39 - Avocado, Honey?

25.8K 1.2K 3
                                    

Setelah sekian lama, cerita ini akan berjalan menuju akhir cerita ya kawan-kawan! Sedikit lagi sebelum benar-benar di akhir deh pokoknya :)

HAPPY READING EVERYONE 🌞

*

Valerie mengerjap-ngerjapkan matanya di tengah gelapnya kamar yang sedang ia tempati sekarang. Kedua tangannya memegangi perutnya yang berbunyi keroncongan, padahal ia ingat semalam sudah menyantap banyak makanan besar sebelum akhirnya pergi tertidur. Ia menoleh sekilas dengan senyum terkembang kala melihat Ryan yang sedang tertidur nyenyak pada ceruk lehernya. Bersamaan dengan tangan kukuhnya yang terus memeluk pinggangnya dengan erat.

Perlahan, ia melepas tangan kukuh yang memeluk tubuhnya itu. Merapihkan selimut yang dipakainya pada Ryan dan berjalan pelan keluar kamar. Menuruni tangga dan masuk ke dapurnya yang selalu menyala. Ya, ia tidak mengijinkan siapapun untuk mematikan lampu dapur untuk mengantisipasi jika ia berjalan ke dapur di tengah malam seperti ini.

Valerie mengelus perutnya sejenak sembari mengedarkan pandangannya pada beberapa bahan makanan yang tersedia di kulkas tiga pintunya. Setelah berpikir untuk beberapa saat, pilihannya jatuh pada dua buah alpukat dan susu segar yang ada di dalam kulkasnya. Ia meraih kedua bahan itu dan hendak membuatnya menjadi segelas jus.

Sementara itu, Ryan tersentak kaget begitu tangannya tidak mendapati keberadaan Valerie di sebelahnya. Ia segera beranjak dari kasurnya dan berlari keluar kamar dengan tergesa-gesa, menuruni tangga dengan cepat, dan langsung terhenyak begitu ia melihat Valerie tengah mengupas sebuah alpukat di atas meja. Dengan pandangan dan gerakan tangan yang sama fokusnya. Menggemaskan sekali.

"Valerie."

Valerie berjengit kaget mendengar itu. Mata cokelatnya terpaku sejenak melihat rambut acak-acakan suaminya juga wajah lelahnya karena tidak berhenti menemaninya sepanjang hari kemarin. Terlihat tampan dalam balutan kaus tipis yang mencetak jelas tubuh atletisnya dipadu-padankan dengan celana santai yang membentuk jelas bagian tengah pria itu. Valerie sampai harus memalingkan wajahnya dengan sengaja karena detak di dadanya yang tiba-tiba berdebar keras melihat itu.
"Maaf sudah membangunkanmu." bisiknya pelan.

Ryan menggeleng dengan senyum pada wajahnya. Dan menahannya untuk makin terkembang begitu ia menyadari sikap salah tingkah Valerie karena penampilannya saat ini. Ia melangkahkan kakinya untuk duduk di sebelah Valerie dan membantunya untuk mengupas alpukat yang berada di atas meja, "Kau harusnya bangunkan aku tadi Valerie. Atau kau bisa minta pelayan untuk membuatkannya untukmu, bagaimana jika—"

"Ryan, sudahlah." sela Valerie pelan. Ryan menghela napas panjang dan langsung melayangkan kecupan lembutnya pada bibir wanita di sebelahnya. Menghadirkan segaris rona merah pada wajah Valerie yang langsung dihiasi senyuman. Sudah lama ia tidak merasakan kecupan ini dan rasanya— sangat berbeda. Ia merasa bahagia dengan kecupan singkat itu. Dan wajahnya tiba-tiba memanas begitu kepalanya kembali memutarkan banyaknya adegan panas yang mereka lalui tanpa henti di hari-hari awal pernikahan mereka.

Valerie membenci pikirannya yang tiba-tiba kotor ini. Mungkin bayinya sangat merindukan ayahnya hingga berpengaruh padanya sampai sejauh ini. Entahlah (?)

Atas perintah Ryan setelahnya, Valerie tidak diijinkan untuk berdiri dari kursinya. Jadilah Ryan yang membuatkan jus alpukat itu sendiri untuk istrinya. Mencampurkan semua bahan sesuai arahan dan menghaluskannya menjadi segelas jus yang disukai oleh Valerie. Membawanya menuju ruang tengah sambil sebelah tangannya menuntun wanitanya untuk duduk di sofa.

"Kau menyukainya?" Valerie mengangguk dan kembali merapatkan tubuhnya pada Ryan manja "Ini semua karena aku yang pandai mengarahkanmu Ryan."

Ryan tertawa pelan mendengarnya "Terserah apa katamu sayang, tapi aku senang kau menyukainya." balasnya sembari mengusap puncak kepala wanitanya lembut. Membiarkan tubuh Valerie bersandar nyaman pada dada bidangnya sembari wanita itu menghabiskan jus alpukatnya dengan lahap. Wajah dan dada padat Valerie yang kian berisi juga pinggulnya yang membesar akibat kehamilannya, selalu berhasil membuat kejantanan seorang Ryan menegang tanpa terkendali. Ingin sekali rasanya mengulang percintaan panas yang tidak dilaluinya selama berbulan-bulan ditahannya itu dengan Valerie. Mendengar desahan erotisnya serta remasan lembut pada bahunya saat wanita itu mencapai puncak kepuasannya. Tapi apa daya, dokter sama sekali tidak mengijinkan mereka untuk bercinta di masa-masa akhir kehamilan Valerie yang jauh lebih riskan akan tekanan. Ryan memberikan anggukan tidak masalahnya mendengar itu, kesehatan Valerie dan janinnya adalah yang terpenting saat ini.

Setelah Valerie melahirkan, ia akan melakukannya selama tujuh hari tanpa henti. Ryan mengulum senyum nakalnya membayangkan hal erotis di kepalanya itu.

"Kau mau Ryan?"

"Tidak sayang."

Valerie kembali meneguk minumannya pelan sambil mengerjap-ngerjapkan matanya yang tiba-tiba mengantuk karena kekenyangan "Aku mengantuk Ryan, maukah kau habiskan jus nya untukku?" tawarnya yang langsung diberi anggukan oleh Ryan. Pria itu mengambil gelas jus milik Valerie dan langsung meneguk isinya hingga habis.

Valerie tersenyum melihat itu. Ryan berubah sangat penurut padanya sejak kepulangannya ke tempat ini. Pria itu menuruti apapun yang Valerie minta, memanjakannya, sekaligus membuatnya nyaman dengan semua sikap tulus nan murni yang diberikannya. Valerie melingkarkan tangannya pada tubuh Ryan dan merapatkan tubuhnya pada tubuh tegap yang sedang mendekapnya erat itu.

"Ada apa Valerie?" tanya Ryan sembari mengetatkan dekapannya dengan lembut. Valerie menggeleng "Hanya merindukanmu Ryan."

"Aku juga selalu merindukanmu Valerie." balas Ryan lalu melayangkan sebuah kecupan pada ubun-ubun wanita dalam dekapannya, "Dan rindu untuk mendengar suaramu yang meracaukan namaku, atau desahan saat aku menggoyangkan pinggulku di belakang tubuhmu sayang."

Wajah Valerie sontak memanas mendengar itu, ia menarik tubuhnya dan langsung mendelik tajam pada Ryan, "Tidak bisakah kita tidak membahasnya untuk sementara waktu Ryan?"

Ryan memberikan gelengannya mendengar itu. Merapatkan tubuhnya pada Valerie dan langsung melumat bibir ranum di hadapannya dengan lembut. Valerie yang hendak menolak ciuman itu, reflek melingkarkan kedua tangannya pada leher Ryan yang kian membuat ciuman itu terasa dalam dan intens.

Menghadirkan getaran mendamba yang telah hilang dan menimbulkan suara-suara kenikmatan yang telah lama pergi pada pendengaran keduanya. Berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya Ryan mengakhirinya dengan sebuah kecupan. Tidak, bukan mengakhirinya. Ia menundanya sejenak.

"Aku harap itu tidak menyakitimu Valerie." Valerie menggeleng pelan dengan rona yang menghiasi wajah lembutnya "Aku menyukainya Ryan," bisiknya manja yang berhasil menyulut api gairah dalam diri Ryan yang kini berkobar hebat karenanya.

Ryan mengangkat satu sudut bibirnya mendengar itu. Tanpa kata-kata, ia langsung membopong tubuh Valerie dan berjalan pelan menaiki tangga. Membuat sepasang mata coklat wanitanya membulat tertahan, dan langsung terpejam singkat begitu Ryan membaringkan tubuh indah itu di atas kasur.

"Ryan, aku—"

"Aku takut tidak dapat jatah untuk menikmati dada berisimu lagi setelah kau menyusui anak kita nanti Valerie." tubuh Valerie menggelenyar hebat mendengar itu. Bersamaan dengan sesuatu di bawah perutnya yang meleleh seperti minta disentuh. Di bawah remang cahaya yang menyinari wajahnya, Valerie mengusap lembut wajah Ryan dengan sorot sayu "Kalau begitu puaskan dirimu malam ini Ryan."

Ryan mengangguk samar "Aku akan melakukannya. Tapi tetap dalam peraturan yang diberikan dokter tentunya." tuturnya yang disambut tawa oleh Valerie. Wanita itu langsung memejamkan matanya dan membiarkan Ryan menyingkap gaun tidur satin ungunya. Meremas sebelah dada berisinya sementara tangan lainnya ia biarkan memilin puncak dadanya lembut bersamaan dengan bibirnya yang kembali menyatu dalam permainan panas juga cumbuan yang selama ini dinantikan.

"Keluarkan suara indahmu lagi di telingaku Valerie."

TBC

MY WILD HUSBAND | ENDWhere stories live. Discover now