Hello, Memory Kelima! (bagian 2)

Start from the beginning
                                        

Di ambang pintu kelas, Maura masih berdiri ketika Mia berjalan melewatinya. Sekilas Mia sempat melirik sinis ke arah Maura. Sementara Maura hanya mengangkat bahunya cuek menanggapi tatapan sinis cewek yang tinggi badannya hanya setinggi sebahunya itu.

Sesampainya di mejanya, Maura meletakkan tasnya lalu berjalan ke bangku belakang dan duduk bergabung mengobrol dengan teman perempuannya di kelas. Semenjak berteman dengan Elma, teman-teman cewek di kelasnya jadi ikut mendekatinya. Seperti pagi ini, Maura ikut dilibatkan dalam rutinitas menggosip sebelum bel masuk. Karena rasa penasarannya tentang siapa cewek yang mendatangi Nando tadi, akhirnya Maura bersedia mendengarkan acara gosip-menggosip mereka.

"Si Mia makin bertingkah aja, ya." Salah satu temannya yang Maura ingat bernama Sarah memulai pembicaraan.

"Iya, makin sok berkuasa gitu. Padahal Luna juga nggak segitunya kayak dia," timpal Elma.

Maura masih mendengarkan saja karena belum paham arah pembicaraan ini.

"Kalo aja bukan karna Luna, dia juga pasti bakalan masih senasib kayak Nando; culun, kuper, kutu buku, nggak modis. Tapi liat, deh, gayanya sekarang ngelebihin Luna. Gue heran kenapa dulu Luna mau-maunya masukin Mia ke Adorable," kata Sarah.

Elma dan lainnya mengangguk-angguk. "Luna emang baik banget, sih. Gue juga heran kenapa ketua geng populer kayak dia bisa sebaik itu. Biasanya kan sombong, tukang bully dan kerjaannya dandan terus."

"Eh, ngomong-ngomong, Adorable lagi buka pendaftaran lagi! Lo lo pada mau nyoba lagi?"

Semuanya mengangguk kecuali Maura.

"Adorable itu apaan?" tanya Maura polos.

"Oh iya, ada anak baru," kata Elma setelah tertawa. "Adorable itu awalnya cuma geng yang dibikin sama Luna dan lama-lama jadi komunitas cewek-cewek cantik yang suka dandan dan selera fashionnya tinggi. Terus mereka sering bikin acara di mal buat fashion show, makeup tutorial atau pameran baju-baju yang di desain anggota-anggota mereka. Itu udah terkenal banget, lho, di Bogor. Luna malah pernah jadi model cover majalah buat ngebahas Adorable ini," jelas Elma.

"Oh gitu." Maura mengangguk-angguk.

"Lo kan cantik, Ra. Ikut daftar aja, yuk," ajak Sarah.

Maura tersenyum manis sambil menggeleng-geleng tegas. "Gue nggak jago dandan, nggak pintar fashion."

"Tapi lo cantik. Pasti diterima."

"Jadi tolak ukur mereka cuma sekedar cantik tanpa skill, gitu?"

Semuanya kompak mengangguk dengan wajah datar. "Yang penting cantik dulu, skill belakangan."

Mendengar itu membuat Maura semakin menggeleng. Bah, komunitas macam apa itu, batinnya geli. Maura bukan tipe gadis yang punya kepercayaan diri tinggi berdiri di depan banyak orang membanggakan kecantikannya. Dia hanya tipe gadis yang lebih bangga dengan apa yang dilakukannya, bukan bangga dengan apa yang dimilikinya.

***

Dewa masih duduk diam di dalam mobilnya yang terparkir di depan rumah besar berpagar tinggi berwarna cokelat. Pagar itu menutupi rumah bercat krem seluas 2000 meter persegi yang dijaga satu orang satpam. Dari luar rumah mewah itu nampak sepi.

Setelah melirik jam di tangannya yang masih menunjukkan pukul delapan malam, Dewa menyalakan kembali mobilnya dan menjalankannya mendekati pagar rumah itu. Dengan sekali klakson yang panjang, satpam yang duduk di pos rumah itu berlari dan segera membuka pagarnya agar Dewa bisa masuk.

"Makasih, Pak Minto," kata Dewa yang dibalas anggukan patuh oleh satpam bernama Minto tersebut.

Dewa memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Sebelum keluar dari mobil, matanya sempat menangkap sebuah mobil yang belakangan ini sering terparkir di sana. Setelah mendengus tanda bosan, Dewa mengambil tasnya di jok samping dan berjalan menuju pintu rumah. Sebelumnya Dewa menyempatkan untuk mendendang ban mobil tersebut dengan kesal.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now