20. Cerita Alex

2K 87 2
                                    

"Namanya Rachel Anderson."

Bukan Kris yang mengatakan itu. Tapi Alex. Kris kaget dengan pernyataan Alex barusan.

"Namanya Rachel Anderson. Benar kan?" Desak Alex tak sabar, bahkan tangan Alex mencengkram lengan Kris sekarang

Kris terdiam sejenak, sedikit kaget dengan apa yang di lakukan oleh Alex. Dia berdehem sejenak sebelum menjawab.
"Iya. Namanya Rachel Anderson"

Desahan napas kasar keluar dari bibir Alex. Tebakannya benar. Gadis pindahan yang diceritakan Kris adalah Rachel-nya.

Iya, Rachel-nya.

Padahal Alex sempat berpikir jika Rachel akan keluar negeri atau keluar daerah yang bisa saja berbeda pulau. Tapi tidak, Rachel bahkan tak keluar dari kota.

"Bagaimana lo bisa tahu bahwa gadis itu adalah Rachel?" Tanya Kris sedikit kaget dan penasaran juga.

"Karena hanya dia siswa di Prasetya yang pindah dalam minggu ini." Jawaban yang masuk akal, Lex

"Dan kenapa lo bisa tahu? Yang gue tahu, lo nggak tertarik dengan apapun yang dilakukan pihak sekolah selama lo nggak terusik dengan kebijakan ataupun putusan tersebut." Tembak Kris membuat Alex terdiam.

Skatmat! Kena lo, Lex!

Alex masih tak bicara selama beberapa detik. Dia tidak bisa mengelak lagi sekarang, jadi dia menjawab dengan jujur.
"Iya, lo benar. Dan putusan pihak sekolah tersebut mengusik gue! Itulah kenapa gue bisa tahu."

"Mengapa lo yang terusik? Apa hubungannya dengan lo?" Tanya Kris lagi.

"Mengapa lo bisa secerewet ini?" Alex mulai resah dengan pertanyaan Kris. Sesak yang ia rasakan mulai memberontak. Ia takut pertahanannya runtuh.

Kris menghela nafas, kemudian ia berujar.
"Lo tahu gue orangnya kayak gimana. Sikap yang lo tunjukan sekarang sedikit mirip dengan sikap yang Rachel tunjukan saat nama lo kita sebut. Hanya saja Rachel bisa menyembunyikannya dengan baik."

"Kita?"

Kris mengangguk membenarkan.
"Iya. Gue, William, Clara dan Jesica. Lo pikir siapa lagi?"

Alex terdiam.

"Jawab pertanyaan gue, Lex! Lo yang paling tahu bagaimana sikap gue kalau gue mulai penasaran." Desak Kris.

Alex tak punya pilihan lain, dia harus menjawab pertanyaan Kris.
"Gue terusik. Karena Rachel adalah sahabat gue, teman pertama gue. Dan dia pindah karena kesalahan gue!"

Kris terdiam. Terjawab sudah pertanyaannya. Ada yang tak beres diantara Alex dan Rachel. Kris bisa menebak ini bukan hanya tentang sahabat dan teman pertama, tapi ada yang juga ikut serta dalam hal ini. Seperti perasaan dan hati? Kalian tahu kan maksudnya.

"Mau bercerita?" Tanya Kris pelan. Dia tahu, sahabatnya butuh tempat untuk bercerita sekarang.

"Gue ngelakuin kesalahan, Kris. Rachel orangnya terlalu baik. Gue yang ngikat dia dalam ikatan persahabatan. Gue yang bawa dia kedalam kehidupan gue. Namun, hanya karena Bella, sepupunya, gue mulai menjauh darinya. Janji gue buat nemanin dia sering gue ingkar, batalin janji walau gue tahu dia udah nunggu, mulai jadikan Bella sebagai prioritas walau sebenarnya Rachel yang harus jadi prioritas utama. Gue ngelakuin itu karena gue tahu, Bella ada rasa ke gue." Alex terdiam sejenak. Rasa bersalah itu muncul tanpa ia minta.
"Awalnya gue nggak merasa bersalah atau apapun itu. Tapi, semua berubah saat Rafael muncul. Gue pikir Rafael hanyalah satu diantara teman-teman yang lain. Namun ternyata tidak, ia adalah satu diantara banyak pengagum Rachel. Dia punya rasa kepada Rachel. Dan gue marah! Gue nggak terima fokus Rachel udah nggak ke gue, malah ke Rafael. Intinya gue nggak terima!" Manik Alex menampilkan kemarahan.
"Namun akhirnya gue sadar, disini gue yang mulai menjauh, gue yang mulai konflik ini, gue yang kasih Rafael ruang buat dekat dengan Rachel." Kembali, kesedihan yang muncul dari mata Alex.
"Tapi Kris, kenapa saat gue sadar Rachel malah pilih buat pergi? Kenapa saat gue ingin perbaiki kesalahan gue, Rachel malah pilih buat menjauh? Kenapa saat gue ingin tebus semua yang udah gue lakuin ke dia, dia malah pilih buat ninggalin gue? Kenapa, Kris?" Kris bisa lihat ada penyesalan yang muncul dari kedua atensi Alex.

Tak bisa berbohong, Kris kasihan dengan sahabatnya itu.
"Bodoh!" Umpat Kris.
"Sejak kapan lo jadi dramatis kayak gini?"

Alex menghadiahi tatapan tak terima pada sahabatnya itu.
"Brengsek! Lo desak gue buat cerita, sekarang lo ngatain gue! Lo punya hati nggak sih? Nyesel gue cerita ke elo!"

Kris terkekeh pelan. Bukan untuk mengatai, tapi Kris hanya ingin mencairkan suasana. Dan sepertinya berhasil.
"Oke oke, gue minta maaf. Santai, bro."

"Cih"

"Lo suka ama Rachel?" Tanya Kris tiba-tiba.

Alex tersedak liurnya sendiri.
"Sialan! Lo pengen buat anak orang mati serangan jantung? Itu pertanyaan atau peluru buat bunuh orang sih? Pake salam dulu kalau mau nanya astaga."

Kris hanya tertawa tanpa dosa. Merasa sudah bisa menebak bagaimana perasaan Alex kepada orang yang katanya sahabat itu.

"Jujur, Kris. Gue heran ama lo, mama lo ngidam apa saat hamil? Tadi lo desak gue buat cerita, setelah gue cerita lo malah ngatain gue, dan setelah gue ngumpat lo malah kasih gue pertanyaan bodoh itu. Lo terbuat dari ama sih?" Alex kesal sendiri.

Dan sekali lagi, Kris nyengir tanpa rasa bersalah.

"Lama-lama lo jadi kembarannya si William."

"Ogah!" Kris tak terima disamain sama si William.
"Dari pada bahas si Will, lebih baik jawab pertanyaan gue barusan. Lo suka ama Rachel?"

Alex terdiam sejenak, ia bingung dengan pikirannya sendiri. Setelah berdehem, ia berucap dengan pelan.
"Gue nggak tahu. Lo kan tau, gue nggak pernah suka ama seseorang. Lagian gue nggak yakin dengan perasaan gue sendiri. Suka atau tidaknya, gue nggak bisa kasih jawaban yang pasti."

"Terus, lo mau gue bantu apa ke elo?" Tawar Kris.

Setelah hening selama beberapa detik. Alex menatap Kris dengan tatapan penuh keyakinan.
"Bantu gue buat ketemu ama Rachel." Ujar Alex dengan tegas.

Setidaknya gue harus minta maaf ke elo.

■■■
Hai hai..
Bagaimana si Alex disini teman-teman?
Vote dan komen jangan lupa yaa..

Follow instagram Naya dong, usernamenya @nailaattaya

Maaf✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant