11
SAINGAN
Gadis itu berdiri di depan cermin besar kamarnya seorang diri. Gaun satin biru dongker sederhana menggantung hingga setengah pahanya, lengannya pendek dan di pinggangnya terlilit ikat pinggang berwarna dan berbahan sama yang diikat pita pada bagian samping.
Rambutnya dibiarkan tergerai. Wajahnya dirias setipis mungkin. Di bagian leher dan pergelangan tangannya disemprot parfum beraroma lembut namun segar. Terakhir, kakinya dibungkus sepatu datar berwarna hitam yang menutupi seluruh jari-jarinya.
Dia lalu berbalik dan berjalan menuju kasurnya, mengambil ponsel. Sambil menggenggam ponsel, Maura keluar dari kamar dan turun untuk bergabung bersama Pras dan Finda yang sudah rapih dengan pakaian formal mereka.
Selepas petang ini mereka bertiga akan berangkat ke Jakarta. Menghadiri acara ulang tahun pernikahan orangtua Pak Galih.
Sebenarnya ada sedikit perasaan berat yang Maura rasakan, karena harus terpaksa meninggalkan buku-buku pelajarannya sementara. Padahal ujian akhir semester sudah tinggal dua hari lagi. Tetapi karena sudah terlanjur mengiyakan ajakan Finda yang padahal entah kapan Maura juga tidak ingat, akhirnya Maura ikut.
Mereka berangkat tanpa supir. Pras menyetir mobilnya sendiri, ditemani Finda yang duduk di sampingnya. Wanita itu nampak cantik dan elegan dengan gaun merah panjangnya yang di bagian belakangnya agak terbuka menampilkan punggung putihnya. Rambutnya yang dikepang satu di samping membuatnya nampak terlihat lebih muda.
Di kursi belakang, Maura duduk sendiri dengan kepala menghadap kaca. Memandangi kendaraan-kendaraan dan bangunan yang mereka lewati. Berhubung ini malam minggu, jalanan menjadi lebih macet dari biasanya. Mungkin Bogor-Jakarta yang biasanya bisa ditempuh dalam satu jam, akan bertambah dua kali lipatnya.
Saat mobil melaju cepat di jalan tol, tiba-tiba kaca yang sedang Maura pandangi mulai membentuk titik-titik air. Ternyata hujan turun. Yang kian lama kian banyak meninggalkan bercak air di kaca mobil, dan tidak bisa lagi membuat Maura melihat pemandangan di luar.
Maura mendesah sebelum menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi lalu memejamkan mata.
***
Pukul setengah sembilan, mereka baru sampai di rumah Hendra. Mungkin acaranya sudah mulai sejak satu jam yang lalu. Terbukti dari jalan depan rumah hingga ke dalam halaman, mobil-mobil sudah berjejer rapih.
Hendra adalah teman Pras saat masih SMA. Kini ayah dari dua anak laki-laki itu adalah seorang pengacara yang sering menangani kasus pejabat negara. Jadi tidak heran lagi jika di dalam nanti, akan ada banyak petinggi negeri yang hadir.
Mereka turun dari mobil dan berjalan memasuki rumah besar berwarna cokelat dan krem yang disanggah oleh pilar-pilar besar dan dijaga oleh pagar tinggi. Di depan rumah, beberapa karangan bunga bertuliskan Happy Anniversary 30th menyambut para tamu. Pras dan Finda berjalan bersebelahan, dengan Finda yang mengapit lengan suaminya. Sementara Maura mengikuti di belakang mereka.
Di dalam rumah, tamu yang hadir lebih banyak daripada banyaknya mobil di depan. Sepertinya acara pemotongan kue bertingkat di tengah-tengah ruangan itu telah selesai dilakukan. Pras pun menggiring Finda mencari-cari keberadaan Hendra dan istri. Lagi-lagi Maura pun mengikuti.
Dua teman lama yang baru hari ini bertemu lagi itu akhirnya saling melempar senyum saat bertemu. Pras dan Hendra berpelukan dan menepuk-nepuk punggung masing-masing.
"Perut kok bisa nggak buncit-buncit? Kenapa gue malah nambah buncit, ya?" Hendra tertawa, saling merangkul dengan Pras.
"Beda, kalau hidupnya tentram bahagia emang buncit." Pras membalas.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)