29 - Down

24K 1.2K 15
                                    

"Valerie."

Valerie menyeka air matanya cepat lalu mengangkat wajahnya kembali "William." ia segera membalas dekapan hangat yang diberikan William untuknya. Tangis yang coba ditahannya kembali berderai deras dengan sangat hancur.

Ia sakit, perasaannya kacau. Luka yang terus dikuburnya seolah kembali ke permukaan. Menyapu gurat-gurat kekecewaan yang masih terbuka. Kedatangan Ryan bersama dengan harapan yang dibawanya, membuat intuisi seorang Valerie terketuk sempurna.

Entahlah, perasaannya hanya kacau saat ini. Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikannya.

William menangkup kepala Valerie hangat, membenamkannya dalam-dalam pada dekapan lengan kukuhnya yang sarat akan kasih sayang. Ia sedih, melihat Ryan bisa kembali menemukan wanitanya, dan bertambah sedih begitu melihat air mata Valerie mengalir deras di dalam kesesakan seperti ini.

Air mata Valerie terus bergulir tanpa henti. William tidak menyelanya, ia hanya berusaha menenangkan wanita itu agar kesesakannya berkurang. Atau mungkin sekarang ia jadi ikut sesak melihatnya ?

"Hatiku sakit William," suara sesenggukan Valerie mengisi genderang telinga William dengan sangat pilu "Aku tidak mau bertemu dengannya. Aku tidak bisa—"

"Tenanglah Valerie." William mengurai dekapannya lalu menyeka wajah wanita di hadapannya lembut, menatap iris mata coklat indahnya dan menelisik ke dalam sana. Hanya kehancuran dan kekecewaan yang ditemukannya disana.

"Apa kau yang memberitahunya aku ada disini ?" William memberikan gelengannya "Jika aku yang memberitahunya, tidak mungkin ia akan marah padaku seperti tadi."

Valerie menatap William sedih, pria itu benar. Setelah semua kebaikan yang diberikannya, dengan tidak tahu diri ia malah menuduh William yang bukan-bukan. Kedua tangannya kembali menyentuh wajah pria di hadapannya "Wajahmu sakit ? Aku akan ambil obat untukmu,"

"Tidak, tidak usah." William menarik kedua tangan wanita yany menyentuh wajahnya lalu menggenggamnya hangat. Mata mereka terus beradu dalam sebuah perasaan lain yang tidak bisa tersampaikan. Dan William juga menahan perasaan itu agar tidak keluar dari bibirnya, ia tersenyum samar "Kau tahu Valerie, aku sangat menyayangimu."

Valerie hanya membisu, memandangi manik mata pria di hadapannya berkaca-kaca "Aku tidak mau ada siapapun yang menganggumu atau membuatmu menangis seperti ini. Tapi—" helaan pelan terdengar setelahnya. William coba untuk menguraikan senyumnya lagi, memandangi wajah lesu wanita di hadapannya dengan tenang

"Ryan sudah banyak berubah, dan aku percaya padanya. Tidak mudah mendapatkan kepercayaanku, tapi ia bisa membuktikannya." Valerie memalingkan wajahnya yang memanas mendengar itu, ia tidak ingin mendengarnya lagi. Namun sesuatu di dalam hatinya membuat ia coba untuk mendengarkan kalimat selanjutnya.

"Kau pasti tidak akan percaya jika Ryan sudah menghapus seluruh nomor wanita yang ada di ponselnya. Ia hanya sibuk dengan pekerjaannya di kantor, dan pekerjaan untuk mencarimu." William mendesah lega begitu Valerie kembali mau menatap matanya dengan sorot berbinar. Ia mengangguk pelan lalu mengusap kedua tangan dalam genggamannya "Ryan sudah menyadari semua kesalahannya, dan— berharap jika kau mau memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalah-pahaman di antara kalian berdua."

Lagi-lagi air mata Valerie bergulir mendengar itu "Bagaimana dengan anak ini, dengan anak yang ada pada Cassie ? Aku tidak sanggup membayangkannya." William terdiam mendengarnya, ia kembali mengusap wajah Valerie perlahan "Anak yang dikandung Cassie, bukanlah anaknya Valerie. Aku sudah mendengarnya sendiri dari Ryan, hanya aku belum melihat bukti-buktinya."

"Benarkah ?" anggukan yang diberikan William memberikan perasaan aneh yang muncul pada dada Valerie. Sebuah perasaan ringan yang sarat akan kebahagiaan. Tapi bisa saja pria itu memanipulasinya dan mengancam Cassie untuk tidak mengakui anak itu adalah anaknya, mungkin saja begitu.

"Mungkin Ryan membayar Cassie untuk menutup mulutnya."

"Tidak, dia bukan lagi pria seperti itu Valerie. Dia sudah berubah."

"Tapi—"

"Aku akan bawakan bukti-buktinya jika aku sudah mendapatkannya langsung dari Ryan."

Valerie mendesah kasar mendengarnya. Bagaimanapun juga, William pasti akan memintanya untuk kembali. Meski sejujurnya rasa takut itu masih ada pada lubuk terdalamnya.

"Kau terus membelanya William. Apa kau tidak mengerti apa yang kurasakan ?"

William menghela napas pelan "Bukan seperti itu Valerie. Aku—"

"Sudahlah, aku akan pergi sendiri jika kau tidak mau menerimaku lagi." Valerie menyeka pelupuk matanya lalu beranjak dari tempatnya dan langsung ditahan oleh sebelah tangan kuat William "Valerie, jangan berpikir seperti itu,"

Valerie menarik tangannya kasar "Aku akan mengurusnya sendiri. Tidak perlu membantuku lagi." ucapnya terakhir sebelum berjalan keluar dari kamar.

William menjambak rambutnya frustrasi lalu segera menyusul Valerie sebelum wanita itu bertindak macam-macam dan membahayakan janin dalam kandungannya.

TBC

[Mungkin aku gak akan update besok, karena ada pengumuman kelulusan dari sekolah hehe. Aku bakalan balik hari minggu, oke ? Terimakasih^^ ]

MY WILD HUSBAND | ENDOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz