Hello, Memory Kesepuluh!

55.4K 4.3K 207
                                    

10

BAIK DAN BURUK

Pemandangan Nando masuk ke mobil Dewa bersama Maura tentu menjadi pemandangan paling menarik hari ini. Beberapa siswa yang kebetulan berada di parkiran dan mengenal Nando agak kaget melihat cowok introvert itu tiba-tiba bisa pulang bersama Dewa dan Maura.

Dewa cukup dikenal oleh seluruh siswa di sekolah, tentu karena mobilnya yang paling berbeda dengan lainnya itu, juga karena kedudukannya di peringkat satu yang tidak pernah bergeser. Dan Maura ikut dikenal karena beberapa bulan belakangan ini gadis itu selalu berada di mobil Dewa. Bersama setiap berangkat dan pulang sekolah.

Mantan teman-teman Nando dulu juga ikut kaget saat tahu seorang Dewa dan Maura mau berteman dengan Nando yang sudah bukan apa-apa lagi ini. Apalagi Mia, cewek itu bahkan seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Halah, paling cuma pada mau manfaatin doang," ujar kekasihnya, Marco, di sebelahnya berdiri.

Mia ikut setuju. Sama seperti dirinya yang juga terkadang masih mau bertemu dengan Nando hanya karena ingin tugasnya ada yang mengerjakan. Jadi mereka pasti juga begitu, pikir Mia.

Berbeda dengan yang lainnya, Luna yang saat itu juga kebetulan melihat bersama teman-teman gengnya justru bukan mempedulikan Nando. Pandangannya tak terlepas dari Dewa dan Maura yang membuat hatinya semakin hancur berkeping. Setiap hari.

Sekitar kurang lebih dua bulan yang lalu Dewa memutuskannya, Luna masih belum memiliki kekasih baru. Belum mau membuka hati lagi lebih tepatnya. Hatinya masih menunggu Dewa. Baginya, Dewa adalah yang terbaik. Lagipula, Luna bukan gadis yang mudah jatuh cinta. Dan bukan yang mudah juga melupakan.

Cintanya masih sama untuk Dewa. Apalagi saat tahu kabar-kabar dari temannya kalau Dewa dan Maura tidak memiliki hubungan istimewa selain berteman. Luna masih menyimpan harapan untuk memiliki Dewa lagi.

"Pasti sakit, ya, Lun?"

Luna memindahkan fokus perhatiannya ke teman di sebelahnya. Gadis cantik dengan bola mata cokelat terang itu tersenyum. Padahal hatinya sudah bernanah dan berdarah.

"Nggak kok," bohongnya.

"Kok bisa sih lo punya hati setegar dan seikhlas ini? Padahal kalau gue jadi lo, gue pasti udah ngelabrak tuh cewek."

Luna menggeleng pelan. "Nggak tau. Mungkin orang-orang bilang ini klise, tapi menurut gue ini fakta; ketika kita benar-benar mencintai, kita akan dengan sendirinya rela melepaskan jika dia emang nggak bahagia bersama kita. Karena percuma dipertahanin kalau dia udah nggak mau mempertahankan. Percuma juga gue marah sama Maura, kenyataannya dia emang nggak salah. Dia emang nggak mencoba ngerebut Dewa kok."

"Bukan cuma cantik di luar, tapi lo juga cantik di dalam, Lun."

Teman-teman gengnya itu bahkan sampai memandang kagum pada Luna. Jarang sekali ada perempuan yang pemikirannya sepositif Luna ketika patah hati.

"Cantik aja nggak cukup buat bikin orang mau bersama kita, girls. Buktinya aja Dewa masih ninggalin gue, kan?" Luna terkekeh.

"Itu sih Dewa nya aja yang bego," ceplos salah satu temannya.

Luna tertawa. Jarinya menekan alarm mobil. "Bukan gitu. Maksud gue, kecantikan doang nggak bisa diandalkan dalam hubungan. Percuma kalau nggak perhatian, sering cemburuan, emosian atau mata duitan. Tetep aja bakal ditinggalin."

Yang lainnya pun mengagguk setuju lalu menyusul Luna masuk ke mobil. Berangkat bersama menuju mal untuk memburu alat make up dan aksesoris.

***

Hello, Memory!   [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang