Hello, Memory Ketiga! [Repost]

76.2K 5.1K 266
                                        


3

MISTERIUS


Ketika Maura menginjakkan kakinya di lantai kelas, saat itu juga napasnya terbuang panjang. Ruang kelas yang memuat sekitar 30 orang siswa ini bukannya sempit, kotor dan tidak bagus, hanya saja semua bangkunya sudah terisi penuh. Kalau nanti bertemu dengan Dewa lagi, Maura akan protes. Gara-gara mengobrol dengannya tadi, dia jadi tidak bisa memilih tempat duduk yang diinginkan.

Tetapi untungnya, karena tinggal di negara Indonesia yang dimana siswa/siswinya selalu mengosongkan bangku di barisan depan, Maura pun bersyukur, karena itu justru menguntungkan buatnya. Maura akan lebih bisa berkonsentrasi belajar kalau duduknya di depan. Karena kalau sudah di barisan nomer tiga dari depan sampai ke belakang, fokusnya akan mudah hilang.

Maura menghentikan pandangannya ke arah sisa bangku kosong satu-satunya di barisan depan tengah papan tulis. Senyumnya pun mengembang. Itu tempat strategis untuknya. Namun lagi-lagi Maura harus mendesah kecewa karena partner bangku sisaannya itu ternyata bukan seorang cewek. Wishlistnya pun gagal dia capai lagi untuk ketiga kalinya.

Ada apa sih ini? keluh Maura.

Dalam sepanjang hidup, dia belum pernah gagal mencapai cita-citanya sampai tiga kali beturut-turut begini.

Dengan terpaksa karena-nggak-mungkin-lesehan akhirnya Maura mendudukkan bokongnya di bangku sisa itu. Bersebelahan dengan cowok berkacamata yang hanya menunduk terpaku pada lembaran-lembaran bukunya. Dari ketebalannya itu, Maura yakin itu pasti bukan buku cetak pelajaran. Buku cetak matematika pun tidak setebal itu.

Setelah menaruh tasnya di belakang kursi, Maura duduk diam dengan tangan di atas meja. Menatap lurus ke papan tulis, sesekali ke kanan dan kiri ke arah teman sekelasnya yang sudah saling mengenal satu sama lain. Mungkin sebagian dari mereka ada yang berasal dari kelas yang sama di kelas sepuluh atau sebelas.

Dan sebagai murid baru yang mendapat bonus duduk sebangku dengan cowok kutu buku, Maura hanya bisa diam sendirian menunggu guru datang dan memulai pelajaran. Niat hati pengin say hello dengan teman sebangkunya ini, tetapi ketika melihat kondisi saat ini, maura mengurungkan niatnya. Sebagai orang yang juga senang membaca, Maura paham betul bagaimana rasa kekinya kalau ada orang yang tiba-tiba mengganggu dan merusak imajinasi yang sedang khidmatnya masuk ke dalam dunia bacaan itu.

Entah siapa nama cowok kutu buku berkacamata nerd itu, badge name di seragamnya pun tak dapat Maura lihat. Namun jika dilihat-lihat dari segi pandang penilaian tingkat ketampanan cowok, menurut Maura cowok ini sebenarnya tampan. Kulitnya bersih, alisnya tebal meski sedikit berantakan, hidungnya tak begitu mancung namun pas untuk bentuk wajahnya, bibirnya tipis agak kemerahan, rambutnya hitam lebat meskipun tatanannya kuno. Nilai untuk penampilannya tanpa kacamata yang Maura berikan adalah 83. Sedikit di atas nilai yang dia beri untuk Dewa tadi. Tapi sayangnya cowok ini lebih memilih berpenampilan culun, sehingga nilai untuknya sekarang hanya 65 menurut Maura.

"Selamat pagi, semuanya!"

Maura segera mengalihkan pandangannya dari teman sebangkunya yang pendiam itu ketika guru pertama yang mengajarnya hari ini tiba di dalam kelas.

Senyumnya terbit seketika, sangat lebar. Tuhan ternyata memang adil. Setelah kegagalannya hari ini mencapai ketiga wishlistnya secara berturut-turut, kini Maura mendapat sebuah keberkahan. Guru pertamanya hari ini ternyata tampan, muda, stylish, terlihat berpendidikan dan senyumnya manis. Usianya mungkin baru sekitar 25 tahun-an. Nilai 90 pun dengan suka rela langsung Maura berikan untuk penampilan Pak Guru gantengnya ini.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now