Hello, Memory Keenambelas!

42.8K 3.7K 323
                                    


16

BATU SEKERAS HATI

"Dewa, kenapa?" tanya Nando mengikuti Dewa yang berlarian menuruni tangga. Penasaran.

"Maura."

"Maura kenapa?"

"Dia minta dijemput."

"Jemput di mana?"

Ciiitttt!!

Bunyi sandal milik Dewa yang bergesekkan dengan lantai marmer rumah berbunyi saat Dewa berhenti tiba-tiba. Ia menepuk dahinya sambil menggeram.

"Yaelah, kenapa nggak nanya sih, tolol! Main lari gini aja," keluhnya pada dirinya sendiri sambil menggeser-geser layar sentuh blackberrynya, menelepon Maura lagi. Ia lupa menanyakan posisi Maura. Tadi ia langsung mematikan sambungan saking paniknya mendengar suara serak dan lemah Maura.

"Makanya tenang dulu, Wa," ucap Nando yang tak dihiraukan Dewa.

Saat sambungan teleponnya diterima Maura, Dewa langsung menyerang pertanyaannya. "Ra, lo di mana sekarang?"

"Gue... nggak tau ini di mana, Wa."

Dewa berdecak. Ia memaklumi karena Maura belum lama pindah ke Bogor. Belum tahu betul nama-nama daerah di Bogor.

"Di sekitar lo ada apa?"

"Ada... hmm... ada apotek."

"Apotek apa?"

"Bentar bentar... Wa, ini gue di Jalan Gardu Raya."

"Apotek kimia farma, ya?"

"Iya."

"Oke, tunggu di situ dulu, ya. Jangan ke mana-mana!"

Dewa langsung mematikan lagi sambungan dan kembali berlari menuju garasi. Kali ini ia tidak menggunakan mobilnya, Dewa mengeluarkan motornya beserta dua helm. Agar ia bisa lebih cepat sampai di tempat Maura. Tidak perlu terkena macet di malam minggu begini.

Lagian ngapain sih dia bisa ada di situ segala, batin Dewa.

Ketika memakai helm, Nando masih mengikuti, berdiri di sampingnya. "Maura nggak apa-apa, kan?" tanyanya.

Dewa tidak menjawab pertanyaan itu. "Lo tunggu di sini dulu. Ntar gue anterin pulang." Begitu katanya sebelum menarik gas motornya kencang-kencang.

Hanya dengan celana levis pendek, kaos tipis tanpa jaket, sandal jepit dan tanpa membawa dompet, Dewa langsung pergi begitu saja.

Hanya karena Maura.

***

Di tempatnya, Maura berdiri sambil memeluk tubuhnya sendiri. Sesekali ia terbatuk hingga suaranya jadi lebih serak. Maura tahu, pasti terjadi pembengkakan di dalam mulutnya. Seperti yang sudah-sudah terjadi, saat ia mengkonsumsi bawang putih. Alerginya itu terkadang juga membuatnya jadi kesulitan bernapas. Seperti saat ini.

Tadi saat berkumpul dengan Fachri, Leo dan teman-temannya, Maura tidak ikut memakan ikan bakarnya. Tetapi ternyata tanpa ia tahu, sup sapi yang ia makan mengandung bawang putih yang tidak dihaluskan. Tergigit dan tertelan beberapa olehnya. Maura tidak menyadari itu karena warnanya yang putih terkecoh oleh nasi.

Alhasil, Maura memuntahkannya di kamar mandi. Tanpa siapapun tahu. Ia tidak ingin merepotkan, tidak ingin mengganggu acara, tidak ingin seperti mencari perhatian.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang