ya?" Ajak Alex.

"Hn"

●●●

Usai makan malam, mereka nonton, dan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih. Tapi sayang, saat ini mereka bukan sepasang kekasih, melainkan sepasang sahabat.

Oke. Ini terdengar gila.
Tapi, apakah ada sahabat yang terdiri atas pria dan wanita tanpa melibatkan perasaan?

HAHAHAHA!!! Mau ngumpat tadi nahan diri. Nggak boleh baper! Nggak boleh baper! Sadarlah, dia hanya sahabat lo yang menyenangkan.

Itu adalah mantra yang sering Rachel ucapakan dalam hatinya saat ini.

Alex hanyalah saat prianya yang menyenangkan.

Rachel sadar. Mereka hanyalah sahabat. Tidak lebih. Jadi, walau mungkin ada rasa yang mengganjal, dia berusaha keras untuk mengabaikannya.

Dalam hidupnya Rache tidak pernah berpikir untuk terjebak dalam hubunga menyedihkan ini. Apa lagi kalau bukan friendzone.

Dengan angin yang berhembus dan bintang-bintang di malam hari, suasananya begitu mendukung dan ada kesan romantisnya. Ucapan Alex soal ingin membuat suasana romantis rupanya sedikit terwujud. Mereka ada di bukit belakang sekolah saat ini.

Kalian mungkin heran, Kok Bisa?
Salahkan saja kewarasan dari Alex, karena sudah tidak tahu harus kemana, pria itu memutuskan untuk membawa Rachel di bukit belakang sekolah.

Abaikan saja kewarasannya. Kadang, Rachel pun meragukan kewarasan dari sahabatnya itu. Mungkin saat pembagian otak, Alex dapat ampas. Tapi mau bagaimana lagi, sialnya hal itu yang membuat Rachel nyaman dengan pria itu. Dia tidak perlu menjadi gadis kalem yang pemalu atau menjadi gadia polos yang pendiam. Dia bisa bebas menjambak Alex dan tak segan melontarkan kata-kata tajam. Alex dan tingkah konyolnya membuat Rachel bebas berekspresi.

"Chel." Panggil Alex membuka pembicaraan setelah keheningan yang terjadi di antara keduanya.

"Hn?"

Alex berdehem sebentar, kemudian bertanya dengan hati-hati
"Lo nggak marah kan?"

"Apa?"

"Gue bawa lo ke sini" Ada keraguan dalam nada bicara Alex.

Maaf✓Where stories live. Discover now