Hello, Memory Kedua! [Repost]

84.2K 5.6K 155
                                    

2
BUKAN SHINTA


Bogor, 2008.

Di sofa empuk depan tv berlayar 39 inch yang menayangkan serial kartun kesukaannya, Maura duduk masih dengan baju tidur dan rambut diikat asal. Cuci muka dan menyikat gigi pun belum dia lakukan. Di minggu pagi ini, Maura sengaja ingin langsung menonton Spongebob Squarepants di rumah barunya.

Kemarin sore Maura, setelah dua minggu berlalu sejak kejadian di malam ulangtahunnya yang menyebabkan Maura harus dirawat di rumah sakit selama lima hari, Mama dan Papanya, beserta Bi Kokom (pembantu di rumahnya) pindah ke rumah baru ini. Salah satu rumah mewah yang berada di Rancamaya. Meninggalkan kota kembang yang tanahnya sudah dia pijak sejak kecil, ke kota hujan yang asri ini. Entah apa proyek baru yang dibangun Pras sehingga membuat mereka terpaksa pindah ke sini.

Tetapi Maura sama sekali tidak masalah. Di mana pun itu asal ada Mama dan Papanya dia tak akan pernah merasa keberatan.

Kecuali di neraka. Ada Mama Papa disana pun gue tetep nggak mau, batinnya sambil bergidik.

"Ra, kamu udah sehat, kan? Nanti tolong anter Bi Kokom ke depan komplek, ya, sayang. Kasihan Bibi masih belum hafal jalan di sini, takut nyasar."

Suara Finda menginterupsi Maura dari tayangan tingkah konyol si kuning bercelana kotak di televisi yang ditontonnya. "Naik apa?"

"Test drive Jazz barunya lah," sahut Finda dari arah dapur.

Maura mendesah. Naik mobil lagi, kapan bisa naik motornya?

"Oke!" seru Maura akhirnya menyetujui.

"Kamu anterin doang aja, nanti pulangnya biar naik taksi," sahut Finda lagi dari dapur, entah sedang bereksperimen apa dengan Bi Kokom. Yang Maura tahu, hanya ada aroma bawang dan cabai di tumis masuk ke lubang hidungnya, yang langsung membuatnya bersin-bersin seketika.

Itu karena Maura bermusuhan dengan bawang!

"Mamaaaaa!!" serunya kesal bangkit dari sofa sambil menggosok hidungnya yang terasa gatal dan memerah. Alerginya terhadap bawang ini diturunkannya dari Pras, anehnya mengapa gen itu bisa menurun padahal mereka bukan berasal dari darah yang sama.

Ketika Maura melangkahkan kakinya kesal menuju kamar dengan hidung tertutup, terdengar suara Finda dan Bi Kokom yang menertawainya.

Di dalam kamar Maura kembali menyalakan tv melanjutkan kembali menonton acara kartun yang tadi sempat tertunda. Pintu kamar dia tutup rapat-rapat agar aroma menyebalkan itu tidak lagi bisa dia hirup.

Kamar barunya ini cukup luas, lebih luas dari kamar di rumah sebelumnya. Malah mungkin bisa dibilang sangat luas untuk ukuran kamar. Maura merasa beruntung bisa hidup di tengah Pras dan Finda yang serba berkecukupan, bahkan berlebihan. Coba bayangkan saja jika saat ini dia masih berada di panti asuhan, kamar seluas ini mungkin bisa ditempati sekitar sepuluh anak.

Dan besok adalah hari pertamanya masuk sekolah, di sekolahnya yang baru. Ini saatnya kembali melanjutkan cita-citanya dan mewujudkan ketujuh wishlistnya. Lalu jika semua keinginannya itu sudah Maura dapatkan, hmm... mungkin sudah saatnya dia meraih cinta lagi. Masih mungkin... namun itu belum terpikirkan oleh Maura.

***

Pagi ini Maura duduk di samping Finda dengan wajah tertekuk. Piring di atas meja berisi nasi goreng buatan Bi Kokom hanya lima suap masuk ke mulutnya. Gantinya segelas susu cokelat sudah habis dia teguk.

Gadis yang pagi ini menggerai rambut hitamnya itu masih dalam aksi ngambek karna wishlistnya yang pertama gagal dia capai. Pras tetep ngotot tidak memperbolehkannya membawa motor ke sekolah. Pras justru malah menawarinya membawa mobil.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang