19 - I'm pregnant

30.9K 1.5K 52
                                    

Kalian terbaik banget (nangis) heboh banget komennya ya ampun aku seneng :( makasih banyak untuk waktu yang mau kalian luangkan untuk baca cerita ini. Sejujurnya aku masih mikir mau dibikin happy atau sad ending. Menurut kalian ?

HAPPY READING EVERYONE !

*

Valerie menghapus air matanya lagi untuk yang kesekian kalinya. Air mata itu seakan tidak mau berhenti dan sengaja membuat riasannya luntur. Tidak ada lagi kata yang mampu mendeskripsikan perasaannya sekarang, ia hanya bisa membisu dengan gamang memandangi hamparan langit mendung yang sepertinya akan menjatuhkan air matanya turun ke bumi.

Semalam, ia tidak lagi mengerti dengan keadaannya yang begitu hancur. Bertengkar hebat dengan Ryan meski akhirnya pria itu melunak dan meminta maaf padanya, Valerie tidak menggubrisnya. Hatinya sudah terlanjur sakit dengan semua tingkah laku pria itu. Ia menyeka air matanya yang kembali jatuh bersamaan dengan rintik hujan yang perlahan membasahi dinding kaca besar di hadapannya.

Apa semua ini karena kesalahanku ? Karena aku tidak jujur pada semua orang mengenai alasan—

Valerie berdecih sedih. Impian indahnya sejak kecil untuk mempunyai keluarga kecil yang tentram, damai bersama pria yang ia cintai, langsung kandas begitu satu masalah berhasil merubah semua pemikirannya. Ya, ia benci sekali dengan keputusannya saat itu. Tapi apa yang bisa dilakukannya selain mengiyakannya ? Apa ia punya pilihan lain ? Jelas tidak.

Ia selalu berusaha melakukan semuanya yang terbaik. Tapi lihat sekarang apa yang didapatnya ? Tidak lebih dari penderitaan meskipun perusahannya terselamatkan dari krisis yang sangat membunuh itu. Cukup senang begitu mendapat laporan bahwa perusahaannya itu meraup keuntungan yang sangat banyak, bahkan lebih dari cukup untuk membayar hutangnya pada Ryan agar ia bisa dengan cepat mengurus perceraian mereka.

Dan— Valerie sempat membuat janji pada dokter sore ini. Setelah menceritakan keluhannya, dokter Reina langsung terdiam. Dan justru memberinya instruksi untuk memeriksakan dirinya terlebih dahulu sebelum mengunjunginya.

Valerie mengeluarkan sebuah alat dari tas nya. Sebuah testpack yang dikirimkan langsung oleh dokter Reina. Sejujurnya ia tidak berharap jika hasilnya akan positif mengingat keadaannya yang begitu menghancurkan ini. Ia tidak mau anak yang dikandungnya kelak akan merasakan kesedihan atau kepedihan yang ia rasa. Tapi sekali lagi, kenyataan memang tidak selalu berjalan sesuai harapan kita.

Ya,

Valerie mendapat hasil dua garis merah yang sangat jelas. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya melihat itu. Tangannya bergetar sementara air matanya mulai mengalir perlahan "Ti—tidak mungkin aku, hamil ?" Valerie tidak ingin mempercayainya, tapi inilah kenyataannya. Ia hamil.

Dokter Reina mengatakan jika anak dalam kandungannya sudah berusia kurang lebih lima minggu. Dan fakta itu makin membuat Valerie terperangah tidak percaya. Bagaimana mungkin ia bisa memberitahu Ryan tentang ini setelah semua yang terjadi di antara mereka ? Ia takut, takut jika Ryan menolak anak dalam kandungannya. Atau bahkan menyuruhnya untuk menggugurkan anak itu.

Valerie menggeleng cepat. Apapun yang terjadi, ia harus memberitahu Ryan tentang ini.

Dan baru saja ia melangkah turun dari mobil mewahnya, suara teriakan pria itu terdengar menggelegar ke seluruh penjuru rumah. Disusul suara seorang wanita yang cukup ia kenali.

"Jangan membohongiku Cassie, aku selalu menggunakan pengaman saat bercinta denganmu !" Cassie menggeleng penuh air mata "Tapi inilah kenyataannya Ryan, aku hamil !"

Valerie membeku mendengar itu.

"Kau berbohong !"

"Kau bisa lihat sendiri hasil pemeriksaan ini Ryan, aku sama sekali tidak berbohong !"

"Tidak—" Ryan langsung tersentak begitu melihat Valerie berjalan dengan wajah pucat dan memandanginya dengan dingin seperti semalam "Valerie,"

"Ada apa ?" nada bergetarnya yang tidak bisa lagi ia sembunyikan makin membuat Ryan merasa bersalah. Cassie menghapus air matanya lalu berlutut dengan hancur di kaki Valerie "Aku hamil Valerie, aku hamil."

Valerie mengepalkan kedua tangannya tanpa sadar. Membeliakkan matanya yang berkaca-kaca lalu menoleh pada Ryan dengan tatapan gelap, siapapun akan melihat kehancuran jiwanya yang terus bergerak ke ujung tanduk. Dengan hati yang sakit, Valerie langsung mengurai kedua tangan Cassie lalu menghapus air matanya "Berapa usia anakmu ?"

"Sa—satu minggu." jawabnya pelan, lalu menyodorkan selembar kertas pada Valerie. Ryan mengerang kasar melihatnya, ia yakin Cassie hanya menipunya tentang ini. Ia bukannya tidak tahu bagaimana wanita itu sangat mencintai uangnya. Dan ia yakin ini adalah salah satu caranya untuk mendapatkan semua itu.

"Dia benar Ryan." Valerie meletakkan kertas itu lagi dengan tangan bergetar, lalu meminta Cassie untuk bangun "Anak yang dikandungnya— kau harus bertanggung jawab."

Ryan membelalakkan matanya tidak percaya jika Valerie akan mempercayainya "Tapi Valerie, aku—"

"Kau seorang pria Ryan." Ryan terbungkam mendengar itu "Kau seorang pria dewasa. Seorang pria sejati selalu dituntut untuk bertanggung jawab bukan ?"

"Valerie—"

Valerie menyeka setitik air matanya yang jatuh "Kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu Ryan."

Melihat raut wajah Valerie yang penuh kehancuran, kian membuat Ryan kalang kabut disusul dengan rasa bersalahnya yang begitu kuat. Dan jangan lupakan dengan murkanya saat melihat wajah wanita pembohong itu saat ini.

Entah kenapa ia begitu yakin kalau Cassie hanya membohonginya dengan semua tipu daya ini. Tapi tidak dengan Valerie, wanita itu nampak sangat mempercayai Cassie.

"Lebih baik kau pulang sekarang." Cassie mengangguk cepat. Valerie mengeluarkan dompetnya, mengambil beberapa lembar dollar dengan jumlah yang cukup besar lalu memasukkannya pada tas wanita itu "Periksakan ia sesering mungkin, dan beri makanan yang terbaik."

Pemandangan itu langsung membuat Ryan terhenyak. Ia tidak pernah menyadari ketulusan hati yang begitu murni dari seorang wanita yang ia punya. Penyesalan pun muncul setelahnya.

"Kau bisa pulang sendiri, atau—"

"Tidak apa, aku bisa pulang sendiri." Valerie mengangguk samar lalu tersenyum "Jaga anak itu baik-baik Cassie. Hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatum" Cassie balas mengangguk dengan air mata yang berderai "Te—terima kasih banyak."

Seorang pelayan segera mengantar Cassie keluar dari situ. Tanpa aba-aba, Valerie langsung berjalan cepat menuju kamar. Tidak lagi menoleh ataupun menanyakan Ryan tentang hal lain.

"Untuk apa kau mengasihaninya ? Wanita itu hanya menipumu Valerie. Aku tidak pernah—"

"Sudahlah Ryan." Valerie meletakkan tas kerjanya lalu duduk di tepi kasur dengan murung "Semua sudah terjadi." suara helaan napas berat terdengar setelahnya "Kau senang bercinta dengannya, harusnya kau juga senang saat wanita itu mengandung anakmu." meski sebenarnya aku juga sedang mengandung anakmu Ryan.

Ryan menjambak rambutnya frustrasi. Bagaimana mungkin Valerie bisa mempercayai wanita sundal pembohong itu, sementara ia saja tidak mempercayainya.

"Aku bersumpah padamu Valerie, itu bukan anakku. Dia berbohong padamu." tutur Ryan lagi. Valerie hanya diam lalu mengeluarkan selembar cek dari tangannya lalu menyerahkannya pada Ryan

"Aku kembalikan seluruh uangmu."

TBC

[Silahkan Follow akun ini untuk informasi yang mungkin sewaktu-waktu akan aku share di wall wattpad aku ya. Terima kasih! ]

MY WILD HUSBAND | ENDWhere stories live. Discover now