"Ahhh... ahhhh...." desah Irene saat pucuk gunungnya dipelintir halus oleh Ian dengan jarinya. Puting satunya ia jilati seperti permen lolipop.

    "Ahhh.. ahhh.. yhang... ahhh... mmppphhh..." celana Ian makin menyempit mendengar desahan Irene yang tak terkendali.

    "Aku boleh buka celana, nggak, sayang?" tanya Ian meminta ijin ke Irene yang mulai melayang menikmati sentuhan Ian.

     Anggukan kecil dari kepala Irene adalah ijin yang Ian butuhkan. Tanpa menunggu ia pun melepaskan celana jeans dan celana pendeknya lalu melemparkan sembarangan. Ian kini hanya bebalut celana dalam. Irene melirik sedikit melihat sesuatu menegang dibalik celana dalam abu-abu itu. Matanya membulat lebih dari sempurna. Tentu saja ini adalah pertama kalinya ia melihat lelaki tak berbusana dan mengenakan celana dalam. Sebentar lagi aku akan melihat miliknya, pikir Irene.

    "Mau pegang?" tanya Ian menyadari mata Irene yang tak bisa lepas dari barangnya. Irene dengan malu-malu tersenyum canggung.

    Ian meraih tangan kanan Irene dan meletakkannya di miliknya. Baru saja Ian ingin mengajarkan Irene bagaimana mengelusnya, tangan Irene sudah cekatan memijat batang keras itu. Ian tersenyum nikmat. Matanya tertutup menikmati pijatan Irene. Nafsunya bangkit. Ia merasakan batangnya berkedut. Ia memandang Irene lagi yang masih memandangi barangnya yang dipijat.

     "Sayang, mau buka celananya nggak?" Irene terkejut ditanya begitu oleh Ian. Ia terlihat bingung akan mengiyakan atau tidak.

     "Kalau nggak mau, nggak usah, ya" Ian tersenyum memaklumi. Badannya beranjak ingin kembali mencium Irene yang masih dalam posisi berbaring, namun terhenti saat tangan Irene membuka kancing celana jeansnya.

    "Bantuin buka, dong" ujar Irene setuju. Ian terkejut sebentar lalu membantu Irene membuka celananya. Irene kini sama seperti Ian, hanya mengenakan celana dalam berwarna biru muda.

    "Yang ini jangan dibuka tapi, ya" pinta Irene pelan. Ian tersenyum lalu mencium bibir Irene lagi.

     Irene mengangkat kedua tangan diatas kepalanya, membiarkan Ian leluasa menjelajah setiap lekuk tubuhnya. Ian masih bermain-main dengan gunung kembar Irene, menghisapnya bergantian. Sesekali menggigit pelan puting susunya. Irene kembali menggelinjang. Pinggulnya terangkat dan menyentuh batang Ian yang sudah menegang.

    Ian menekankan pinggulnya ke tubuh Irene, menggesekkan penisnya ke vagina Irene yang terbalut celana dalam. Ia menusuk pelan vagina Irene, yang berhasil membuatnya mendesah pendek.

    "Ahhh.. ahh.. yhangg.. mmhh.. ahh.." permainan lidahnya di payudara Irene juga dipercepat.

    Ia berlaih ke leher Irene. Menjilatinya dengan rakus membuat Irene kembali keluar dibawah sana. Ian menyadarinya dan mulai mengelus pelan vagina Irene yang terasa hangat. Memainkannya perlahan tapi pasti, memberikan kedutan konstan di mulut surga Irene. Jarinya diarahkan agak turun menuju klitoris Irene, dan mulai menggarukkan kukunya pelan disana. Desahan Irene makin nyaring.

     "Aahhh... huuuu... ahhh.." Ian mempercepat gerakan jarinya. Irene berinisiatif untuk kembali memijat batang Ian yang menganggur. Tentu Ian setuju.

     Jari Ian masih bermain-main dengan mulut surgawi Irene. Tangan Irene yang awalnya memijat pelan batang Ian kini mulai memijatnya dengan agak keras. Karna nafsunya yang memuncak membuat Irene tak sadar sedang memegang batang Ian dan meremasnya. Ian memekik terkejut.

    "Maaf sayang, lupa" ujar Irene meringis. Ian tersenyum sembari menghentikan permainannya di bawah Irene.

     Ia mendekatkan dirinya ke tubuh Irene. Menyentuhkan dada mereka. Pinggul Ian digerakkan maju mundur, selayaknya orang yang sedang bersetubuh. Ujung penis Ian yang mengeras dari balik celana dalamnya digesekkan ke vagina Irene.

     Gerakan Ian konstan, ia juga membayangkan jika mereka benar melakukannya. Meskipun keduanya mengenakan celana dalam, Ian dengan mudah membayangkan perasaan yang ia rasakan saat berhubungan. Di sisi lain, Irene yang belum pernah melakukannya sulit merasakan apa yang seharusnya ia rasakan. Yang ia tahu, kini ia merasakan kedutan kecil dibawah sana. Degup jantungnua tak beraturan, nafasnya tersengal, selangkangannya mulai basah. Ia pikir memang inilah yang seharusnya ia rasakan.

     Irene melenguh saat lidah Ian menjilati tengkuk dan lehernya. Area yang paling sensitif bagi Irene.

     "Anghhh.." Irene mencakar punggung Ian lembut akibat terlalu terangsang. Iam tersenyum dan melanjutkan permainannya. Ia menjilati belakang telinga Irene, sesekali menggigit daun telinganya.

     "Ahhhh... ahh.." seiring makin cepat gerakan pinggul Ian semakin nyaring juga desahan Irene.

     Ian sudah mencapai klimaks. Hentakan terakhir dari pinggulnya dan membuat seluruh badannya menegang. Celana dalamnya kini basah. Cairan bening itu juga mengenai celana dalam Irene sedikit.

     "Aku... keluar.. sayang, maaf" ujar Ian tersengal. Irene menatap tak paham.

     "Kamu belum, ya? Mau dilanjut?" tanya Ian lagi. Irene masih tidak paham. Tapi ia merasa sedikit sakit didaerah perutnya. Rasa sakit yang baru pertama kali ia rasakan. Merasa malu karna takut dibilang terlalu polos, Irene tidak mengatakannya pada Ian.

     "Udah kok, udah. Itu kamu basah" Irene memasang wajah jijik. Entah kenapa ia merasa jijik pada cairan yang baru pertama kali ia lihat.

     "Aku bebersih dulu, ya" Ian bangkit menuju kamar mandi dan membersihkan diri.

      Irene mencari bra yang tadi dilempar Ian sembarangan sambil menutupi dadanya dengan selimut. Setelah mengenakan pakaiannya, Irene merebahkan diri ke ranjang. Ia tersenyum membayangkan yang barusan terjadi.

      Ian keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk. Ia mencuci celana dalamnya yang tadi menampung spermanya. Beruntung Ian selalu mengenakan celana pendek setelah celana dalam, jadi ia tidak akan bertelanjang bulat. Ian ikut tidur disebelah Irene.

     Kecanggungan masih menyelimuti keduanya. Tak ada yang berani memulai pembicaraan dan memilih menatap langit-langit kamar hotel yang menjadi saksi dosa mereka barusan.

    Ian memberanikan diri menarik Irene memeluknya. Malu, Irene membenamkan wajahnya ke dada Ian.

    "Ciyeee malu, kah?" goda Ian yang langsung disambut gigitan kecil pada dada bidangnya. Ian meringis kecil makin mengeratkan pelukan.

     "Aku mau tidur. Ngantuk" ujar Irene singkat.

     Mereka menghabiskan malam, dalam pelukan erat dan hati yang bercampur aduk, hingga pagi menjelang.

     Pukul 8 pagi, Irene terbangun setelah merasakan bibirnya yang diciumi Ian. Ia membuka matanya perlahan mendapati Ian yang tersenyum manis.

    "Kamu ngapain?" tanya Irene dengan suara parau.

    "Aku gemes liat kamu tidur. Kayak anak kecil" goda Ian mengecup bibir Irene sekali lalu duduk di tepi ranjang, memandang mata Irene lekat.

    "Aku memang masih kecil" ujar Irene ikut bangun dan memeluk Ian dari belakang.

    "Bentar lagi check out, mandi sana" Ian menyenggol tangan Irene yang melingkar di pinggangnya.

    "Nanti aja, aku mau peluk kamu dulu" ujar Irene manja. Ian pun memutar tubuhnya dan memeluk Irene dari depan. Mereka berdiam pada posisi berpelukan sampai akhirnya memutuskan untuk mandi dan pulang sebelum makan siang.

    Irene tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Ia tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan, tapi hatinya terus saja bergetar dan merasakan kebahagiaan. Tapi saat sampai dirumah ada hal yang mengganggu pikirannya. Besok Ian akan pulang dan bertemu istrinya, lalu ia dengan segera dilupakan. Ia merasa bahwa dirinya tidak lebih dari sekedar selingan. Dan besok, Ian akan benar-benar melupakannya dan melihat sosok Irene tak lebih dari kekhilafan.
























*Maafkan aku wahai readers karna slow update banget dan ini juga update 1 part doang 😢😢 gatau nih otak lagi buntu soalnya si Ian lagi sakit (lho)

Harap bersabar dan terus menunggu ya, Irene akan datang dengan cerita yang lebih romantis tapi tragis namun realistis.

Aku tunggu vote, komen kritik dan saran dari readers semua. Lopyupul💕💕💕💕*

Burning DesireWhere stories live. Discover now