8
BERBAGI PEDIH
Saat menyadari ternyata Nando sudah tidak duduk di satu sofa yang sama, Maura langsung menggigit lengan Dewa yang masih saja memiting lehernya. Memaksanya untuk mencium bau badannya yang sebenarnya tidak bau sama sekali menurut Maura. Kaos Dewa justru harum seperti baru keluar dari mesin laundry.
Maura tahu, ini cuma akal-akalan Dewa saja untuk menggodanya.
"Aw! Gila!" protes Dewa saat Maura menggigit lengannya. Cowok itu pun akhirnya membebaskan Maura dari kukungannya sambil meringis kesakitan.
"Lagian cari kesempatan banget meluk-meluk gue," kata Maura sambil membenarkan rambutnya.
"Ih kok tau sih?"
"Tampang-tampang kayak lo mah udah kebaca."
"Ya... kapan lagi dapet kesempatan dipeluk Nicholas Saputra, kan?"
Maura memutar bola matanya. Tangannya dikibas-kibas ke depan wajah Dewa yang masih tersenyum konyol. "Terserah lah. Dian Sastro mau cari Nando dulu."
Saat Maura berdiri dan hendak berjalan mencari Nando, Dewa yang masih duduk di sofa menahan tangan kirinya. Sontak Maura pun berbalik dengan tatapan malas.
"Apa lagi?" tanya Maura.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?" tanya Maura bingung.
"Kenapa nyari Nando?"
"Ya karna dia nggak ada."
"Emang masih kurang buat lo kalau cuma ada gue doang?"
Maura diam dengan banyak pikiran bingung di kepalanya. Dia tahu Dewa memang sering berkata konyol, bahkan tak jarang melantur dan tidak masuk akal. Dia juga tahu pertanyaan Dewa ini bisa saja hanya salah satu dari sekian banyak pertanyaan konyol Dewa lainnya seperti biasa. Tapi entah kenapa Maura hampir saja menganggap pertanyaan ini adalah pertanyaan serius.
Karena wajah Dewa saat ini seolah benar-benar menunjukkan keseriusannya. Dengan tangan yang masih menggenggam tangan Maura dan mata yang mengunci kedua mata Maura.
Tetapi akhirnya Maura berpikir berulang kali lagi. Dia tidak mau terjebak lagi dengan keusilan Dewa. Karena seperti biasa-biasanya, ini juga pasti hanya candaan saja. Dewa pasti memang ingin menggodanya saja lalu tertawa kencang-kencang setelah merasa berhasil.
Maura lalu mengeluarkan suaranya untuk menjawab. Sambil mencoba melepaskan tangannya dari tangan Dewa. "Ya kalau cuma ada lo doang nanti kasian Nando lah. Dia ke sini kan mau belajar, jangan diganggu!"
"Jadi gue ganggu?"
"Dateng-dateng ngerusuh pas kita lagi serius, itu namanya apa kalau bukan ganggu?"
Sekilas Dewa tersenyum. Dia mengangguk-angguk dan menjatuhkan tangannya yang barusan dilepaskan dari tangan Maura secara paksa ke atas pahanya. "Tadi dia ke arah ruang tamu," kata Dewa. Bermaksud memberitahu posisi Nando. Karena saat Nando berdiri dari sofa dan berjalan menjauh, Dewa sebenarnya sadar dan memperhatikan dalam diam.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Maura berbalik dan berjalan menuju ruang tamu. Meninggalkan Dewa yang bersandar pasrah ke kepala sofa dengan mata terpejam. Bibirnya melengkungkan senyuman miris.
"Jadi, gue pengganggu ya? Iya, pengganggu yang berlebihan mencemburu," ucap Dewa pada dirinya sendiri.
***
Sebelum matahari terbenam, Nando memutuskan untuk pamit pulang. Dia tidak bisa terlalu lama meninggalkan rumahnya. Ibunya di rumah pasti sedang kerepotan mengurus dua adiknya sambil menyiapkan bahan masakan yang akan dijualnya setiap pagi di pasar.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)