12
DALAM HATI SAJA
Ujian akhir semester pertama hari ini adalah pelajaran Pendidikan Agama dilanjut dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Maura sudah siap dengan segala hapalan di dalam kepalanya. Sambil berharap dalam hati agar soal-soal yang diberikan nanti tidak melenceng dari apa yang sudah dipelajarinya.
Jika ia ingin mencapai keinginannya berada di peringkat satu mengalahkan Dewa ataupun Nando, maka ujian akhir semester ini harus dilewatinya dengan mulus. Nilainya harus sempurna. Agar persaingan sehatnya dengan Dewa ataupun Nando ini tak menjadi sia-sia.
Sementara di kelas lain, Dewa dengan posisi santainya duduk sambil memutar-mutar pensil dan menatap keluar jendela kelas. Bangku ujiannya kali ini berada di dekat jendela yang menyajikan pemandangan koridor dan lapangan yang basah bekas hujan pagi tadi.
Bogor memang begitu. Kalau tidak hujan, pastilah mendung. Matahari selalu malu-malu. Membuat warga daerah sini jadi sulit jika ingin berkulit bak Rihanna. Apalagi jika Bogor bagian pegunungan, gadis-gadisnya berpipi kemerah-merahan.
Semoga saja sepuluh tahun ke depan Bogor akan selalu seperti ini. Tak dirusak oleh tangan-tangan serakah yang mengubah kebun teh menjadi perumahan atau vila tak terpakai. Semoga saja kota hujan masih selalu jadi julukannya, tak terpengaruh oleh global warming.
Ketika bel tanda dimulainya ujian berbunyi, Dewa membalik kertas soal ujiannya dan mengambil lembar jawabannya. Tanpa ingin melihat terlebih dahulu soalnya seperti apa, ia langsung mengisi namanya.
Dewa percaya pada dirinya, percaya pada otaknya, pada kemampuannya. Setelah usahanya belajar selama ini, Dewa yakin mampu menjawab semua soalnya tanpa harus merasa khawatir atau terburu-buru. Apalagi panik.
Nilai hanya urusan akhir. Karena bagi Dewa, yang terpenting adalah usaha belajarnya setiap hari. Dewa memang menganggap nilai hanya sebuah formalitas, tapi tetap harus dapat dipertanggungjawabkan.
Di kelas lain, Nando duduk bersama murid yang juga menyembah Tuhan yang sama dengannya. Untuk pelajaran ini, Nando tidak terlalu khawatir. Ia percaya Tuhannya, setiap pekan ia selalu mendatangi Tuhannya. Maka Nando percaya, segalanya pasti akan dimudahkan oleh Tuhannya jika ia yakin dan bersungguh-sungguh.
***
Tiga remaja berseragam sama itu berjalan di koridor. Tetapi dengan pembawaan yang berbeda.
Yang perempuan berjalan anggun sambil memegang tali ranselnya, memberikan senyum pada siapapun yang menyapanya. Yang laki-laki berkacamata berjalan dengan wajah kaku, memperhatikan baik-baik pandangan jalannya. Sementara laki-laki satunya berjalan santai dengan ransel yang hanya digantung di sebelah bahunya sambil mengunyah permen karet.
Mereka berbeda. Tapi tetap bersama.
Mereka bersaing. Tapi tetap bersahabat.
Mereka bersahabat. Mengukir kisah SMA.
Dan di antara mereka mungkin saling menyimpan perasaan, tapi tak berani bicara.
"Jalan dulu, yuk?" Maura yang berjalan di tengah-tengah Dewa dan Nando merangkul bahu dua laki-laki di sampingnya itu.
"Gue sih emang anti pulang," jawab Dewa.
"Besok masih ada ujian," sahut Nando.
"Kan ujian terakhir, satu pelajaran doang. Ayolah, Nando...." bujuk Maura pada cowok yang tetap memasang ekspresi datar itu.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)