Part 8 - ILY

67 11 1
                                    

Siswa-siswi berlalu lalang di kantin hendak mengisi perut mereka yang sedari tadi sudah meronta-ronta meminta untuk segera di isi.

Dua manusia remaja duduk pojok kantin sekolah saling berhadapan dan menikmati nasi goreng yang mereka pesan.

Entah mengapa belum ada sepatah, dua kata yang keluar dari mulut keduanya itu, seperti ada kecanggungan di antara mereka, tidak seperti biasanya.

Tapi Tuhan sedang berbaik hati hingga mengirim dua remaja lain yaitu Dinda dan Reno untuk menghilangkan kecanggungan mereka. Dinda duduk di sebelah Ashila sedangkan Reno duduk di sebelah Garry berhadapan dengan Dinda. Wajah Reno dan Dinda tampak berseri-seri bahagia.

"Gar pesan lagi! Gue yang traktir." ujar Reno dengan antusias.

"Shil lo mau makan apa? Gue bayarin." seru Dinda.

Ashila dan Garry menatap sahabatnya tak percaya.

"Tumbenan lo mau traktir gue.
Masuk angin lo?" tanya Garry.

"Iya tuh, malah kompakan banget lagi." ujar Ashila.

Dinda dan Reno yang mendengarnya hanya cengengesan.

"Anggap aja itu pajak jadian dari kita berdua." Seruan dari Reno dan Dinda sontak membuat keduanya membulatkan mata tak percaya.

"Kalian berdua jadian?" tanya Garry dan Ashila serentak.

***


Kau menjadi nafas di hidupku. Ibarat luka kau menjadi obatnya, semua karena dirimu.

Garry terus memandang kedepan menatap lurus hamparan air yang di hadapannya, danau yang airnya tampak tenang, lalu gelombang air itu muncul saat garry melempar sebuah batu kerikil yang ada di sekitarnya.

Itu adalah salah satu kebiasaannya jika ia sedang gabut, kesal dan emosi. Hal itu bisa mengurangi bahkan menghilangkan sedikit beban di hatinya.

Entah mengapa pikirannya terus saja tertuju pada gadis itu, gadis itu merenggut isi pikirannya. Garry sudah mendiaminya beberapa hari. Sejujurnya ia tak mau melakukan itu.

Aku telah jatuh hati padamu, mudah dan cepat seperti hembusan angin yang tak tampak di udara.

Garry menatap jam yang terpasang di pergelangan tangan kirinya. Sekarang sudah pukul tiga sore.

Garry beranjak dari tempat duduknya, berjalan dengan tenang dalam beberapa waktu, hingga berubah geram setelah dilihatnya sosok yang begitu ia kenal sekarang sedang di kepung oleh dua pria bertubuh kekar.

"Jangan ganggu dia!"

***

Ashila sangat takut karena tiba-tiba saja saat ia sedang berjalan seorang diri ada dua pria yang langsung menghalangi jalan di depannya.

"Mau kemana, Neng? Sendirian aja!" ucapnya menggoda.

"Mau Abang temenin gak?" ucap pria lain. Ashila segera menghindar dari kedua pria itu dengan berbalik arah, Ashila begitu yakini mereka adalah preman jalanan terlihat dari pakaiannya yang berantakan, bahkan sangat berantakan. Salah satu preman itu memegang tangan Ashila.

Ashila berusaha melepaskan pegangan itu dari tangannya dengan mendorong pria itu kasar. Dan pria itupun terjungkal kebelakang.

Namun preman itu langsung maju dan mendekat, meninggalkan jarak yang sedikit di antaranya dan Ashila, lalu dia berbisik di sekitar telinga Ashila.

"Hei cantik. Jangan galak-galak dong." ucapnya lirih seperti hembusan napas, tangannya dengan kurang ajar mengelus wajah Ashila. Gadis itu bergidik saat merasakan aroma alkohol dari mulutnya, Ashila menjauh darinya.

Only A Dream [Completed]Место, где живут истории. Откройте их для себя