"Pakai jaket gue ya" tanpa mendengar jawaban ku, ia langsung memakainya.

"Eh tapi -"
Memotong saat orang sedang bicara mungkin sudah hobi seorang Alzee Gardana.

"Siniin tangannya "
Sekarang apa lagi? Ia menggenggam kedua tanganku, lalu menggosokkan bersamaan dengan tangannya, bermaksud membagi biru biru dingin ini.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Empat detik

Lima detik

Kesunyian di antara kami, akhirnya
aku pecahkan dengan bertanya padanya.

Aku berdehem pelan, "Zee, kamu tahu hal paling romantis dari hujan?"

"Enggak"

"Hujan sangat tangguh"

"Kenapa?"

"Karena ia tahu, perjuangan untuk menciptakan sebuah pelangi meski harus jatuh terlebih dahulu"

"Sama dong kayak gue"

"Hah, maksudnya?"

"Gue harus berjuang buat mendapatkan seorang Audy Kirana, sama kek hujan, harus jatuh dulu"

Aku sempat terdiam sebentar mendengar perkataannya barusan. Benarkah semua itu?

Aku tidak bisa berada lebih lama dengannya disini, bisa bisa oksigen ku habis hanya karena mendengar kalimatnya barusan, "Zee, kalau kita nunggu ujannya reda bisa-bisa sampai malam "

"Maksudnya, kita harus pulang ujan ujanan gitu?"

"Gakada pilihan lain, kamu takut?"

"Enggak, tapi nanti lo sakit gimana?"

"Aku gak bakal sakit, udah kebal"

"Sejenis Master Limbad ?"

"Udah deh, yok pulang keburu hujanya tambah deras"
Ia mengangguk. Walau sedang hujan tapi tidak apa main hujan-hujanan sesekali.

Dalam derainya air hujan, dibelakang punggung Alzee Gardana. Aku bicara dengan rintik yang membasahi tubuh ini.
Hujan, boleh aku minta sesuatu padamu? Jangan berhenti, teruslah tumpah ke bumi. Karena saat ini, aku tidak ingin berpisah dengan seorang yang secara ajaib telah mengubah perasaan kaku menjadi butiran cinta penuh pilu. Jangan berhenti hujan, biarkan kami berdua disini, dibawah langit sore yang senjanya telah engkau renggut sebelumnya, aku tidak mau engkau renggut juga seseorang dihadapkan ku ini. Biarkan tangis langit membasahi aku dan dirinya sekarang, sampai sebelum langit menghadirkan senyumannya kembali.

Percuma kurasa, bicara dengan derai hujan. Ia hanya memberi kesenangan sementara, lalu pergi tanpa mengembalikan senja.
Jalan raya sudah hampir dipenuhi kemerlap lampu-lampu ibu kota. Dan akhirnya aku sampai didepan gerbang rumah, saat ini aku harus menyaksikan kepergiannya mungkin untuk sementara, tapi tetap saja rindu akan menjadi teman akrab nantinya. Zee pergi dengan memberikan seulas senyum kepadaku, senyuman yang sangat indah di muka bumi ini, lalu ia melaju dengan kecepatan kencang dan menghilang diujung jalan.

Aku mengetuk pintu rumah dengan hati-hati, berharap bukan Mama yang membukakan pintu, bisa bisa dimarahi habis-habisan aku.

"Astaga Kirana kenapa baru pulang? Sudah jam 8 dan kamu masih pakai baju sekolah ckck" dugaanku salah, ternyata Mama memang menunggu aku pulang.

"Marahin aja Ma, kebiasaan ntar tuh anak, udah berani pulang malam " Abang Galih menyahut asal dan aku hanya melirik kesal.

"Ma, tadi aku kerumahnya Tara ada tugas, terus kejebak hujan akhirnya kita nonton dulu dirumahnya sampai kelupaan waktu "
Akhirnya aku berbohong. Tidak mungkin aku menceritakan semuanya tentang Zee pada Mama. Aku belum siap dengan reaksi Mama nantinya. Jadi anak durhaka sesekali tidak apa 'kan?

"Yudah sana masuk, mandi, pakai baju hangat terus turun, Mama buatin susu anget buat kamu "

"Makasih Mama cantik"
Aku berlari melewati Abang galih dan menjulurkan lidah untuk membalas akibat perkataanya tadi.

Seperti yang Mama perintahkan. Aku memakai Sweater dan kaos kaki kelinci untuk menghindari suhu dingin akibat habis hujan. Sebelum menuju ke bawah untuk minum susu hangat, aku sempatkan menengok kearah dua cermin kecil yang diberikan Zee waktu lalu, kupandangi sebentar lalu bergumam pelan, seandainya dia seperti glass yang dapat aku pandangi setiap saat.

Aku turun dan membuka lemari es, "Ma, yogurt rasa strawberry Rana mana kok gakada?" Reaksi ku saat membuka lemari es dan mengetahui yogurt strawberry hilang. Siapa lagi pelaku kalau bukan bang Galih!

"Dingin-dingin malah cari yogurt, udah Mama buatin susu diatas meja minum gih keburu dingin "

"Pasti abang 'kan? Dimana dia Ma?" rengekku memanggil nama bang Galih "Sengaja bener deh nyisain rasa anggur, aku 'kan gak suka !"

"Audy Kirana, minum susunya nanti kamu sakit " kata Mama sekali lagi memperingatkan

"Tapi Ma, ini tidak bisa dibiarkan, Abang harus dipenjara karena telah mengambil yogurt milik Rana "

"Mana ada hukuman tentang begituan, ada ada aja kamu " Abang Dana muncul dan mengacak rambutku.

"Ada 'lah bang, ini Rana yang buat "

Aku pergi ke kamar bang Galih,b berniat ingin memarahinya. Tapi tidak sebelum aku mendengar suara orang disebrang sana, suara bang Galih yang sedang berbicara.

"Bang Galih" kataku sambil mendorong pintu kamarnya

"Rana, ketuk dulu bisa 'kan? Jawabannya sambil menyimpan ponsel

"Gak sempat, Abang ngomong sama siapa?"

"Kepo"

"Ish serius bang, tadi aku denger abang lagi ngomong sama seseorang"

"Bukan siapa siapa, cuma teman kampus"

"Cewek atau cowok?"

"Bawel" jawabnya acuh sambil berbaring diatas tempat tidur.

Aku menghela nafas panjang, " Yudah, enggak penting juga buat Rana. Besok pokoknya yougurt strawberry harus ada di kulkas! Tanggung jawab abang yang udah ngabisin! " Kataku melongo ke pintu kamarnya sebelum pergi.

"Hm" aku pergi ke kamar ku, merasa keanehan dengan sifat bang Galih. Biasanya kalau aku pergi ke kamarnya pasti ada saja tingkahnya untuk menjahili ku. Namun berbeda kali ini, sangat lemas seperti habis lari maraton.

Memory GlassWhere stories live. Discover now